Rama Tambak,
lambang kemandirian bangsa/negara
Diakui oleh berbagai kalangan, khususnya para budayawan (nasional
maupun internasional), bahwa wayang
merupakan budaya bernilai tinggi (adhiluhung) bagi masyarakat Jawa
khususnya dan Indonesia pada umumnya. Di dalam pewayangan ceritera (lakon)
merupakan bayangan dari kehidupan berbangsa, dan bernegara. Karenanya oleh
penguasa (pada jamannya), wayang dipergunakan
sebagai suatu media komunikasi yang efektif, untuk memberikan informasi,
pesan dan ajaran positip dalam kehidupan masyarakat. Walaupun sekarang wayang
hidup dan berkembang, namun nilai ajaran luhur dalam suatu lakon pakeliran
telah luntur, dan bergeser ke
arah/tujuan: hiburan, komersial, dan basa-basi (pelestarian budaya).
Nilai-nilai lambang ajaran/pendidikan, tinggal dalam angan-angan ki dalang, dan
dalam litaratur hasil penelitian yang tersimpan di luar negeri.
Dalam Ramayana dikenal tokoh-tokoh yang amat terkenal antara lain:
Prabu Dasamuka atau Rahwana (dari Alengka, yang angkara murka), Kumbakarna dan
Sarpa-kenaka (adik-adik Rahwana yang amat setia membela negara dan bangsa),
Gunawan Wibisana (adik Rahwana yang membelot ke musuh negara), Prabu Ramawijaya
dari Ayodya; Dewi Sinta (istri Prabu Rama, yang cantik dan amat setia), Anoman
(sebagai duta, sekaligus senapati setia Prabu Rama) yang banyak berjasa dengan
pengorbanannya.
Konon pada suatu hari Prabu Rama berburu bersama istri dan
adiknya. Dengan tipu muslihat Rahwana, dalam upaya memenuhi keinginan istrinya
(berupa kijang kencana), Rama dan adiknya meninggalkan Sinta sendiri di tengah
hutan. Pada saat itulah Rahwana dapat menculik Sinta puteri idaman hatinya.
Dalam kepanikannya itu muncul Anoman, yang bersedia Prabu Rama untuk mencari
tahu Dewi Sinta berada, dan berjanji untuk membawa Dewi Sinta pulang ke Ayodya.
Melalui kesaktian dan kesombongannya, Anoman menyangupi untuk dapat
menyelesai-kan tugas sebelum matahari terbenam.
Dengan kecerdasan otaknya, dan keahlian strateginya Anoman
berupaya mengatasi berbagai permasalahan (ancaman, gangguan, hambatan, dan
tantangan) yang dihadapinya dalam menjalankan tugas sebagai duta Rama itu.
Langkah pertama, melalui "pendekatan" kepada penguasa, yang mengatur
jalannya matahari (Bhatara Surya yang konon masih famili Anoman) untuk
memperlambat atau bila perlu menghentikan (sementara) jalannya waktu peredaran
matahari. Melalui rekayasa Batara Surya permintaan Anoman dikabulkan. Dapat
dibayangkan penderitaan rakyat sebagai dampak negatip yang ditimbulkan dengan
lambatan perputaran matahari itu.
Singkat ceritera, Anoman berhasil menemukan lokasi kerajaan
Alengka, yaitu negara di seberang lautan. Anoman juga berhasil bertemu Dewi
Sinta di taman kaputren. Cincin Prabu Rama diserahkan sebagai tanda duta
terpercaya, dan meminta tusuk konde
Sinta sebagai tanda telah sampai, dan bertemu Sinta. Tanpa memperhatikan
penderitaan rakyat Alengka yang tidak berdosa sambil pulang ke Ayodya Anoman
memporak-porandakan taman Soka di kaputren Alengka, membumihanguskan kerajaan
Alengka.
Keberhasilan pertemuannya dengan Dewi Sinta tersebut dilaporkan
kepada Prabu Rama, dengan menyerahkan tusuk konde Dewi Sinta. Dari analisis
terhadap laporan Anoman, Prabu Rama memutuskan untuk segera menyerbu Alengka.
Agar dapat mencapai seberang lautan maka
diperlu-kan adanya upaya membendung (nambak) laut sebagai jalan untuk lewat
para prajurit pasukan Rama. Karenanya episode ini disebut Lakon Rama Tambak.
Melalui kekuasaan Anoman, Prabu Rama mengerahkan beribu-ribu
prajurit kera untuk menambak laut, sebagai proyek padat karya. Konon proyek
tersebut sukses berkat manunggaling kawula lan gusti (bersatunya antra rakyat
dan pimpinan). Namun di balik kesuksesan tersebut, konon banyak pula kera
sebagai korban pelaksanaan mega proyek tersebut. Banyak pula binatang air
(kepiting, ikan, buaya dan lain-lain) yang terganggu habitatnya, sehingga
mensabot proyek itu. Oleh Anoman mereka tidak dipindah tetapi dibinasakan.
Kasihan. Setelah bendung siap, maka Prabu Rama mulai menyerang Alengka.
Ajaran Ramayana
masih relevan pada masa sekarang
Rama Tambak dalam dunia pewayangan merupakan awal dari perang
antar bangsa/ negara dengan pengorbanan sangat besar dari rakyat yang tak
berdosa, terutama rakyat Alengka. Dalam perang besar antara Ayodya dengan
Alengka inilah terlihat pula perang batin dalam diri pribadi para tokoh, dengan
kepentingan masing-masing. Rahwana dengan egonya yang amat besar. Rama haknya
yang dirampas. Kumbakarna dan Sarpakenaka adiknya, berperang melawan prajurit
Rama bukan karena membantu Rahwana (kakaknya), tetapi demi membela bangsa dan
negaranya yang diinjak-injak kemerdekaannya. Jiwa patriot Kumbakarna besar.
Banyak prajurit Rama yang mati karena kesaktian Kumbakarna dan Sarpakenaka.
Gunawan Wibisana, adik Rahwana yang tidak senang akan peri laku kakaknya itu
membelot ke Ramawijaya dan memberitahukan kelemahan-kelemahan rahasia kedua
kakaknya. Anoman sebagai seorang senapati yang penuh tanggung jawab kepada
atasannya. Beribu-ribu ekor kera sebagai prajurit Prabu Rama dikerahkan, dan
terbunuh sebagai tumbal perang besar.
Dari lakon Rama tambak khususnya dan ceritera Ramayana pada
umumnya, dapat dipetik pelajaran bahwa:
a) Dalam membangun suatu proyek raksasa (termasuk pembangunan
bangsa) diperlukan adanya kesamaan persepsi dan aspirasi antara warga masyarakat
dan pemimpinnya atau manunggaling kawula lan gusti, sehingga terjalin
kemandirian sebagai bangsa.
b) Nepotisme dan kolusi (seperti terjadi antara Anoman dan Betara
Surya) tetap diperboleh-kan, namun hanya sekedar dora sembada atau suatu
kebijaksanaan demi kelancaran tujuan pembangunan.
c) Karena ambisi/kepentingan pribadi penguasa, dapat bulkan
malapetaka bagi rakyat yang tidak berdosa.
Seperti pada umumnya, pengakhiran ceritera klasik ialah: becik
ketitik ala ketara. Salah seleh. Artinya bahwa semua perbuatan benar pasti
baik, dan yang salah harus dihilangkan. Hal tersebut tidak berlaku bagi
ceritera Ramayana. Episode terakhir serial Ramayana adalah lakon Sinta obong
atau ceritera Api suci. Setelah perang selesai Prbu Ramawijaya memboyong
istrinya kembali ke Ayodya. Namun karena lamanya berpisah, Rama meragukan
kesucian dan kesetiaan Dewi Sinta. Karenanya Dewi Sinta membakar diri, sebagai
bukti bahwa dirinya masih suci dan tetap setia kepada suaminya.
Mempelajari akhir ceritera Ramayana justru timbul pertanyaan
mengapa oleh pujangga Jawa masih menghidupkan Anoman dan Rahwana. Rama dan Dewi
Sinta hanya menitis ke tokoh ceritera Mahabarata. Rama menitis ke Arjuina, dan
Sinta menitis ke Sembadra, sedang Anoman terus hidup sebagai pandita, musuh
bebuyutan Rahwana. Dari hal-hal tersebut dapat diasumsikan bahwa menurut
pemikiran pujangga Jawa:
a) Seorang pemimpin, yang mementingkan kepentingan dirinya dan
keluarga/istri (dilam-bangkan dengan berburu bersama adik dan istrinya)
bukanlah tipe pemimpin yang ideal. Demikian pula Dewi Sinta yang minta
ditangkapkan kijang kencana, melambangkan seorang istri pejabat yang suka
mementingkan kebutuhan (kijang/kendaraan dan emas lambang kekayaan/perhiasan)
bagi dirinya bukanlah tipe ideal seorang istri pejabat. Namun perlu diingatkan
bahwa sifat-sifat semacam itu akan dapat menurun/menitis kepada siapa saja dan
kapan saja.
Sementara ini anggapan masyarakat Rama-Sinta merupakan pasangan
yang serasi (secara fisik/lahiriah). Secara batiniah hubungan antara Rama-Sinta
belum pernah bahagia/sejahtera (pengantin baru terus berpisah untuk
selama-lamanya). Hal tersebut adalah suatu yang telah terbiasa di masyarakat.
Yang terlihat atau diperhatikan terlebih dahulu adalah ujud lahiriah.
b) Masih tetap hidupnya Rahwana, memberikan pelajaran bahwa sampai
kapanpun, masih tetap akan ada sebagian penguasa yang bersifat angkara murka,
adigang adigung adiguna seperti sifat Rahwana. Dengan mengandalkan kekuatan,
kekuasaan, kesaktian, kekayaan dan sebagainya, berupaya untuk mengabaikan hak
orang lain. Egois. Serakah. Aji mumpung, kata orang Jawa. Penyakit itu akan
datang secara bersamaan dengan datangnya: kekuasaan, kekuatan, kesaktian,
maupun kekayaan itu sendiri. Untuk itu perlu eling (sadar), dan waspada.
c) Anoman memperlambangkan tiga unsur yang menyatu dalam satu
kesatuan yang utuh dan bulat. Ketiga unsur tesebut yaitu: pemuda (anom berarti
muda), prajurit/senapati pandita sebagai lambang dunia cendekiawan/ilmiah.
Hanya dengan penyatuan ketiga unsur tersebut secara terpadu, maka sifat angkara
murka pejabat/penguasa dapat dikalahkan. Karena itulah ketiga unsur tersebut
dituntut untuk peka terhadap keadaan yang terjadi di masyarakat, sehingga
mengetahui aspirasi masyarakat.
d) Gunawan Wibisana melambangkan pemuda pembelot atas
kebijaksanaan penguasa yang dinilainya menyalah-gunakan kekuasaan untuk
kepentingan pribadi. Reformasi di Indonesia digulirkan dan diperjuangkan oleh
generasi muda, khususnya para mahasiswa menuntut hukum ditegakkan, menghapus
KKN yang hanya mementingkan penguasa.
Ajaran-ajaran dalam ceritera Ramayana atau keadaaan seperti
tersebut di atas kiranya masih ada dan tetap berlaku atau dijalankan pada masa
sekarang dan masa-masa yang akan datang.
Purwokerto, Mei 2001
Penulis adalah pencinta wayang,
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar