Selasa, 02 Oktober 2018

SOETEDJA

Soetedja, Komponis Kebanggaan Banyumas Raya

Lagu "Di Tepinya Sungai Serayu" sangat familiar bagi telinga masyarakat Indonesia. Terlebih bagi masyarakat Banyumas yang tinggal di daerah aliran sungai Serayu, sungai yang menjadi inspirasi terciptanya lagu legendaris ini.
Serampung SMA Negeri Purwokerto pada tahun 1960, saya meneruskan kuliah di Akademi Pimpinan Perusahaan milik Departemen Perindustrian Rakyat di Jakarta. Menjadi teman sebangku Abdul Latif, pemuda Padang yang belakangan hari menjadi pengusaha dan pemilik departemen store ternama, yang pada waktu itu bernama Sarinah Jaya. Beliau juga sempat menjadi Menteri Tenaga Kerja RI pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Di Jakarta saya in de kost di rumah kakak kandung ibu saya di Kepu Dalam, kawasan yang tak jauh dari Kemayoran. Nama kakak kandung ibu saya, tak lain dan tak bukan adalah Soetedja.
Semasa saya menjalani liburan SMA di rumah Pak De di Jakarta, masih terekam jelas di benak saya, rumah beliau menjadi markas seniman-seniman senen yang pada waktu itu masih junior. Diantaranya: pelukis Soedjojono, pemusik Syaiful Bahri, Bing Slamet yang pada waktu itu masih remaja, penyanyi seriosa Pranajaya dan penyanyi Sam Saimun. Juga "Si Gembala Sapi" Norma Sanger, pemilik perusahaan rekaman piringan hitam Mas Yos, gitaris jazz Jack Lamers yang di kemudian hari lebih dikenal dengan nama Jack Lesmana dan ayahnda pemusik jazz Indra Lesmana, Mang Udel alias Drs. Purnomo yang kemanapun  selalu membawa ukulele dan masih banyak lagi seniman senen yang berkumpul setiap sabtu malam.
Pada kesempatan liburan SMA itu saya sering diajak menonton penampilan pak de bersama para pemusik junior yang sedang dilatih tampil di muka umum. Mereka show di Princen Park, kawasan yang sekarang bernama Lokasari Pecenongan. Juga pernah diajak nonton show-nya di Societet Harmony, sekarang menjadi komplek Sekneg jalan Juanda. Diajak menyaksikan pentas beliau di Istana Negara pada resepsi kenegaraan 17 Agustus 1957 adalah kenangan yang sulit dilupakan. Pada saat itu beliau berkapasitas sebagai pimpinan korps musik Angkatan Udara yang selalu mengisi acara musik pada event resepsi kenegaraan.
Lagu hasil gubahan beliau sebenarnya cukup banyak, namun sebagian besar repertoir yang tersimpan di RRI Pusat Jakarta binasa, karena dilanda musibah kebakaran pada tahun 1950-an. Maka, banyak gubahan beliau dalam bentuk partitur note balok ikut musnah terbakar.
Beruntung, gitaris Jack Lesmana alias Jack Lamers sempat meminjam beberapa partitur lagu-lagu gubahan beliau untuk direkam. Berkat Jack Lesmana, sekitar 70 lagu sempat terselamatkan. Tapi, ratusan lagu lainnya binasa. Na'asnya, justru partitur lagu-lagu lagendaris itulah yang ikut binasa. Di antaranya lagu-lagu yang populer di Eropa seperti “Als d'Orchide Bluijen” (Ketika Anggrek Berbunga) Lagu tersebut diciptakan di negeri Belanda ketika beliau berjalan-jalan dengan pacar noni belandanya ke pasar lelang bunga. Dan lagu “Waarom Huil Je tot Nona Manies”  (Mengapa Kau Menangis) diciptakan ketika harus berpisah dengan pacarnya. Beliau harus pulang ke Indonesia karena telah menyelesaikan studi di konservatori musik Roma Italia.
Masyarakat hanya mengenal sebagian lagu ciptaannya, diantaranya “Tidurlah Intan” yang sempat menjadi closing song siaran bahasa Indonesia radio Australia. “Hamba Menyanyi,” “Mutiaraku,” “Di Tepinya Sungai Serayu dan “Kopral Jono.”
Lagu “Kopral Jono” digubah secara khusus untuk menyindir keponakannya yang berpangkat kopral tapi sangat play boy. Sedangkan lagu “Tidurlah Intan” diciptakan untuk meninabobokan buah hatinya.
Soetedja anak keempat dari sembilan bersaudara putra Asisten Wedana Kebumen (kini Camat Baturaden) bernama R. Ibrahim Purwadibrata. Setelah berumur satu tahun, beliau dijadikan anak angkat oleh kakak kandung ayahndanya yang seorang pengusaha besar perkebunan di Purworejo Klampok Banjarnegara, bernama R. Soemandar.
Soetedja kecil gemar memukul-mukul perangkat dapur ibundanya. Bunyi-bunyian yang dihasilkan mungkin terdengar indah di kupingnya, tapi tidak untuk ayahndanya, karena terdengar berisik. Walaupun begitu, beliau sempat menangkap bakat musik Soetedja kecil.
Maka, sewaktu beliau berlayar ke negara-begara Eropa untuk urusan dagang, beliau membelikan biola stadivarius paganini untuk putera kinasihnya. Sejak itu Soetedja kecil tidak lagi menciptakan bunyi-bunyian perkusi dari perangkat dapur milik ibundanya. Pada setiap ada kesempatan selalu memainkan alat musik gesek hadiah ayahndanya. Di kemudian hari, Soetedja kecil mendapat hadiah instrumen musik berikutnya, yaitu alat musik pencet bernama piano.
Sewaktu mengenyam pendidikan AMS (SMA jaman Belanda) di Bandung beliau in de kost di rumah seorang guru piano berkebangsaan Belanda. Berkat guru piano Belandanya itulah beliau menguasai teknik permainan piano secara sempurna.
Setelah menyelesaikan AMS-nya, R. Soemandar ayah angkat beliau memberi dua pilihan studi di Eropa, yaitu hukum dan kedokteran. Tapi beliau memilih jurusan musik daripada kedokteran dan hukum. Betapa kecewanya sang ayah karena beliau lebih memilih studi musik. Karena keinginan ayahndanya diabaiakan, maka beliau berpura-pura menggertak mengusirnya. Soetedja benar-benar minggat. Beliau ngeger pada keluarga Sultan Hamid di Kutai Borneo atau kini Kalimantan.
Minggatnya Soetedja muda ke Kalimantan membuat ayahndanya ringkih karena keyungyun kepergian anak kinasihnya. Ayahndanya sebenarnya hanya menggertak sambal belaka. Tapi oleh Soetedja diartikan serius.
Setelah berjalan beberapa tahun merantau di Borneo, Soetedja muda dipanggil pulang ke Purworejo Klampok. Dan diijinkan bersekolah di konservatori musik Roma Itali. Sebelum berangkat ke manacanegara, ayahndanya mengajak anak kinasihnya menyusuri daerah sepanjang aliran sungai Serayu dari Klampok sampai Gambarsari. Untuk memamerkan perkebunan serehnya di daerah Kanding dan Kemawi yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Somagede.
Pada saat menyusuri aliran Sungai Serayu itulah, beliau mendapat inspirasi menciptakan lagu legendaris “Di Tepinya Sungai Serayu.”
Soetedja dikenal sebagai pendiri Orkes Studio Jakarta, yang merupakan orkes simphony pertama di Indonesia. Tapi sayang, Orkes Studio Jakarta ditinggalkan, karena diangkat sebagai Direktur Korps Musik Angkatan Udara. Sedangkan untuk mengisi acara-acara di RRI beliau menggunakan Orkes Melati yang melantunkan irama musik barat yang dikeroncongkan.
Soekarno Agung, Bupati Banyumas pada saat itu merubah nama bekas gedung bioskop Indra menjadi gedung kesenian Soetedja. Sebagai bentuk penghargaan kepada Soetedja yang telah mengharumkan nama Banyumas. Dan sekaligus sebagai balas jasa pada para seniman muda Banyumas di bidang musik. Karena mereka telah berjasa besar menghimpun banyak dana lewat berbagai acara show musik untuk mendampingi para artis ibukota di gedung Isola. Penjualan harga tanda masuknya dipergunakan untuk membangun obyek wisata Baturraden. Maka pada tanggal 14 Maret 1970, resmilah nama Soetedja diabadikan menjadi nama gedung kesenian kebanggan masyarakat Banyumas yang terletak di samping Pasar Manis Purwokerto itu.
Komponis legendaris putra Banyumas itu wafat pada usia yang ke 51 tahun pada tanggal 12 April 1960. Setelah beberapa bulan sebelumnya memimpin rombongan misi kesenian Indonesia ke India. Beliau meninggalkan seorang istri dan sembilan putra. Jasad beliau sekarang terbaring damai di pemakaman Karet Jakarta. Untuk mengingatkan bahwa beliau pernah memimpin misi kesenian Indonesia ke India, maka putra bungsunya yang lahir pada saat beliau berada di India diberi nama Krisno Indiarto.
Untuk mengenang jasa beliau yang telah mengharumkan Banyumas Raya, sampai tahun 1992 RRI Purwokerto selalu memperingati hari kelahiran beliau. Dengan cara memperdengarkan lagu-lagu ciptaan beliau di radio pada setiap tanggal 15 Oktober.
Kalau masih berada di tengah-tengah kita, beliau akan mencapai usia 104 tahun pada tanggal 15 Oktokber 2013. Semoga keharuman nama Soetedja menjadi inspirasi kebangkitan seniman Jawa Tengah pada umumnya dan Banyumas Raya pada khususnya.

(Diceritakan oleh Bapak Sugeng Wijono pada Hari Widiyanto)


Rabu, 01 Agustus 2018

Semut gatel



Ana semut gatel cilik mudhun gunung merga gole meguru wis tamat. Gole mlaku mudhun adoh banget sing akhire gutul maring gudang gula. Dheweke seneng banget, nganti kepikiran gawe leng neng senjabaning gudang gula kuwe, nggo pranti leren lan nginep. Dene pangane semut cilik kuwe olih gula sekang nyolong neng gudang kuwe.

Esuk-esuk nyolong seblindhi, degawa neng leng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Sorene teka maring gudang, nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan. Esuke maning maring gudang nyolong seblindhi degawa ngeleng nggo depangan ..........


Rabu, 11 Juli 2018

Selasa, 10 Juli 2018

IKET

Kiye crita lomboan .....
Dhong inyong neng Betawi tilik putu, inyong sempat numpak bis kota, mbareng mudhun iket inyong kecanthel lawang, dadine inyong ya ngorong-ngorong: " Ikeet .. ikeet ....." karo acung-acung meng iket sing cemanthel lawang....
Penjorangan banget ... ora ana wong sing gelem njiotna iket, malah iket inyong dejiretna neng lawang lewih kenceng maning ..... Jan sialan pisan rasane ....

Minggu, 08 Juli 2018

Kembang tinggalan

Angger weruh kembange dadi kelingan karo almarhumah, sing duwe ..... Al fatihah ..... Aamiin .....



Senin, 28 Mei 2018

RUNTAH



Runtah dadi rupiah

Ati rasane trenyuh, weruh kota merah-meruh
kaya klambi ora tau dewasuh, lusuh kaya susuh
embuh, deneng koh ora ana sing aruh-aruh
weruh kota merah-meruh, atine dadi kesuh
apa ngganen wis langka panggonan nggo lebuh.

neng kota runtah njeprah mambrah-mambrah
saben dina ora suda, malah terus tambah
ora tuwa ora bocah, ora babah ora nyonyah
man Sariman, yu Sarinah karo mbok Siah
mung mecucu, jere pemerintah sing salah

Mbok aja padha nggolet sapa sing salah
aja nunggu ndadak nganggo deprentah
mayuh gemregah, kit bocah gutul si mbah
sikil jemangkah tangan obah, uteke polah
milih, milah, deolah, runtah dadi rupiah

Runtah deolah dadi rabuk tanduran
saka sayuran, woh-wohan lan pethetan
saben sore desapu ilang kabeh kotoran
elinga, keresikan sebagian saka iman  

Runtah plastik dewalik dadi migunani
bisa mbantu kebutuhan ekonomi
ora ketang mung uyah karo trasi
sukur bage bisa tuku angkot utawa taksi
r
Angger runtah wis ilang,
kotane padhang jingglang
enak angger desawang
kaya wong wis tanpa utang

Griya NEKULA, 28 Mei 2018

Sabtu, 14 April 2018

RA. Kartini mongkog apa ngajog ....



upamane RA Kartini egin sugeng nganti siki
apa sing depenggalih Ibu Kita Kartini
mongkog apa ngajog
mbuh, nyong ora weruh

Jaman kemajuan
emansipasi wis keleksanan
babagan kebisan,
apa-apa bisa kesembadan

Bocah wadon kaya lanangan
jaritan jere angel pisan
kon jaritan ben keton wadon
malah mangkat meng salon

weruh gelung jere bingung
kon nganggo kebayak
jere kaya kethoprak
kon nyambel jere sebel
dekon njangan, jere luwung njajan

Eman-eman jan eman-eman pisan
siki jaman kemajuan apa jaman edan
wong urip kayong ora nganggo aturan
jerene si ... wolak waliking kahanan

Urip mung sepisan
kayong padha nggo dolanan
kaya tuku pakean apa panganan
nganggo jajalan utawa cicipan

Bocah dolan ndina mbengi
umah kaya dene mesin cuci
mlebu belok, metu wis wangi
ngerti-ngerti nangis wetenge wis isi

Wong tuwa teyenge mung ngelus dhadha
pasrah maring sing Maha Kuwasa
nyuwun ngapura
sedaya lepat lan dosa kula.

Purwokerto, 13 April 2018