Selasa, 09 September 2014

PENGALAMAN NYALON WAKIL BUPATI TAHUN 2004



Saya tidak tahu apa kesan orang terhadap diri saya sewaktu saya ikut mendaftar menjadi salah satu peserta atau kontestan dalam pemilihan umum. Mungkin mereka menganggap saya terlalu PD. PD bukan berarti saya Pasti Dadi, bukan tetapi PD alias Percaya Diri bahwa saya secara hukum dilindungi undang-undang (walaupun sampai sekarang saya belum pernah membaca undang-undangnya), sehingga pendaftaran diri saya tidak mungkin ditolak.
Dengan sedikit modal kesombongan diri, bahwa saya mempunyai ijazah yang jauh dari persyaratan minimal dan pengalaman kerja yang selama ini lebih banyak bekerja sama dengan pihak pemerintah baik di daerah maupun di pusat, ditambah dengan dukungan dan dorongan (semu?) dari beberapa teman, maka saya dengan tegarnya mengambil formulir pendaftaran pencalonan.

Pilih taksi apa travel
Awal tahun 2003, saat itu saya sedang menjalani rawat inap di RS. Margono Sukarjo Purwokerto, saya baca di koran lokal berita tentang beberapa kriteria tentang bakal calon bupati dan wakil bupati yang dikehendaki oleh para kyai. Dari banyak kriteria tersebut saya merasa bahwa saya memenuhinya. Pikiran saya waktu itu: “kesempatan bagi saya untuk mengetahui cara anggota DPRD meminta uang ke calon yang  mereka usung.
Sesuai ketentuan, saya mendaftar Balon Wakil Bupati melalui Fraksi Kebangkitan Bangsa. Proses penyaringan Balon Bupati/Wakil Bupati cukup rumit. Tahap pertama melalui tahapan pemilihan oleh Pengurus partai dari cabang hingga ranting, yang didahului dengan paparan penyampaian visi da misi. Biaya untuk kegiatan ini seluruhnya ditanggung bersama oleh para Balon di bawah PKB. Untuk dapat masuk tahap berikutnya Balon minimal harus memperoleh satu suara. Untuk itu saya harus “beli suara” seharga Rp, 2 juta untuk satu suara tersebut.
Tahapan berikutnya diadakan paparan visi dan misi, juga wawancara dengan seluruh anggota fraksi. Di lain kesempatan kegiatan yang sama diadakan di hadapan pengurus partai, khususnya tim seleksi. Alhamdulillah dalam paparan penyampaian visi dan misi ini saya termasuk tidak mengecewakan dibandingkan dengan para Balon lain yang berada di bawah PKB. Dan tahapan selajutnya adalah tahapan seleksi oleh tim dari DPW PKB di Semarang. Alhasil saya tidak lolos.
Dengan adaya berita ketidak-lolosan pencalonan saya di PKB, langsung memancing minat dari fraksi lain (Fraksi Gabungan) menawarkan diri untuk mengusun saya maju ke pencalonan. Tawaran tersebut tanpa basa basi saya terima. Prosespun berjalan tanpa persyaratan serumit di PKB. Penyampaian visi dan misi di depan Fraksi berjalan lancar. Sampai suatu ketika datang mengaku kurir ke rumah. Dalam pembicaraan yang ngalor-ngidul ngetan-ngulon itu akhirnya kami sampai pada masalah jasa pengusungan Calon. Pembicaran yang saya tunggu akhirnya keluar juga. Jawaban yang sudah saya siapkan jauh sebelum dia datang dengan lancarnya keluar dari mulut saya.
“Begini saja mas, tolong sampaikan ke pak X bahwa sudah saya siapkan dana 4 M (dalam hati saya .. Meneng Meneng Mesthi Menang), tinggal masalahnya bagaimana sistem pembayarannya. Mau pakai sistem travel apa sistem taksi. Sistem travel artinya saya mbayar sesuai tarip, tapi pak sopir harus mengantarkan saya sampai tujuan yang disepakati sebelumnya. Sedang sistem taksi bahwa kita baru menentukan jumlah yang harus saya bayarkan setelah saya telah benar-benar sampai tempat tujuan”.
Sehabis pertemuan malam itu sampai sekarang, selama lebih dari 10 tahun si kurir tidak pernah datang ke rumah lagi, Dan selama itu pula saya tidak pernah menjabat sebagai Wakil Bupati.Walau saya tidak pernah menjabat jadi Wakil Bupati namun bendera saya tetap berkibar di angkasa Banyumas. Alhamdulillah …..