Saya tidak tahu apa kesan
orang terhadap diri saya sewaktu saya ikut mendaftar menjadi salah satu peserta
atau kontestan dalam pemilihan umum. Mungkin mereka menganggap saya terlalu PD.
PD bukan berarti saya Pasti Dadi, bukan tetapi PD alias Percaya Diri bahwa saya
secara hukum dilindungi undang-undang (walaupun sampai sekarang saya belum
pernah membaca undang-undangnya), sehingga pendaftaran diri saya tidak mungkin
ditolak.
Dengan sedikit modal
kesombongan diri, bahwa saya mempunyai ijazah yang jauh dari persyaratan
minimal dan pengalaman kerja yang selama ini lebih banyak bekerja sama dengan
pihak pemerintah baik di daerah maupun di pusat, ditambah dengan dukungan dan
dorongan (semu?) dari beberapa teman, maka saya dengan tegarnya mengambil
formulir pendaftaran pencalonan.
Pilih
taksi apa travel
Awal tahun 2003, saat itu
saya sedang menjalani rawat inap di RS. Margono Sukarjo Purwokerto, saya baca
di koran lokal berita tentang beberapa kriteria tentang bakal calon bupati dan
wakil bupati yang dikehendaki oleh para kyai. Dari banyak kriteria tersebut
saya merasa bahwa saya memenuhinya. Pikiran saya waktu itu: “kesempatan bagi
saya untuk mengetahui cara anggota DPRD meminta uang ke calon yang mereka usung.
Sesuai ketentuan, saya
mendaftar Balon Wakil Bupati melalui Fraksi Kebangkitan Bangsa. Proses
penyaringan Balon Bupati/Wakil Bupati cukup rumit. Tahap pertama melalui
tahapan pemilihan oleh Pengurus partai dari cabang hingga ranting, yang
didahului dengan paparan penyampaian visi da misi. Biaya untuk kegiatan ini
seluruhnya ditanggung bersama oleh para Balon di bawah PKB. Untuk dapat masuk
tahap berikutnya Balon minimal harus memperoleh satu suara. Untuk itu saya
harus “beli suara” seharga Rp, 2 juta untuk satu suara tersebut.
Tahapan berikutnya diadakan
paparan visi dan misi, juga wawancara dengan seluruh anggota fraksi. Di lain
kesempatan kegiatan yang sama diadakan di hadapan pengurus partai, khususnya
tim seleksi. Alhamdulillah dalam paparan penyampaian visi dan misi ini saya
termasuk tidak mengecewakan dibandingkan dengan para Balon lain yang berada di
bawah PKB. Dan tahapan selajutnya adalah tahapan seleksi oleh tim dari DPW PKB
di Semarang. Alhasil saya tidak lolos.
Dengan adaya berita
ketidak-lolosan pencalonan saya di PKB, langsung memancing minat dari fraksi
lain (Fraksi Gabungan) menawarkan diri untuk mengusun saya maju ke pencalonan.
Tawaran tersebut tanpa basa basi saya terima. Prosespun berjalan tanpa
persyaratan serumit di PKB. Penyampaian visi dan misi di depan Fraksi berjalan lancar.
Sampai suatu ketika datang mengaku kurir ke rumah. Dalam pembicaraan yang ngalor-ngidul ngetan-ngulon itu akhirnya
kami sampai pada masalah jasa pengusungan Calon. Pembicaran yang saya tunggu
akhirnya keluar juga. Jawaban yang sudah saya siapkan jauh sebelum dia datang
dengan lancarnya keluar dari mulut saya.
“Begini saja mas, tolong
sampaikan ke pak X bahwa sudah saya siapkan dana 4 M (dalam hati saya .. Meneng Meneng Mesthi Menang), tinggal
masalahnya bagaimana sistem pembayarannya. Mau pakai sistem travel apa sistem
taksi. Sistem travel artinya saya mbayar sesuai tarip, tapi pak sopir harus
mengantarkan saya sampai tujuan yang disepakati sebelumnya. Sedang sistem taksi
bahwa kita baru menentukan jumlah yang harus saya bayarkan setelah saya telah
benar-benar sampai tempat tujuan”.
Sehabis pertemuan malam itu
sampai sekarang, selama lebih dari 10 tahun si kurir tidak pernah datang ke
rumah lagi, Dan selama itu pula saya tidak pernah menjabat sebagai Wakil
Bupati.Walau saya tidak pernah menjabat jadi Wakil Bupati namun bendera saya
tetap berkibar di angkasa Banyumas. Alhamdulillah …..