Sebagaimana kita ketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara
kondisi masyarakat dengan kondisi perumahan dan permukiman. Berangkat dari
sistem sosial sebagai dasar dalam membahas masalah perumahan dan permukiman penduduk,
maka secara prinsip di Kabupaten Banyumas terdapat 2 (dua) sistem sosial, yakni
masyarakat rural (perdesaan) dan masyarakat urban (perkotaan). Antara kedua
sistem sosial tersebut terdapat perbedaan yang sangat kontras.
1. Masyarakat perdesaan (rural) merupakan masyarakat
tradisional dengan sifat pola pikir sebagaimana terurai di depan. Hubungan
antara personal dalam kelompok yang sangat kuat (hubungan primer). Rasa
kebersamaan masyarakat cukup besar. Kondisi umum perumahan di daerah perdesaan
adalah:
a. Permasalahan utama lebih terarah pada kualitas dari
pada kuantitas.
b.
Pola penataan ruang rumah tradisional masih diterapkan
(ada kecenderungan untuk meninggalkannya). Sifat privasi kurang diperhatikan
tetapi lebih mengutamakan ruang-ruang yang bersifat kebersamaan.
c. Batas antar kapling perumahan tidak jelas nampak,
sehingga halaman merupakan halam bersama.
d.
Materal dari bahan alami dengan kualitas relatif
rendah.
e. Estetika, etika, dan kesehatan kurang mendapat
perhatian (sebagai akibat tingkat ekonomi masyarakat yang relatif rendah).
f. Pembangunan dan perbaikan rumah dilaksanakan dengan
gotong-royong (sambatan, arisan, dan sumbangan).
g. Pemeliharaan fasilitas publik dilaksanakan secara
bergotong-royong.
2. Masyarakat perkotaan (urban) yang pada umumnya lebih
mengutamakan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan bersama (umum).
Hubungan antar personal lebih didasarkan pada untung-rugi bagi dirinya,
sehingga hubungan antar personal kurang erat (hubungan sekunder).
Kondisi umum perumahan di daerah perkotaan khususnya di kota Purwokerto dan sekitarnya adalah sebagai
berikut:
a. Permasalahan umum adalah permasalahan kuantitas (luas)
ruang per kapita.
b. Pembangunan perumahan lebih didominasi oleh pengembang,
yang lebih mengutamakan kelompok menengah ke atas, dengan lebih mengutamakan
aspek fisik bangunan (teknis) dari pada aspek sosial – budaya. Hubungan sosial
dengan lingkungan sekitar terputus.
c. Lokasi pembangunan lebih banyak di luar area
perencanaan dalam RUTRK Purwokerto.
d. Penyediaan ruang umum (bersama) sangat minimal, lebih
mengutamakan ruang pribadi dengan privasi yang sangat besar. Hal ini terjadi
baik secara mikro (rumah tinggal) maupun makro (komplek perumahan).
e. Faktor keamanan sangat diutamakan, dengan batas antar
kapling rumah yang masif dan kuat sehingga memperkuat sifat individualis
penghuni.
Perencanaan Pembangunan Perumahan dan
Permukiman
Disadari bahwa
dalam pembangunan perumahan dan permukiman terdapat 4 (empat) unsur yang
berperanan dengan masing-masing kepentingannya. Empat unsur pemegang peran
tersebut adalah: masyarakat, swasta, bank, dan pemerintah setempat.
1. Masyarakat, yang dalam hal ini adalah pengguna.
Sebagaimana telah disebutkan di depan bahwa kebutuhan akan perumahan dan
permukiman merupakan kebutuhan setiap orang atau seluruh warga masyarakat,
karena perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan primer. Dengan demikian hak
dari pengguna adalah manfaat atas perumahan dan permukiman untuk memenuhi
kebutuhan baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikhis. Sebagai imbalannya
pengguna berkewajiban untuk membayar sejumlah uang, yang pada umumnya tidak
dipunyai secara tunai.
2. Swasta (pengembang) sebagai penyedia jasa, yang tujuan
utamanya adalah mencari untung sebanyak mungkin, melalui pengadaan perumahan
dan permukiman. Untuk tercapainya tujuan tersebut maka para pengembang sering
kurang memperhatikan kualitas produk. Andaikan kualitas produk terpenuhi, maka
harga akan relatif lebih tinggi.
3. Bank, sebagai pihak penyedia dana baik bagi pengembang
maupun pengguna (masyarakat).
4. Pemerintah Kabupaten (eksekutif dan legislatif),
sebagai fasilitator yang menjembatani kepentingan ketiga pihak yang berperanan
sebelumnya. Untuk memenuhi kepuasan semua pihak jelas tidak mungkin, maka
paling tidak semua pihak yang berkepentingan tidak merasa dirugikan. Untuk itu
pemerintah membuat rambu-rambu mana yang harus dan mana yang tidak boleh
dilaksanakan dalam pembangunan perumahan dan permukiman bagi masyarakat
tersebut. Rambu-rambu atau aturan main tersebut meliputi aspek-aspek:
administratif, yuridis, maupun teknis.
Dari aspek
perencanaan, sebagaimana diketahui bahwa Kabupaten Banyumas telah menetapkan
Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, Rencana Umum Tata
Ruang Kota (RUTRK) baik kota Purwokerto maupun
beberapa kota
Ibu Kota Kecamatan (IKK). Sebagaimana diketahui bahwa di dalam RTRW telah
ditetapkan kawasan-kawasan termasuk kawasan terbangun. Sedang di dalam RUTRK
telah ditetapkan fungsi masing-masing bagian wilayah kota (perencanaan), termasuk analisis jumlah
unit kebutuhan bangunan rumah tinggal penduduk di masa mendatang. Namun
demikian dalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten
Banyumas dan khususnya di kota
Purwokerto belum mengacu pada RTRW Kabupaten maupun RUTRK Purwokerto.
Dengan
diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Otonomi Daerah, yang kemudian diganti dengan Undng-undang No. 32 tahun 2004, maka secara
yuridis Pemerintah Kabupaten Banyumas mempunyai otonomi atas daerahnya. Namun
demikian otonomi daerah kabupaten ini untuk hal-hal tertentu masih dibatasi
oleh otonomi Pemerintah Propinsi maupun oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian
secara positif keterlibatan baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi
masih ada dan masih diperlukan dalam pemberdayaan masyarakat di daerah
kabupaten. Untuk ini ditengarai dengan adanya subsidi dan proyek-proyek pusat
maupun provinsi yang perlu dilaksanakan di daerah termasuk proyek-proyek
pembangunan perumahan dan permukiman. dari Dirjen. Perumahan dan Permukiman
(Perkim) Departemen Kimpraswil, maupun Dinas Kimtaru Propinsi Jawa Tengah.
Hal-hal yang
sangat mendasar menurut Penjelasan Umum Undang-Undang No. 22 tahun 1999 angka
1. huruf e. adalah bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota harus dapat mendorong untuk
memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan
peranserta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD).
Dari ketentuan
tersebut jelas bahwa inti otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat
sedemikian sehingga masyarakat secara mandiri mempunyai inisiatif, kreativitas
dan berperanserta secara aktif dalam membangun diri dan daerahnya termasuk
pembangunan perumahan dan permukiman, sehingga akan sesuai dengan kondisi dan
aspirasi masyarakat.
Saran Alternatif
Berangkat dari
kondisi dan permasalahan sebagaimana terurai di depan, maka saran alternatif
dalam proses pembangunan perumahan dan permukiman diharapkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Perencanaan perumahan dan permukiman secara makro
didasarkan pada RTRW dan RUTRK yang disesuaikan dengan kondisi dan aspirasi
masyarakat.
2. Secara teknis pelaksanaan pembangunan perumahan dan
permukiman didasarkan standar teknis yang berlaku dan disesuaikan dengan kondisi
setempat.
3. Dalam pelaksanaan pembangunan melibatkan dan
mempergunakan lembaga sosial yang telah ada dan efektif di masyarakat.
4. Orientasi pengembang tidak berorientasi keuntungan
belaka.
5. Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Teknis terkait lebih
berfungsi sebagai fasilitator yang mendampingi masyarakat.
6. Pemerintah Kabupaten perlu berusaha untuk dapat
menurunkan proyek-proyek perumahan dan permukiman dari Pusat, khususnya
Ditjend. Perkim.