Motif kain batik produk Desa Papringan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI)
Purwokerto selain bertugas utama dalam bidang moneter di wilayah kerjanya, juga
mempunyai tugas lain dalam bidang pemberdayaan ekonomi riil dan UMKM. Satu di antara
kiprahnya adalah memberdayakan para perajin batik di desa Papringan Kecamatan
Banyumas. Diharapkan, setelah dibina desa tersebut akan menjadi sentra usaha
batik dan para perajinnya meningkat menjadi pelaku usaha kerajinan batik.
Atas prakarsa Djoko Djuniwarto pembina
kegiatan sekaligus Humas Kantor Perwakilan BI Purwokerto, pada Senin (11/5) telah
berlangsung diskusi kecil mengevaluasi pemberdayaan UMKM kerajinan batik di
desa Papringan. Diskusi ini dihadiri oleh pengamat budaya Banyumas Ir Sunardi MT, Teguh Waluyo fasilitator
PNPM yang telah lama giat di wilayah Kecamatan Banyumas, Indra Gunawan penggiat
usaha penerbitan buku di Banyumas dan dimoderatori oleh Hari Wiyanto kolomnis “Banyumas Gaul” harian SatelitPos. Diskusi berlangsung dengan
santai, tetapi menghasilkam ide dan gagasan yang bernas.
Diskusi dimulai dengan pemaparan progres
terakhir dari kegiatan pembinaan UMKM di desa Papringan yang dilakukan oleh Kantor
Perwakilan BI Purwokerto. Menurut Djoko Djuniwarto, berbagai upaya dan kiat
telah dilancarkan untuk memberdayakan para perajin, namun para perajin belum
juga mandiri menjadi pelaku usaha kerajinan batik. Sampai detik ini instansinya
tidak menyerah untuk terus melakukan pembinaan.
Ir
Sunadi MT, yang lebih dikenal dengan sapaan Eyang
Nardi menjadi bintang dalam diskusi
yang dimulai jam 10.00 – 12.00 WIB. Menurut “kesepuhan” yang kepalanya kerap mengenakan iket kepala batik kemanapun
Ia pergi, para perajin perlu menurunkan kualitas produknya. Artinya, jangan
hanya memproduksi batik tulis saja, akan tetapi juga memproduksi batik cap.
Dengan demikian, maka konsumennya akan
bervariasi, nantinya akan terdiri dari para PNS dan pegawai swasta yang akan memakai untuk
pakaian kerjanya pada hari-hari tertentu. Diharapkan juga, ada diversifikasi
produk dengan memproduksi tas batik untuk seminar, asesories seperti iket kepala, serta produk yang
fungsional seperti taplak meja dan produk lainnya. Di samping kiat-kiat diversifikasi
produk, Eyang Nardi juga menekankan
perlu keterlibatan sektoral yang lebih signifikan antar lembaga pemerintah dan
lembaga swasta.
Kenapa pemberdayaan para perajin
batik Papringan demikian alotnya? Menurut Eyang
Nardi, sebetulnya pembinaan pada sektor UMKM batik di desa Papringan telah
berlangsung sejak tahun 2007. Pencetusan ide pemberdayaan ini merupakan
kegiatan satu paket dengan tujuan
menjadikan Banyumas Kota Tua sebagai tujuan wisata budaya, di mana batik
Papringan sebagai produk cinderamatanya. Seandainya ide dan gagasan Banyumas
Kota Tua telah terwujud, tentu saja pemberdayaaan UMKM tidak berlangsung dengan
alotnya. Oleh sebab itu, selain memerlukan usaha diversifikasi produk juga
memerlukan kiat pemasaran yang jitu.
Dalam diskusi ini, Djoko Djuniwarto juga menyisipkan kegiatan Kantor
BI Purwokerto dalam pembinaan pemberdayaan sektor riil dan UMKM pada peserta
diskusi yang sedang berlangsung di desa Pegalongan Kecamatan Patikraja yang
telah panen perdana. Kegiatan pemberdayaan ini berupa penanaman padi dengan
metode ombol atau Hazton. Menurutnya, metode ini telah sukses diterapkan pada
lahan padi di daerah Pontianak tempat Ia berdinas sebelumnya. Jika ditanam
dengan metode biasa, satu hektar akan menghasilkan kisaran 4 ton. Akan tetapi
jika ditanam dengan metode ombol atau metode Hazton akan menghasilkan panenan
pada kisaran 9 ton.
Djoko Djuniwarto mengharapkan asupan ide
dan gagasan dari peserta diskusi, agar panen kedua dan tanam padi ke tiga
metode ombol di desa Pegalongan berlangsung dengan rangkaian ritual muatan-muatan
lokal Banyumas. Di antaranya ritual budaya kepungan ketika menjelang panen, gubrag lesung setelah
panen dan kepungan menjelang tanam
SatelitPost, Selasa Legi 12
Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar