Pembuka
Hari
Jum’at Legi, tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) diproklamirkan kemerdekaanya oleh Soekarno dan Moh. Hatta
sebagai wakil bangsa Indonesia. MERDEKA. “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”,
begitulah semboyannya. Namun demikian kemerdekaan ini tidak secara mulus dapat
kita peroleh. Banyak pihak yang tidak menghendaki Indonesia merdeka.
Pada
tanggal 19 Agustus 1945 dalam sidang PPKI,
dua orang anggota PPKI yaitu Abikoesno Tjokrosuroso dan Otto Iskandardinata mengusulkan untuk
dibentuk sebuah badan pembelaan negara. Namum usul tersebut ditolak, karena
dapat memancing bentrokan dengan tentara pendudukan Jepang yang masih
bersenjata lengkap serta mengundang intervensi tentara Sekutu yang akan
melucuti senjata tentara Jepang. Tentara Jepang yang jumlahnya mencapai 344.000
di seluruh Indonesia mentalnya sangat terpukul karena kalah perang. Dengan
keadaan mental yang tidak stabil mereka diberi tugas oleh tentara Sekutu untuk
menjaga keamanan di Indonesia, sampai Sekutu datang.
Pada
tanggal 20 Agustus 1945 didirikan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP)
dan pada tanggal 22 Agustus 1945 dibentuk Badan Keamanaan Rakyat (BKR) yang
merupakan bagian dari BPKKP yang semula bernama Badan Pembantu Prajurit dan
kemudian menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP). BPP sudah ada dalam zaman
Jepang dan bertugas memelihara kesejahteraan anggota-anggota tentara Pembela Tanah Air
(PETA) dan Heiho.
Sebelumnya pada tanggal 18 Agustus 1945 Jepang membubarkan PETA dan Heiho.
Presiden Soekarno tanggal 23 Agustus
1945 mengumumkan dibentuknya BKR. BKR yang kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945
ditetapkan manjadi Tentara Nasional Indonesia atau TNI, dan terakhir diganti
menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI. Presiden berpidato
dengan mengajak para sukarelawan pemuda, bekas PETA, Heiho,
dan Kaigun
untuk berkumpul pada tanggal 24 Agustus 1945 di daerahn masing-masing, termasuk
daerah Banyumas untuk bergabung dalam BKR. Karena keterbatasan sarana
komunikasi saat itu, tidak semua daerah di Indonesia mengetahui perintan untuk
pembentukan BKR.
Dengan
jalan membonceng kepentingan SEKUTU, Belanda berusaha masuk dan menguasai
Indonesia. Pasukan Sekutu yang diwakili oleh AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies, yakni Pasukan Sekutu dari
Divisi Inggris) di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christisson mendarat
di Tanjung Priok pada tanggal 29 September 1945.
Kedatangan pasukan AFNEI ini pada
awalnya disambut dengan hangat oleh pemerintah RI, karena mereka mengemban
tugas untuk:
1. melucuti
sejata pasukan Jepang dan memulangkan tentara Jepang ke negaranya
2. membebaskan
tawanan perang
3. mengadili
dan menjatuhkan hukuman kepada para penjahat perang.
Situasi
berubah menjadi kecurigaan setelah bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan
pasukan AFNEI diboncengi oleh NICA (Nederlands
Indische Civil Administratie) di bawah komando Mayjend HJ Van Mook dan
Mayjend Van der Plass.
Pembentukan
Pasukan IMAM
Bersamaan
dengan dibentuknya BKR di daerah Banyumas dan timbulnya suasana revolusioner di
sekitar pertengahan bulan September tahun 1945, Suprapto, salah seorang pelajar
SMP mengundang para pelajar SMP untuk mengikuti rapat di ruang kelas 3 SMP Laki-laki
(SMP Bruderan) jl. Sekolah Purwokerto. Rapat diadakan sesudah jam pelajaran
berakhir (sesudah jam 13.00). Dalam suasana hujan lebat di luar gedung, pemuda
Suprapto mencetuskan ide untuk membentuk satuan tentara pelajar bersenjata, yang
ikut bersama BKR menjaga keamanan serta bila perlu ikut berjuang di medan
tempur.
Atas
dukungan dari Mayor Abimanyu (dari BKR) dan Djumad Abdul Razak (guru SMP),
Soeprapto dengan dibantu empat oleh orang rekannya yakni Soewarso, Soedarto,
Djahidin dan Soehartono dengan penuh keyakinan dan penuh semangat memberikan
penjelasan dan menanamkan jiwa revolusioner kepada teman-temannya. Karena itu
kelima orang tersebut disebut sebagai perintis berdirinya Pasukan Pelajar IMAM.
