Sabtu, 14 September 2013

PEMINDAHAN IBUKOTA REPUBLIK INDONESIA

Konon sepulang dari Kazakstan Bapak Presiden mewacanakan Pemindahan Ibukota. Salah satu tempat yang pernah di gagas menjadi Ibukota pada jaman dulu konon adalah Kota Purwokerto. Namun sebenarnya berita itu bukan barang baru, Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pertengahan bulan Mei 2011 saya pernah mencoba menanggapinya.
PURWOKERTO (KAB. BANYUMAS) SEBAGAI CALON IBUKOTA RI
Oleh: Sunardi

Beberapa waktu yang lalu Bupati Banyumas, Mardjoko memberitakan bahwa baru saja mendapat informasi dari Pusat bahwa Purwokerto merupakan peringkat ke 5 sebagai alternatif calon lokasi pindahnya Ibukota RI. Berita tersebut sebetulnya sudah lama beredar di masyarakat dengan berbagai tanggapan, baik yang serius maupun dengan guyonan khas wong Banyumas, baik pro maupun kontranya.
Bupati Mardjoko belum memberikan keputusan setuju dan tidaknya sebelum berembug dengan DPRD Kabupaten Banyumas. Mestinya bukan hanya DPRD Kabupaten Banyumas saja yang diajak berembug, tapi Pemerintah kabupaten sekitar yang tergabung dalam Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap dan Kebumen) maupun Kabupaten Brebes dan Tegal khususnya maupun pemerintah Provinsi Jawa Tengah umumnya, perlu diajak berbicara, karena daerah-daerah itulah yang sekecil apapun kelak akan mendapat dampak baik positif maupun negatifnya.
Kiranya pemilihan alternatif lokasi pemindahan Ibukota RI ke Purwokerto bukannya tidak beralasan, jelas melalui suatu pengamatan dan analisis yang obyektif rasional, sehingga ditemukan untung dan ruginya baik bagi Pusat maunpun Daerah.
Dari aspek sosial budaya bahwa budaya masyarakat Banyumas mempunyai berbagai kekhasan yang sudah banyak dikenal di luar Banyumas adalah bahasa yang khas yakni logat Banyumas-an, makanan khas (medhoan, kripik, nopia, gethuk goreng), pakaian batik dengan corak Banyumasan, situs peninggalan pra sejarah dan benda cagar budaya yang tersebar hampir di seluruh wilayah.
Dalam aspek sosial politik, sudah lama masyarakat Banyumas dikenal sebagai benteng pertahanan Pancasila, hampir setiap penyusunan kabinet, ada tokoh dari Banyumas yang masuk dalam jajaran menteri, suasana politik di daerah yang sejuk kondusif, yang ditandai dengan tidak adanya huru-hara sejak tahun 1981.
Dalam bidang pendidikan, diketahui bahwa di wilayah Kabupaten Banyumas khususnya di kota Purwokerto dan sekitarnya terdapat tidak kurang dari 20 Perguruan TInggi baik Negeri (PTN) maupun Swasta (PTS), dengan para akademisi yang telah berkiprah tidak hanya di lingkup lokat tapi telah menyumbangkan karya dan pemikirannya baik tingkat nasional maupun internasional.
Secara sosial-ekonomi terdapat kesenjangan yang relatif besar atara kawasan perkotaan dan kawasan perdesan. Di kawasan perkotaan pendapatan per kapita dapat mencapai lebih dari Rp. 6 juta per tahun, dengan laju pertumbuhan dapat mencapai 5,5% per tahun. Di kawasan perdesaan pedapatan per kapita sekitar Rp. 3 juta dengan laju pertumbuhan sekitar 2,5% per tahun.
Tidak kalah pentingnya bahwa di Purwokerto terdapat tidak kurang dari 20 cabang dan perwakilan bank baik bank pemerintah maupun swasta. Data di Bank Indonesia Purwokerto hingga Juni 2007 menyebutkan, jumlah bank di wilayah BI Purwokerto, untuk bank umum ada 35 kantor cabang, 44 cabang pembantu, 30 kantor kas, dan 126 BRI Unit, yang jelas sampai sekarang sudah jauh meningkat jumlahnya.
Secara fisik wilayah Kabupaten Banyumas relatif baik. Konon tidak berada di jalur lempeng penimbul gempa bumi. Daerah banjir rutin berada di bagian selatan wilayah Kecamatan: Tambak, Sumpiuh dan Kemranjen. Banjir lokal justru berada di kawasan perkotaan kota Purwokerto. Suhu udara relatif lebih sejuk dibandingkan dengan kota-kota pantai.
Secara geografis letak wilayah Kabupaten Banyumas yang beribukota di Purwokerto, sangatlah strategis. Wilayah Kabupaten Banyumas berada di titik pertemuan jalur regional selatan – selatan (Yogyakarta – Bandung) dan penghubung utara – selatan (Tegal – Cilacap). Titik pertemuan kedua jalur regional tersebut berada di kota Ibukota Kecamatan Wangon, yang terletak sekitar 30 Km dari bandara Tunggulwulung (Cilacap) dan sekitar 30 Km dari kota Purwokerto. Jalur jalan kereta api (double track) dari Jakarta – Cirebon – Yogyakarta – Surabaya maupun sebaliknya melewati Stasiun Besar KA Purwokerto.
Berangkat dari hal-hal sebagaimana tergambar di atas, secara pribadi saya kurang setuju Purwokerto sebagai Ibukota RI. Biarkan kota Purwokerto sebagai kota wisata pendidikan dan kota wisata belanja. Bila dipaksakan, akan terlalu besar biaya yang ditanggung masyarakat untuk mempersiapkan penataan kembali kota Purwokerto yang layak sebagai Ibukota Negara.
Hal yang paling baik adalah kota Pemerintahan dibangun dengan membangun kota Wangon (dan sekitarnya). Dengan pembangunan kota Wangon sebagai kota Ibukota Negara, pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan ekonomi di bagian barat daya wilayah Kab. Banyumas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperkecil kesenjangan income per kapita antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan yang selama ini terjadi dan seolah diabaikan oleh pemerintah.
Banyumas ibaratnya Bali, seperti Tampaksiring, istana Presiden dibangun di Kawasan Cipendok  dan jalan dari Pekuncen ke Baturaden lewat Cipendok ditingkatkan, sebagai penarik pertumbuhan pembangunan, Baturaden dijadikan Nusadua-nya Banyumas. merealisasi gagasan BATDC tahun 1990an.

Purwokerto, 15 Mei 2011



2 komentar:

  1. artikel yang menarik eyang....

    salam http://dindik.bms.web.id/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa iya si lah mas Mufid .. makasih wis mampir ya mas ....

      Hapus