Selasa, 16 Agustus 2016

Buku "Rontak Rantek Banyumasan"



KATA PENGANTAR

Salam Budaya
Memperhatikan kondisi sekarang, yang semakin lunturnya budaya Jawa khususnya budaya penginyongan, maka sudah menjadi kesadaran dan kewajiban kita untuk secara aktif sesuai dengan bidang dan kemampuan masing-masing ikut nguri-uri amrih lestari budaya kita sendiri, budaya wong penginyongan.
Suatu kebahagian bagi kami Grafika Grup, yang telah mendapat kesempatan untuk menerbitkan buku “Rontak Rantek Banyumasan” kumpulan tulisan Ir. Sunardi, MT. atau yang lebih akrab dipanggil dengan sebutan Eyang Nardi.
Tulisan dalam buku ini ibarat tetes-tetesan embun budaya dan tradisi yang hampir lenyap karena teriknya matahari kehidupan. Walau hanya beberapa tetes, namun diharapkan dapat memberikan sedikit kesejukan tenggorokan yang haus akan budaya penginyongan.
Membaca buku sederhana ini rasanya seperti membuka otak Eyang Nardi yang penuh dengan pemikiran dan pengalaman dalam berbagai bidang. Melalui tulisan dalam buku ini Eyang Nardi mengungkapkan masa lalu masa kini dan masa yang akan datang tetes-tetes budaya penginyongan.
Dengan gaya bahasa penginyongan, dengan bumbu guyonan menjadikan buku ini enak dibaca oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Karenanya buku ini layak dibaca oleh semua kalangan masyarakat tanpa pandang tingkatan dan golongan.
Bukan suatu kebetulan, tapi penerbitan buku ini memang sengaja dipersiapkan dalam rangka menyambut dan menunjang suksesnya pelaksanaan Kongres Basa Penginyongan Tahun 2016. Semoga bermanfaat.
Selamat berkongres semoga suskes.

Salam Penginyongan
Kelilan
Grafika Group
















Selasa, 09 Agustus 2016

Pemanfaatan Lahan Harus Perhatikan Ekologi




8 Agustus 2016 0:07 WIB Category: SmCetak, Suara Banyumas

BANYUMAS-Pemanfaatan lahan untuk kepentingan ekonomi di wilayah pedesaan termasuk untuk wisata yang marak dilaksanakan saat ini diharapkan tak mengabaikan fungsi ekologi dan konservasi lingkungan. Bahkan seharusnya pengembangan wisata alam pedesaan semakin memperkokoh daya dukung lingkungan setempat.
Hal itu disampaikan ahli penataan ruang dari Purwokerto, Ir. Sunardi, MT. menanggapi makin maraknya pengembangan wisata berbasis lingkungan alam pedesaan di sejumlah wilayah Banyumas. Sunardi mengatakan untuk membuat wisata alam menarik, kondisi alam yang telah ada tak harus diubah total.
Pengelola wisata tinggal menambahi dan memoles bentang alam yang ada agar lebih tertata dan indah. ”Tinggal dikembangkan dan ditambahi saja fasilitas dan sebagianya. Sementara itu untuk flora fauna yang ada tinggal dirawat, dijaga dan syukur ditata sedemikian rupa tanpa harus memusnahkannya.
Karena justru dengan kekayaan alam yang ada maka itu bisa jadi daya tarik,” jelasnya usai berkunjung di rintisan wisata alam dan budaya, Karang Penginyongan, yang masuk wilayah Desa Karangtengah, Cilongok dan Desa Tumiyang Kecamatan Pekuncen, Sabtu (6/8).
Pelestarian Lingkungan
Terkait konservasi lingkungan, kata Eyang Nardi demikian ia akrab disapa, pengelolaan wisata harus memperhatikan dan menjalankan amanat dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang ada.
Dengan memperhatikan Amdal diharapkan kepentingan ekonomi, ekologi hingga ekosistem berkelanjutan warga dan lingkungan alam dan sosial setempat dapat terjaga. Makanya dalam proses penyusunan Amdal seluruh pihak harus turut aktif memberikan sumbangan dan sarannya untuk pelestarian lingkungan alam dan sosial.
”Artinya di samping memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan pengusaha, dengan penataan alam yang komprehensif dan memperhatikan berbagai hal maka lingkungan alam tetap terjaga. Selain itu, pengembangan ini harus dilaksanakan secara berkelanjutan,” katanya.
Sementara itu, anggota DPR RI dari Partai Demokrat, Khotibul Umam Wiranu mengatakan menghadapi era global dengan perkembangan teknologi tanpa batas, warga masyarakat desa harus semakin kreatif dan inovatif dalam bertahan hidup.
Potensi alam pedesaan yang masih lekat dengan lingkungan agraris, religius hingga kaya budaya, harus tetap dijaga dan dilestarikan. Karena hal ini bisa menjadi aset yang bisa dijadikan komoditas bagi warga global. Untuk itulah ia juga terus mendorong kepada pemerintah desa dan masyarakatnya untuk semakin kreatif mengelola pembangunan dan potensi desanya masing-masing.
Dengan adanya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka otonomi dan kewenangan lokal desa harus benar-benar dimanfaatkan sebagai peluang agar desa bisa membangun secara mandiri dan kreatif. Karakteristik desa yang masih khas harus tetap dipertahankan sebagai kekayaan budaya untuk membangun ekonomi dan juga ekologi desa secara berkesinambungan. (K37-14)

Minggu, 07 Agustus 2016

Rontak Rantek Banyumasan



Tembung Pambuka
Kula nuwun,
Inyong duwe penyuwun maring Gusti Allah, anak-putu apa dene kanca-batir inyong kabeh muga-muga deparingi keslametan, kewarasan lan uga kelonggaran wektu nggo ngular budi lan nalar lamona budhaya dhewek sejan-jane ora kalah karo budhaya bangsa manca, mligine babagan basa biyung utawa basa penginyongan. Aamiin.
Rontak-rantek kuwe sebutan/jeneng nggo suket-suket, yakuwe ana: kemandelan, kliyung, krokot, meniran, semanggen sing biasa deolah dadi kluban nggo lawuh madhang. Senajan suket, ningen rasane seger, lan ngemu khasiat tumrape awak ben dadi seger waras.
Semana uga buku “Rontak Rantek Banyumasan”, inyong duwe karep lamona buku cilik lan sedherhana kiye isine crita-crita kedadiyan pedinan neng masarakat sing ana manfangate tumrape urip bebrayan. Kanti bumbon lucon sing marahi gawe seger neng ati lan pikiran.
Isi buku kiye ana 3 (telung) perangan, yakuwe: Guyonan, Wawasan lan Guritan. Ora usah kakehen sengek,wis mangga dewaca baen. Kesuwun,
Kelilan
Eyang Nardi
Purwokerto, Februari 2016