Selasa, 12 Mei 2015

BI Purwokerto Gelar Diskusi Pengentasan UMKM Batik



 Motif kain batik produk Desa Papringan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Purwokerto selain bertugas utama dalam bidang moneter di wilayah kerjanya, juga mempunyai tugas lain dalam bidang pemberdayaan ekonomi riil dan UMKM. Satu di antara kiprahnya adalah memberdayakan para perajin batik di desa Papringan Kecamatan Banyumas. Diharapkan, setelah dibina desa tersebut akan menjadi sentra usaha batik dan para perajinnya meningkat menjadi pelaku usaha kerajinan batik.
Atas prakarsa Djoko Djuniwarto pembina kegiatan sekaligus Humas Kantor Perwakilan BI  Purwokerto, pada Senin (11/5) telah berlangsung diskusi kecil mengevaluasi pemberdayaan UMKM kerajinan batik di desa Papringan. Diskusi ini dihadiri oleh pengamat budaya Banyumas Ir Sunardi MT, Teguh Waluyo fasilitator PNPM yang telah lama giat di wilayah Kecamatan Banyumas, Indra Gunawan penggiat usaha penerbitan buku di Banyumas dan dimoderatori oleh Hari Wiyanto kolomnis “Banyumas Gaul” harian SatelitPos. Diskusi berlangsung dengan santai, tetapi menghasilkam ide dan gagasan yang bernas.
Diskusi dimulai dengan pemaparan progres terakhir dari kegiatan pembinaan UMKM di desa Papringan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI Purwokerto. Menurut Djoko Djuniwarto, berbagai upaya dan kiat telah dilancarkan untuk memberdayakan para perajin, namun para perajin belum juga mandiri menjadi pelaku usaha kerajinan batik. Sampai detik ini instansinya tidak menyerah untuk terus melakukan pembinaan.
Ir Sunadi MT, yang lebih dikenal dengan sapaan Eyang Nardi menjadi bintang dalam diskusi  yang dimulai jam 10.00 – 12.00 WIB. Menurut “kesepuhan” yang kepalanya kerap mengenakan iket kepala batik kemanapun Ia pergi, para perajin perlu menurunkan kualitas produknya. Artinya, jangan hanya memproduksi batik tulis saja, akan tetapi juga memproduksi batik cap. Dengan demikian, maka konsumennya  akan bervariasi, nantinya akan terdiri dari  para PNS dan pegawai swasta yang akan memakai untuk pakaian kerjanya pada hari-hari tertentu. Diharapkan juga, ada diversifikasi produk dengan memproduksi tas batik untuk seminar, asesories seperti iket kepala, serta produk yang fungsional seperti taplak meja dan produk lainnya. Di samping kiat-kiat diversifikasi produk, Eyang Nardi juga menekankan perlu keterlibatan sektoral yang lebih signifikan antar lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Kenapa pemberdayaan para perajin batik Papringan demikian alotnya? Menurut Eyang Nardi, sebetulnya pembinaan pada sektor UMKM batik di desa Papringan telah berlangsung sejak tahun 2007. Pencetusan ide pemberdayaan ini merupakan kegiatan satu paket dengan  tujuan menjadikan Banyumas Kota Tua sebagai tujuan wisata budaya, di mana batik Papringan sebagai produk cinderamatanya. Seandainya ide dan gagasan Banyumas Kota Tua telah terwujud, tentu saja pemberdayaaan UMKM tidak berlangsung dengan alotnya. Oleh sebab itu, selain memerlukan usaha diversifikasi produk juga memerlukan kiat pemasaran yang jitu.
Dalam diskusi ini, Djoko  Djuniwarto juga menyisipkan kegiatan Kantor BI Purwokerto dalam pembinaan pemberdayaan sektor riil dan UMKM pada peserta diskusi yang sedang berlangsung di desa Pegalongan Kecamatan Patikraja yang telah panen perdana. Kegiatan pemberdayaan ini berupa penanaman padi dengan metode ombol atau Hazton. Menurutnya, metode ini telah sukses diterapkan pada lahan padi di daerah Pontianak tempat Ia berdinas sebelumnya. Jika ditanam dengan metode biasa, satu hektar akan menghasilkan kisaran 4 ton. Akan tetapi jika ditanam dengan metode ombol atau metode Hazton akan menghasilkan panenan pada kisaran 9 ton.
Djoko Djuniwarto mengharapkan asupan ide dan gagasan dari peserta diskusi, agar panen kedua dan tanam padi ke tiga metode ombol di desa Pegalongan berlangsung dengan rangkaian ritual muatan-muatan lokal Banyumas. Di antaranya ritual budaya kepungan  ketika menjelang panen, gubrag lesung setelah panen dan kepungan menjelang tanam
SatelitPost, Selasa Legi 12 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar