Senin, 08 Juni 2015

PASUKAN PELAJAR IMAM


Pembuka
Hari Jum’at Legi, tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diproklamirkan kemerdekaanya oleh Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia. MERDEKA. “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”, begitulah semboyannya. Namun demikian kemerdekaan ini tidak secara mulus dapat kita peroleh. Banyak pihak yang tidak menghendaki Indonesia merdeka.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 dalam sidang PPKI, dua orang anggota PPKI yaitu Abikoesno Tjokrosuroso dan Otto Iskandardinata mengusulkan untuk dibentuk sebuah badan pembelaan negara. Namum usul tersebut ditolak, karena dapat memancing bentrokan dengan tentara pendudukan Jepang yang masih bersenjata lengkap serta mengundang intervensi tentara Sekutu yang akan melucuti senjata tentara Jepang. Tentara Jepang yang jumlahnya mencapai 344.000 di seluruh Indonesia mentalnya sangat terpukul karena kalah perang. Dengan keadaan mental yang tidak stabil mereka diberi tugas oleh tentara Sekutu untuk menjaga keamanan di Indonesia, sampai Sekutu datang.
Pada tanggal 20 Agustus 1945 didirikan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) dan pada tanggal 22 Agustus 1945 dibentuk Badan Keamanaan Rakyat (BKR) yang merupakan bagian dari BPKKP yang semula bernama Badan Pembantu Prajurit dan kemudian menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP). BPP sudah ada dalam zaman Jepang dan bertugas memelihara kesejahteraan anggota-anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho. Sebelumnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho.
Presiden Soekarno tanggal 23 Agustus 1945 mengumumkan dibentuknya BKR. BKR yang kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945 ditetapkan manjadi Tentara Nasional Indonesia atau TNI, dan terakhir diganti menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI. Presiden berpidato dengan mengajak para sukarelawan pemuda, bekas PETA, Heiho, dan Kaigun untuk berkumpul pada tanggal 24 Agustus 1945 di daerahn masing-masing, termasuk daerah Banyumas untuk bergabung dalam BKR. Karena keterbatasan sarana komunikasi saat itu, tidak semua daerah di Indonesia mengetahui perintan untuk pembentukan BKR.
Dengan jalan membonceng kepentingan SEKUTU, Belanda berusaha masuk dan menguasai Indonesia. Pasukan Sekutu yang diwakili oleh AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies, yakni Pasukan Sekutu dari Divisi Inggris) di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christisson mendarat di Tanjung Priok pada tanggal 29 September 1945.
Kedatangan pasukan AFNEI ini pada awalnya disambut dengan hangat oleh pemerintah RI, karena mereka mengemban tugas untuk:
1.    melucuti sejata pasukan Jepang dan memulangkan tentara Jepang ke negaranya
2.    membebaskan tawanan perang
3.    mengadili dan menjatuhkan hukuman kepada para penjahat perang.
Situasi berubah menjadi kecurigaan setelah bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan pasukan AFNEI diboncengi oleh NICA (Nederlands Indische Civil Administratie) di bawah komando Mayjend HJ Van Mook dan Mayjend Van der Plass.
Pembentukan Pasukan IMAM
Bersamaan dengan dibentuknya BKR di daerah Banyumas dan timbulnya suasana revolusioner di sekitar pertengahan bulan September tahun 1945, Suprapto, salah seorang pelajar SMP mengundang para pelajar SMP untuk mengikuti rapat di ruang kelas 3 SMP Laki-laki (SMP Bruderan) jl. Sekolah Purwokerto. Rapat diadakan sesudah jam pelajaran berakhir (sesudah jam 13.00). Dalam suasana hujan lebat di luar gedung, pemuda Suprapto mencetuskan ide untuk membentuk satuan tentara pelajar bersenjata, yang ikut bersama BKR menjaga keamanan serta bila perlu ikut berjuang di medan tempur.
Atas dukungan dari Mayor Abimanyu (dari BKR) dan Djumad Abdul Razak (guru SMP), Soeprapto dengan dibantu empat oleh orang rekannya yakni Soewarso, Soedarto, Djahidin dan Soehartono dengan penuh keyakinan dan penuh semangat memberikan penjelasan dan menanamkan jiwa revolusioner kepada teman-temannya. Karena itu kelima orang tersebut disebut sebagai perintis berdirinya Pasukan Pelajar IMAM. Pertemuan-pertemuan selanjutnya dilaksanakan di rumah Soeprapto di jalan Pesayangan, yang sekaligus sebagai tempat pendaftaran anggota Pasukan Pelajar IMAM.
Ternyata minat para pelajar untuk menyumbangkan tenaga untuk ibu pertiwi besar sekali. Dengan anggota sekitar 25 - 30 orang pelajar, pada minggu akhir bulan September 1945 telah terbentuk Pasukan Pelajar Indonesia Merdeka Atau Mati (IMAM) dengan Soeprapto sebagai ketuanya dan gedung Yosodarmo sebagai markasnya. Menurut Soeprapto, tugas utama Pasukan Pelajar IMAM adalah membantu BKR dalam pelaksanaan menjaga keamanan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Hubungan antara Pasukan Pelajar IMAM dan BKR amat erat, Pasukan Pelajar IMAM menganggap BKR sebagai bapaknya, sebaliknya BKR menganggap Pasukan Pelajar IMAM sebagai anaknya.
Pada bulan Oktober 1945 BKR dirubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Di daerah Banyumas didirikan Divisi V (terdiri dari 4 resimen) di bawah pimpinan Kolonel Soedirman. Dengan seizin dan atas petunjuk Kol. Soedirman anggota-anggota Pasukan Pelajar IMAM bergabung atau menyatu dengan kesatuan TKR, dalam arti sebagai anggota biasa dari TKR, mengikuti semua gerakan TKR, termasuk gerakan di front medan pertempuran.
Kolonel Gatot Soebrot, sebagai komandan Divisi Gunungjati selain menganggap Pasukan IMAM sudah seperti anaknya sendiri, juga menganggap Pasukan Pelajar IMAM di dalam pertempuran merupakan pasukan istimewa, yang keberanian dan kemampuan tempur telah terbukti. Dalam tugas-tugas kemiliteran Pasukan Pelajar IMAM selama agresi militer Belanda dimasukkan dalam kesatuan-kesatuan TNI setempat. Sedang bila ada gencatan senjata Pasukan Pelajar IMAM bertugas sebagai pengawal Panglima Gatot Soebroto.
Karena anggota Pasukan Pelajar IMAM pada saat itu dirasa masih sedikit, maka pada akhir November 1945 diadakan pertemuan-pertemuan penggugah semangat juang antara perintis Pasukan Pelajar IMAM, anggota Pasukan Pelajar IMAM yang baru kembali dari daerah pertempuran dengan para pelajar yang berniat untuk masuk menjadi anggota Pasukan Pelajar IMAM. Pertemuan dilaksanakan beberapa kali dengan mengambil tempat secara bergantian di rumah Soeparjo, rumah Soegihartono, rumah Djahidin maupun di aula SMP Laki-laki.
Dengan sistem gethok tular atau dari mulut ke mulut, secara lisan undangan disebar-luaskan, yang akhirnya pada minggu kedua bulan Desember 1945 dengan mengambil tempat di rumah Soeprapto di jalan Pesayangan Purwokerto diadakanlah pertemuan antara perintis Pasukan Pelajar IMAM, anggota Pasukan Pelajar IMAM yang baru kembali dari daerah pertempuran dengan para pelajar yang berniat untuk masuk menjadi anggota Pasukan Pelajar IMAM yang dihadiri oleh sekitar 35 orang.
Adapun hasil dari pertemuan tersebut antara lain:
1.    Mengukuhkan kembali wadah perjuangan bagi para pelajar yang berniat untuk ikut berjuang menegakkan kemerdekaan RI;
2.  Wadah tersebut adalah tetap Pasukan Pelajar Indonesia Merdeka Atau Mati atau yang disingkat dengan Pasukan Pelajar IMAM;
3.   Memantapkan tujuan organisasi untuk tetap ikut mempertahankan kemerdekaan di bawah naungan panji TKR/TNI, tanpa mengikuti politik atau aliran/paham tertentu;
4. Menetapkan tanda gambar dengan cap yang bulat dengan kata-kata PEMOEDA IMAM. POERWOKERTO di sisinya, dan kepala banteng merunduk/menyeruduk di tengahnya.
Dengan dirubahnya nama organisasi Pasukan Pelajar IMAM menjadi PEMOEDA IMAM. POERWOKERTO atau PASUKAN IMAM, maka semakin terbukalah keanggotaannya, dalam arti tidak terbatas pada kaum pelajar, yang pada umumnya anak dari pegawai negeri saja, tapi para pemuda baik anak petani maupun anak pedagang, dapat menjadi anggotanya. Hal ini ditetapkan dalam rapat paripurna pada hari Kamis tanggal 20 Desember 1945 dengan mengambil tempat di gedung Yosodarmo dan dihadiri oleh sekitar 60 orang anggotanya. Dengan demikian tanggal 20 Desember 1945 ditetapkan dan diakui sebagai Hari Jadi PEMOEDA IMAM. POERWOKERTO.
Pertempuran
Pertempuran-pertempuran yang dialami oleh Pasukan IMAM antara lain adalah:
1. Palagan Ambarawa: September – November 1945
a.   Satu pasukan IMAM (Sidharta, Soewarso, Soedarto dan kawan-kawan) ikut Batalyon Imam Adrongi Divisi V TKR menggempur Sekutu di Magelang. Setelah musuh mundur ke Ambarara, Pasukan IMAM ikut menggempur musuh di Ambarawa.
b.  Tanggal 26 September 1945, sewaktu serah terima komandan Divisi V TKR dari Mayor Imam Adrongi ke Letkol. Isdiman di desa Kelurahan Ambarawa Selatan, Letkol Isdiman dan Soetoyo (anggota Pasukan IMAM) gugur karena serangan udara.
2. Palagan Semarang Barat: Desember 1945 – Februari 1946
a.  Pada tanggal 1 Januari 1946 Pasukan IMAM Seksi I atau Angkatan I di bawah pimpinan Djahidin menyatu dengan TKR menjadi satu seksi dengan kompi Warsito (Batalyon Purwokerto) dari sektor barat menyerang merebut lapangan terbang Kalibanteng atau bandara A. Yani (sekarang). Namun serangan tersebut gagal, dan dua orang anggota pasukan kita gugur.
b.    Pada tanggal 15 Januari 1946 Pasukan IMAM Seksi II atau Angkatan II di bawah pimpinan Riyanto masuk ke Resiman Kendal dengan komandan Letkol Hendropranoto beberapa kali bertempur melawan patroli Belanda/Inggris di desa Mangkang, Cangkringan dan sebagainya.
c.  Seperti halnya Seksi II, pada tanggal 15 Februari 1946 Seksi III (Angkatan III) di bawah pimpinan Sidharta menyatu dengan salah satu seksi dari Batalyon Sumyuh (Mayor Soenjono) bertempur dengan patrol-patroli musuh (Belanda/Inggris).
3. Palagan Jakarta Tenggara: Juni – Juli 1946
Satu regu Pasukan IMAM ikut batalyon Banyumas pimpinan Mayor Mochamad Wais beroperasi di sekitar Cibinong – Citeureup – Cileungsi.
a.   Pertempuran di sekitar desa Sawahbesar (timur Cibinong) gugur 11 (sebelas) orang prajurit dan gugur juga Kastaf Letnan Irawan.
b.   Menyerang Cileungsi oleh Batalyon Wais. Pertempuran dalam kota Cileungsi mulai pukul 04.00 pagi sampai pukul 09.00.
4. Palagan Bandung Timur: Agustus – September 1946
Satu seksi Pasukan IMAM pimpinan SAT Hartojo ikut Batalyon Brotosiswojo Resimen Cilacap bertugas di sebelah timur Ujungberung desa Gedebage.
5. Pertempuran Prompong: 8 Agustus 1947
Pada pagi hari itu diawali dengan gempuran meriam yang  dipandu oleh pesawat capung, disusul tembakan brent dari kejauhan. Itu adalah pembukaan yang biasa terjadi dalam awal pertempuran, tetapi apa yang menyusul kemudian, sungguh di luar dugaan. Sebelum itu, Belanda selalu mengandalkan keunggulan peralatan seperti tank dan Panser. Tetapi dalam pertempuran Prompong  mereka datang dengan merayap dan menyelinap, tanpa sekalipun mengeluarkan tembakan.  Hal ini sangat mengejutkan pasukan yang dipimpin oleh Mohammad Besar. Pasukan mereka nyaris terjebak. Keadaan  dan situasi yang mendadak  inipun harus dihadapi. Akhirnya pertempuran jarak dekatpun terjadi dengan sengit di tengah ladang jagung milik penduduk. Karena kalah jumlah dan kalah persenjataan  akhirnya  pasukan IMAM pun perlahan lahan mengundurkan diri  sambil membawa jenazah korban yang akhirnya diketahui bahwa Mohammad besar dan Soeparto gugur.

Sumber Informasi
http://bayu-bije69.blogspot.com Sejarah Pasukan IMAM
http://eyang-nardi.blogspot.com/2013/04/riyanto-pahlawan-tak-dikenal.html
http://id-id.facebook.com/Tentara Pelajar/Foto

Monumen Pertempuran Prompong di Desa Kutasari Kes. Baturaden

Makam Riyanto di TPU Kel. Pabuwaran Purwokerto Utara




Tidak ada komentar:

Posting Komentar