Kamis, 30 Mei 2013

JAMANE WIS OWAH



Jaman gemiyen ……………..
Mangsa karo, terang sore bubar asar
neng lapang bujang pirang-pirang ngunda layangan
adine tembangan .... “cempe, cempe undangena barat gedhe tek upahi banyu tape, selodhong sepane ora entong nggo bapane” …… srubud srubud ……
Bolah gelasan … deulur .... dhuwur ………. nggo sangkutan.
Pedhot siji nggo rebutan, kleyang …. kleyang …. temangsang pucuk pucang. Penjorangan.


Padang wulan, bocah dolanan rame pisan
sing cilik jamuran, sing gede gobag sodor, cowongan utawa jonjang umpetan
lanang wadon, usrek umpetan neng dapuran gedang mburi pedangan… Aman.
Bubar gobag, njlog-njlogan, neng tanjlig kali kidul desa
baline, mburak batire …. sing dhisit dadi lebe, sing keri kethok gulune ….
Bocah wadon padha keweden.


Nganti sekiye inyong urung kelalen alias esih kelingan,
saben bengi ramane rengeng-rengeng karo kedhengan neng risban,
biyunge neng senthong ndongeng.
Ana …… ana baen sing dedongengena.
Wingi ndongeng kancil nyolong timun, siki timun emas utawane keong emas
ngesuke maning lutung kesarung, ngembene ndongeng ragil kuning,
ana …… ana baen, ora bakal kentongan dongengan.
Embuh rampung embuh urung dongenge si biyung
esuk umun-umun awak atis, kathok ngecepoh ....... ngompol.
Sekiye jamane wis owah, papah mamah arang neng umah
bujang tanggung tengah wengi nyetel tivi
remot detenet-tenet, “lah ini diye” acarane
mripat merem melik, lambe mesam-mesem .... ler angler terus keturon
jam papat gagat esuk, kaget, ….. aduh ...... kudu wuwung kiye. Mbengi ngimpi.
Jaman gemiyen …… belik bening, kali mili, song bolong, blumbang pirang-pirang
pinggiran irigasi, gili cilik kena nggo playon utawa pit-pitan
neng kali lele, lenthis, benter apa dene iwak wader pating sliwer
regem olih melem, mancing olih uceng, nyeser olihe mujaer
nyirib kena nggo urip, sarap madhang nyore ora kurang gorengan
Jamane siki wis owah, alame ya melu baen
udan salah mangsa, ora beda terang apa rendhengan, mangsa telu apa wolu
banyu kali ora mili, banjir bandang ora nyawang, teka sekayang-kayang, 
uceng, urang watang utawa kunang, manuk pudhang padha ngilang,
dok, blekok karo gaok mogok ora ngendog ….. wedi mbok degodog
Runtah mambrah-mambrah neng dalan ngarep umah malah terus tambah
Jamane wis owah …..
Anak polah bapa kepradhah,
bapa polah malah anak demamah …… ora nggenah
Duh Gusti Allah …
Jamane mpun ewah ….. napa kula sing salah,
kula sagede mung pasrah.

Purwokerto, 18 Juli 2006

Rabu, 29 Mei 2013

(Mudah-mudahan) PT. KAI BUKAN NEGARA DI DALAM NEGARA

PT. KAI (Kereta Api Indonesia) sebagai salah satu BUMN dalam pengembangan usahanya kelihatannya bukan lagi mengembangkan bagaimana jasa transportasi kereta api menjadi moda transportasi yang menjadi kebanggan masyarakat, tapi berkembang ke bisnis properti. Mudah-mudahan dalam pengembangan bisnisnya ini PT. KAI tidak menganggap dirinya sebagai negara di dalam negara, tapi juga harus taat pada peraturan daerah setempat. Amien.
 
Di Area Setasiun KA Purwokerto Timur inilah dalam tempo yang tidak terlalu lama akan dibangun Mal

Senin, 27 Mei 2013

ALTERNATIF PENGEMBANGAN WISATA BATURADEN



Baturaden Sebagai Wisata Alam


Kecenderungan  yang terjadi di dalam dunia  pariwisata khususnya wisatawan dari benua Eropah ialah bahwa terjadinya perubahan maksud kunjungan wisata. Pada masa-masa  sekarang kunjungan  wisata lebih banyak dengan obyek alam, atau  yang lebih sering disebut sebagai wisata alam atau ecotourism. Kondisi  alam di kawasan Asia - Pasifik yang sangat kontras dengan kondisi alam di Eropah, menjadikan kawasan ini  merupakan daya tarik yang sangat potensial bagi wisatawan Eropah yang melakukan perjalanan dengan maksud untuk berekreasi.

Dari hal-hal sebagaimana terurai di atas merupakan peluang yang cukup besar bagi bangsa Indonesia untuk  memasarkan  potensi alam, dengan kondisi alam iklim tropis yang sangat berbeda dengan kondisi alam di benua Eropah, sebagai asal wisatawan. Namun demikian menurut Elizabeth Boo, untuk dapat memasarkan potensi alam sebagai ekotourisme diperlukan minimal 3 (tiga) macam strategi, yaitu:

1. menilai potensi alam yang layak sebagai obyek atau atraksi wisata saat ini, dan pengembangannya masa mendatang;

2. menentukan situasi pariwisata yang diinginkan atau sesuai selera pasar, dan mengidentifikasi langkah-langkah  untuk mencapai situasi tersebut; dan

3.   menulis suatu dokumen strategi ekotourisme.

Dalam hal menilai potensi alam yang layak sebagai obyek atau atraksi wisata sebagai tolok ukur utama, sesuai dengan maksud/tujuan (rekreasi), dan asal wisatawan (mayoritas dari Eropah), adalah obyek dan atraksi wisata yang kondisinya berbeda dengan kondisi di Eropah sebagaimana terurai di atas. Semakin besar perbedaan, dan semakin kecil populasinya, semakin tinggi nilai keunikannya, yang berarti  semakin tinggi nilai pemasar-annya. Berbagai potensi alam yang layak sebagai obyek dan atraksi wisata tersebut antara lain: phenomena alam, keaslian alam, pelestarian alam, pengelolaan alam atau sumber daya alam, dan sebagainya.

Dalam kebijaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Banyumas melalui Peraturan Daerah No: 2 tahun 1989 tetang: Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Wisata Baturaden (yang semestinya sudah dievaluasi dan/atau direvisi) menetapkan antara lain bahwa kawasan seluas 1.002 Ha di  wilayah  desa-desa: Ketenger, Karangmangu, Kemutug lor (Kecamatan Baturaden), dan Limpakuwus Kecamatan Sumbang merupakan kawasan dengan fungsi utama sebagai kawasan wisata alam.

Melalui peraturan daerah tersebut Pemerintah Kabupaten Banyumas bertekad tetap mempertahankan struktur dan kultur setempat dengan agrowisata sebagai potensi wisata andalan yang dipasarkan kepada wisatawan mancanegara khususnya, dengan ditunjang dengan berbagai  kegiatan khususnya kesenian tradisional.

Potensi wisata alam yang dikembangkan sebagai obyek dan atraksi wisata di Kawasan Wisata Baturaden dapat dibedakan dalam:

1. Phenomena alam keanehan alam, yaitu kondisi alam yang terjadi di luar keadaan yang umum/biasa terjadi. Potensi  tersebut antara lain: sumber air panas, curug/air terjun, telaga, dan gua.

2. Pesona alam di sini merupakan keindahan alam yang ditimbulkan oleh kondisi alam setempat, seperti udara  sejukpemandangan/panorama indah, dan lain-lain.

3.  Keaslian (original) alam, yaitu kondisi alam yang belum dirubah manusia. Potensi tersebut antara lain: hutan lindung, aliran air sungai, bebatuan, dan lain-lain.

4.  Potensi alam yang dikembangkan, yaitu potensi alam yang dikembangkan dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan atau kemudahan manusia, seperti: permandian, kolam pancingan, hutan wisata, perkemahan, budidaya tanaman hias dan sebagainya.

5. Pengelolaan potensi alam, yaitu kegiatan-kegiatan dengan obyek potensi alam, dengan tujuan untuk memperoleh produk sebagai pemenuh kebutuhan hidup sehari-hari seperti: pertanian dengan teknologi tradisional, peternakan tradisional, industri dan kerajinan rakyat tradisional, dan sebagainya.

Dari 5 (lima) kelompok obyek dan atraksi wisata di kawasan wisata Baturaden di atas, kelompok kelima merupakan atraksi wisata yang potensial bagi wisatawan manca negara sebagai agrowisata atau wisata yang memanfaatkan kegiatan agrikultur (pertanian). Keadaan yang demikian ini dikarenakan dalam kehidupan sehari-hari wisatawan manca negara memanfaatkan teknologi modern. Karenanya teknologi tradisional berbagai bidang, khususnya di bidang pertanian merupakan atraksi yang langka.

Kegiatan-kegiatan dalam sektor pertanian ditunjang dengan kondisi masyarakat dengan pola pikir dan pola perilaku yang tradisional khas Banyumas, kesemuanya secara terpadu merupakan atraksi wisata yang cukup potensial bagi wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan dari Eropah.

Wisata Rekreasi dan Wisata Konvensi


Dari data statistik diketahui bahwa jumlah wisatawan mancanegara (khususnya Eropah) yang berkunjung ke Asia Pasifik atau Indonesia khususnya, sebagian terbesar (77 %) bertujuan untuk rekreasi, di samping tujuan-tujuan lain seperti: bisnis, konvensi, olah raga dan sebagainya. Dalam pengertiannya, rekreasi (recreation) adalah suatu kegiatan yang dilakukan di luar kebiasaan atau rutinitas dengan tujuan untuk menghilangkan kejenuhan, dan mendapatkan/ memperoleh kesegaran kembali baik fisik maupun psikhis.

Dari pengertian rekreasi tersebut, jelas bahwa pangkal tolak dari kegiatan rekreasi adalah adanya rutinitas atau hal-hal yang sudah terbiasa ditemui atau dilakukan di satu sisi, dan refressing di sisi lain sebagai kebutuhannya. Dengan demikian untuk terpenuhinya kebutuhan refressing tersebut diperlukan adanya sarana yang berbeda (unik) dari hal-hal yang biasa ditemui atau dilakukan sehari-hari di lingkungan (baik lingkungan alam maupun lingkungan binaan) kehidupannya. Rekreasi sebagai tujuan wisata, berarti bahwa para wisatawan dalam malakukan perjalanaan wisata mempunyai maksud untuk menghilangkan kejenuhan sebagai akibat rutinitas yang terjadi sehari-hari. Rutinitas dapat terjadi dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan, maupun lingkungan tempat kegiatan tersebut dilakukan.

Untuk mengurangi atau menghilangkan kejenuhan sebagai akibat rutinitas tersebut dilakukan dengan cara menikmati obyek dan/atau atraksi wisata yang tidak pernah ditemui atau dilakukan dalam kesehariannya. Dengan kata lain bahwa para wisatawan berusaha untuk mendapatkan keunikan-keunikan di negara/tempat lain. Semakin unik atau jarang ditemui atas suatu obyek atau atraksi, akan semakin potensial sebagai daya tarik atau obyek bagi wisatawan.

Lokasi kawasan wisata Baturaden yang berhubungan langsung dengan kawasan hutan alam merupakan keunggulan dan keunikan Baturaden sebagai kawasan wisata, khususnya wisatawan Eropah. Pada umumnya kawasan wisata yang ada di Indonesia berada di pantai, atau berhubungan langsung dengan laut. Dengan modal keunggulan/ keunikan tersebut Baturaden sangat potensial dijadikan kawasan wisata rekreasi bagi wisatawan mancanegara. Masalahnya tinggal menentukan atraksi-atraksi yang sesuai dengan keunikan Baturaden, sebagai daya pikat agar wisatawan krasan di Baturaden. Atraksi-atraksi tersebut antara lain dengan melokasikan fasilitas penunjang (hotel, restoran) sedekat mungkin dengan hutan, meningkatkan aksesibilitas ke dalam hutan, dan lain-lain.

Kesimpulan dan Saran


Dari hal-hal sebagai terurai di atas jalas bahwa dengan  potensi alamnya Baturaden sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tujuan wisata rekreasi dan wisata konvensi, baik tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional sebagai sumber pendapatan asli daerah, sesuai yang dikehendaki oleh Undang-undang Otonomi Daerah.

Untuk merealisasi hal-hal tersebut di atas, selain diperlukan adanya kesamaan persepsi dari berbagai pihak terkait (termasuk warga masyarakat setempat) tentang obyek dan atraksi bagi wisata rekreasi dan wisata konvensi, juga pola manajemen pariwisata yang profesional sangatlah dibutuhkan.









Golput, Sikap Politik Rakyat

Oleh: Ari Pradhanawati

PERHELATAN pemilihan gubernur - wakil gubernur Jawa Tengah, Minggu kemarin, berlangsung sepi, lancar dan aman. Berdasarkan real count KPU Jawa Tengah dari 67,24% TPS yang masuk pada pukul 17.34.05, pasangan Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko, yang diusung PDI Perjuangan, memperoleh 48,25% suara sah.

Jumlah pemilih tetap tercatat 27.385.985, namun seberapa besar angka partisipasi rakyat yang menggunakan hak pilih dan yang tidak menggunakan hak pilih, alias golput, hingga kemarin petang, saat artikel ini ditulis, belum dapat diakses. Namun berdasarkan hasil pantauan di TPS-TPS, rata-rata hampir separuh dari pemilih yang terdaftar tidak menggunakan hak pilih. Perkiraan sementara, golput sekitar 48%, tentu ini jauh lebih tinggi dibandingkan golput pada Pilgub 2008 (41,55%).

Tingginya angka golput di Jawa Tengah memang terus meningkat tajam sejak Pemilu Legislatif 2004 (17,11%), Pilpres I (19,99%), dan Pilpres II (23,04%), kemudian meningkat lagi pada Pileg 2009 (27,41%) dan Pilpres 2009 (28,98%), ini menandakan antusiasme pemilih di Jawa Tengah dalam perhelatan pemilu/pilkada rendah, padahal Jawa Tengah selalu diidentikkan dengan lumbung suara beberapa partai politik.

Sikap Politik

Istilah golput dapat dijelaskan dalam era dan konteks yang berbeda. Pada era Orde Baru, golput ditujukan kepada suatu gerakan yang muncul dari kelompok yang dipelopori Arief Budiman dan kawan-kawan, yaitu sikap dan tindakan politik untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu pada masa Orde Baru. Tidak memilih sebagai satu pilihan, karena mereka kecewa akibat pemilu tidak dilaksanakan secara demokratis. Fakta yang masih jelas dalam ingatan kita adalah semenjak Pemilu 1971 sampai Pemilu 1997, ada ketentuan bahwa  PNS diwajibkan memilih Golkar.

Sementara istilah golput dalam konteks KPU dikaitkan dengan rendahnya partisipasi politik rakyat, yaitu rendahnya angka pemilih yang datang menggunakan hak suaranya.
Sangatlah sulit untuk mengidentivikasi suara-suara golput yang berasal dari surat suara yang dinyatakan tidak sah karena angkanya sangat kecil dan rata-rata hampir di bawah 10%.
Namun dalam perkembangannya, istilah golput saat ini lebih mengarah kepada sikap politik rakyat  yang rasional dan secara ideologis sadar untuk tidak menggunakan hak pilihnya (memilih untuk tidak memilih) sebagai refleksi bahwa tidak ada sistem pemilu yang sempurna.

Tingginya angka golput karena memilih itu hak, bukan kewajiban, sehingga rakyat bebas untuk datang ke TPS. Jika ada yang tidak menggunakan hak pilihnya, tentu ada alasan tersendiri. Misalnya karena (1) alasan teknis: tidak terdaftar sebagai pemilih atau tidak tahu kalau ada pemilu/pilkada; (2) alasan nonteknis, misalnya sakit atau pergi karena ada keperluan lain yang sangat mendesak atau bersamaan dengan hari libur panjang; (3) alasan ekonomis, misalnya lebih baik cari uang daripada harus pulang hanya untuk menggunakan hak pilih; (4) alasan ideologis, misalnya datang ke TPS tetapi tidak masuk bilik; masuk ke bilik tetapi sengaja tidak mencoblos surat suara (surat suara tetap kosong), atau pemilih sengaja mencoblos surat suara yang tidak sesuai dengan ketentuan KPU, atau pemilih yang sengaja tidak datang karena tidak mempunyai pilihan yang tepat.

Penyebab tingginya golput Pilgub Jateng 2013, antara lain karena (1) pemilih sudah apatis dan jenuh menghadapi rutinitas pemilu/pilkada, karena siapa pun yang unggul dalam pilgub hasilnya tidak signifikan terhadap kesejahteraan dan kepentingan rakyat; (2) menurunnya kepercayaan pemilih kepada partai politik dalam menentukan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sampai detik-detik terakhir pendaftaran di KPU Jawa Tengah, artinya partai politik telah mengalami krisis kader karena dari dua pasangan calon bukan berasal dari kader partai pengusung, bahkan  munculnya tiga pasangan calon seperti dipaksakan untuk memecah suara pemilih agar tidak terjadi ’’pertarungan’’ sengit jika hanya ada dua pasangan calon dan sekaligus mengeliminasi munculnya konflik; (3) nama-nama calon yang diajukan oleh partai politik tidak sesuai dengan selera rakyat, sehingga rakyat semakin apatis terhadap figur calon yang ditawarkan; (4) minimnya sosialisasi, baik yang dilakukan oleh KPU Jawa Tengah, parpol, pemerintah, maupun elemen masyarakat lainnya; (5) secara emosional  pasangan calon gubernur dan wakil gubernur kurang dekat dengan pemilih karena rentang jarak yang cukup jauh, sehingga visi misinya kurang membumi; (6) hari pencoblosan berselang satu hari dari Hari Raya Waisak 2013, menjadi hari libur panjang bagi keluarga.

Tingginya angka golput tidak akan berpengaruh bahkan tidak akan mengurangi legitimasi hasil pilgub asalkan penyelenggaraan pilgub sesuai dengan aturan yang berlaku. Legitimasi hasil pilgub ditentukan oleh jumlah perolehan suara sah bukan oleh tingginya angka golput. Ini menunjukkan demokrasi di Indonesia lebih ke arah prosedural dan hal ini juga  sejalan dengan pandangan Robert A Dahl (2001) tentang standar berdemokrasi bahwa rakyat sudah diberi hak untuk berpartisipasi dan hak untuk menyatakan pendapat.

Kesimpulannya, biarkanlah golput hidup apa  adanya, karena golput merupakan ’’anak yang sah’’ dari demokrasi yang hidup di Indonesia, dan sebaiknya ancaman golput dibaca sebagai suara rakyat yang menghendaki alternatif yang lebih baik bagi rakyat daripada yang ada sekarang ini (Setia Permana, 2007). Waktulah yang akan menentukannya, karena suara rakyat adalah suara Tuhan. (24)

Dr Ari Pradhanawati MS, dosen Program S-3 Doktor Ilmu Sosial FISIP, Undip/anggota KPU Jawa Tengah 2003-2008. (/)

SUARA MERDEKA Senin, 27 Mei  2013

Sabtu, 25 Mei 2013

TANCEP KAYON

Ujaring kandha para pujangga winaskita,
pakeliran wayang pralambang tiyang ngagesang
kapurwanan mbabaring si jabang bayi
tumekeng pati kangge mungkasi.

Blencong gumantung minangka surya sumbering ngaurip
kelir mori putih gumelar kadya jembaring angkasa
gong bonang gambang kendhang kumandhang binarung tembang
lambang paugeran gesang ing alam padhang
nata titah Gusti pamrih laku lugu saeka karsa.

Dhog ..... dhog-dhog-dhog ..... drodhog ..... dhog
sak ngandhaping blencong padhang pindha sunaring baskara
ki dhalang kondhang lenggah gagah angedhangkrang
cempala kajepit jempol suku kanan,
asta kiwa nothok kothak paring sasmita mring pra niyaga
pratandha sampun kawiwitan pakeliran ringgit purwa.

Gancaring cinarita
Rahwana raja Ngalengka, kang suka nata, wanita, lan arta
anyulik Shinta kang melik kidang lan kencana,
agawe sengsara para kadang lan kawula sak nagara
nom-noman nama Anoman ngobong Ngalengka sanalika.

Ganti kang cinarita, tunggal panggung beda kang cinarita
Ngasitnapura, pinarintah nata kang adigang adigung adiguna
Sengkuni patih sugih amargi komisi lan kerep korupsi
Kurawa ...... kaluwarga raja kang minangka pamonging negari
datan kena lena “ma lima” kelangenannya
Reformasi ..... sesanti putra putri negari
sang nata lengser lan pinidana saknalika.

Sarining pakem pakeliran ringgit sadalu muput
titah lumampah ing alam dunya ..... becik katitik ala ketara
kalimat, tabiat, shalat, lan taubat umat
datan keliwat sinurat malaikat, kangge sangu gesang ing akhirat.

Pathet sanga ginanti pathet manyura
pratandha wus meh gagat raina
ujaring kandha
pindha cakra manggilingan gesang ing bebrayan
lahir, rabi, rizki, lan pati lir gumanti wus pinasti kersaning Gusti.

Tancep kayon.

 

Purwokerto, 5 Juni 1999