Pertemuan-pertemuan selanjutnya dilaksanakan di rumah Soeprapto di jalan
Pesayangan, yang sekaligus sebagai tempat pendaftaran anggota Pasukan Pelajar
IMAM.
Ternyata
minat para pelajar untuk menyumbangkan tenaga untuk ibu pertiwi besar sekali. Dengan
anggota sekitar 25 - 30 orang pelajar, pada minggu akhir bulan September 1945
telah terbentuk Pasukan Pelajar Indonesia Merdeka Atau Mati (IMAM) dengan
Soeprapto sebagai ketuanya dan gedung Yosodarmo sebagai markasnya. Menurut
Soeprapto, tugas utama Pasukan Pelajar IMAM adalah membantu BKR dalam
pelaksanaan menjaga keamanan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Hubungan antara Pasukan Pelajar IMAM dan BKR amat erat, Pasukan Pelajar IMAM
menganggap BKR sebagai bapaknya, sebaliknya BKR menganggap Pasukan Pelajar IMAM
sebagai anaknya.
Pada
bulan Oktober 1945 BKR dirubah menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Di daerah
Banyumas didirikan Divisi V (terdiri dari 4 resimen) di bawah pimpinan Kolonel
Soedirman. Dengan seizin dan atas petunjuk Kol. Soedirman anggota-anggota
Pasukan Pelajar IMAM bergabung atau menyatu dengan kesatuan TKR, dalam arti
sebagai anggota biasa dari TKR, mengikuti semua gerakan TKR, termasuk gerakan
di front medan pertempuran.
Kolonel
Gatot Soebrot, sebagai komandan Divisi Gunungjati selain menganggap Pasukan
IMAM sudah seperti anaknya sendiri, juga menganggap Pasukan Pelajar IMAM di
dalam pertempuran merupakan pasukan istimewa, yang keberanian dan kemampuan
tempur telah terbukti. Dalam tugas-tugas kemiliteran Pasukan Pelajar IMAM selama
agresi militer Belanda dimasukkan dalam kesatuan-kesatuan TNI setempat. Sedang
bila ada gencatan senjata Pasukan Pelajar IMAM bertugas sebagai pengawal
Panglima Gatot Soebroto.
Karena
anggota Pasukan Pelajar IMAM pada saat itu dirasa masih sedikit, maka pada
akhir November 1945 diadakan pertemuan-pertemuan penggugah semangat juang
antara perintis Pasukan Pelajar IMAM, anggota Pasukan Pelajar IMAM yang baru
kembali dari daerah pertempuran dengan para pelajar yang berniat untuk masuk
menjadi anggota Pasukan Pelajar IMAM. Pertemuan dilaksanakan beberapa kali
dengan mengambil tempat secara bergantian di rumah Soeparjo, rumah Soegihartono,
rumah Djahidin maupun di aula SMP Laki-laki.
Dengan
sistem gethok tular atau dari mulut
ke mulut, secara lisan undangan disebar-luaskan, yang akhirnya pada minggu kedua
bulan Desember 1945 dengan mengambil tempat di rumah Soeprapto di jalan
Pesayangan Purwokerto diadakanlah pertemuan antara perintis Pasukan Pelajar
IMAM, anggota Pasukan Pelajar IMAM yang baru kembali dari daerah pertempuran
dengan para pelajar yang berniat untuk masuk menjadi anggota Pasukan Pelajar
IMAM yang dihadiri oleh sekitar 35 orang.
Adapun hasil dari pertemuan tersebut
antara lain:
1. Mengukuhkan
kembali wadah perjuangan bagi para pelajar yang berniat untuk ikut berjuang
menegakkan kemerdekaan RI;
2. Wadah
tersebut adalah tetap Pasukan Pelajar Indonesia Merdeka Atau Mati atau yang
disingkat dengan Pasukan Pelajar IMAM;
3. Memantapkan
tujuan organisasi untuk tetap ikut mempertahankan kemerdekaan di bawah naungan
panji TKR/TNI, tanpa mengikuti politik atau aliran/paham tertentu;
4. Menetapkan
tanda gambar dengan cap yang bulat dengan kata-kata PEMOEDA IMAM.
POERWOKERTO di sisinya, dan kepala banteng merunduk/menyeruduk di tengahnya.
Dengan
dirubahnya nama organisasi Pasukan Pelajar IMAM menjadi PEMOEDA IMAM.
POERWOKERTO atau PASUKAN IMAM, maka semakin terbukalah keanggotaannya, dalam
arti tidak terbatas pada kaum pelajar, yang pada umumnya anak dari pegawai
negeri saja, tapi para pemuda baik anak petani maupun anak pedagang, dapat menjadi
anggotanya. Hal ini ditetapkan dalam rapat paripurna pada hari Kamis tanggal 20
Desember 1945 dengan mengambil tempat di gedung Yosodarmo dan dihadiri oleh
sekitar 60 orang anggotanya. Dengan demikian tanggal 20 Desember 1945 ditetapkan
dan diakui sebagai Hari Jadi PEMOEDA IMAM. POERWOKERTO.
Pertempuran
Pertempuran-pertempuran yang dialami
oleh Pasukan IMAM antara lain adalah:
1. Palagan Ambarawa: September – November
1945
a. Satu
pasukan IMAM (Sidharta, Soewarso, Soedarto dan kawan-kawan) ikut Batalyon Imam
Adrongi Divisi V TKR menggempur Sekutu di Magelang. Setelah musuh mundur ke
Ambarara, Pasukan IMAM ikut menggempur musuh di Ambarawa.
b. Tanggal
26 September 1945, sewaktu serah terima komandan Divisi V TKR dari Mayor Imam
Adrongi ke Letkol. Isdiman di desa Kelurahan Ambarawa Selatan, Letkol Isdiman
dan Soetoyo (anggota Pasukan IMAM) gugur karena serangan udara.
2. Palagan Semarang Barat: Desember 1945
– Februari 1946
a. Pada
tanggal 1 Januari 1946 Pasukan IMAM Seksi I atau Angkatan I di bawah pimpinan
Djahidin menyatu dengan TKR menjadi satu seksi dengan kompi Warsito (Batalyon Purwokerto)
dari sektor barat menyerang merebut lapangan terbang Kalibanteng atau bandara
A. Yani (sekarang). Namun serangan tersebut gagal, dan dua orang anggota
pasukan kita gugur.
b. Pada
tanggal 15 Januari 1946 Pasukan IMAM Seksi II atau Angkatan II di bawah
pimpinan Riyanto masuk ke Resiman Kendal dengan komandan Letkol Hendropranoto
beberapa kali bertempur melawan patroli Belanda/Inggris di desa Mangkang,
Cangkringan dan sebagainya.
c. Seperti
halnya Seksi II, pada tanggal 15 Februari 1946 Seksi III (Angkatan III) di
bawah pimpinan Sidharta menyatu dengan salah satu seksi dari Batalyon Sumyuh
(Mayor Soenjono) bertempur dengan patrol-patroli musuh (Belanda/Inggris).
3. Palagan Jakarta Tenggara: Juni – Juli
1946
Satu
regu Pasukan IMAM ikut batalyon Banyumas pimpinan Mayor Mochamad Wais
beroperasi di sekitar Cibinong – Citeureup – Cileungsi.
a. Pertempuran
di sekitar desa Sawahbesar (timur Cibinong) gugur 11 (sebelas) orang prajurit
dan gugur juga Kastaf Letnan Irawan.
b. Menyerang
Cileungsi oleh Batalyon Wais. Pertempuran dalam kota Cileungsi mulai pukul
04.00 pagi sampai pukul 09.00.
4. Palagan Bandung Timur: Agustus –
September 1946
Satu
seksi Pasukan IMAM pimpinan SAT Hartojo ikut Batalyon Brotosiswojo Resimen
Cilacap bertugas di sebelah timur Ujungberung desa Gedebage.
5. Pertempuran Prompong: 8 Agustus 1947
Pada
pagi hari itu diawali dengan gempuran meriam yang dipandu oleh pesawat capung,
disusul tembakan brent dari kejauhan. Itu adalah pembukaan yang biasa terjadi
dalam awal pertempuran, tetapi apa yang menyusul kemudian, sungguh di luar
dugaan. Sebelum itu,
Belanda selalu mengandalkan keunggulan peralatan seperti tank dan Panser.
Tetapi dalam pertempuran Prompong mereka datang dengan merayap dan
menyelinap, tanpa sekalipun mengeluarkan tembakan. Hal ini sangat
mengejutkan pasukan yang dipimpin oleh Mohammad Besar. Pasukan mereka nyaris
terjebak. Keadaan dan situasi yang mendadak inipun harus dihadapi.
Akhirnya pertempuran jarak dekatpun terjadi dengan sengit di tengah ladang
jagung milik penduduk. Karena kalah jumlah dan kalah persenjataan
akhirnya pasukan IMAM pun perlahan lahan mengundurkan diri sambil
membawa jenazah korban yang akhirnya diketahui bahwa Mohammad besar dan
Soeparto gugur.
Sumber Informasi
http://bayu-bije69.blogspot.com Sejarah Pasukan IMAM
http://eyang-nardi.blogspot.com/2013/04/riyanto-pahlawan-tak-dikenal.html
http://id-id.facebook.com/Tentara Pelajar/Foto
Monumen Pertempuran Prompong di Desa Kutasari Kes. Baturaden
Makam Riyanto di TPU Kel. Pabuwaran Purwokerto Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar