Sabtu, 28 September 2013

DI BALIK PAKELIRAN RAMA TAMBAK




Rama Tambak, lambang kemandirian bangsa/negara
Diakui oleh berbagai kalangan, khususnya para budayawan (nasional maupun internasional), bahwa wayang  merupakan budaya bernilai tinggi (adhiluhung) bagi masyarakat Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Di dalam pewayangan ceritera (lakon) merupakan bayangan dari kehidupan berbangsa, dan bernegara. Karenanya oleh penguasa (pada jamannya), wayang dipergunakan  sebagai suatu media komunikasi yang efektif, untuk memberikan informasi, pesan dan ajaran positip dalam kehidupan masyarakat. Walaupun sekarang wayang hidup dan berkembang, namun nilai ajaran luhur dalam suatu lakon pakeliran telah luntur, dan  bergeser ke arah/tujuan: hiburan, komersial, dan basa-basi (pelestarian budaya). Nilai-nilai lambang ajaran/pendidikan, tinggal dalam angan-angan ki dalang, dan dalam litaratur hasil penelitian yang tersimpan di luar negeri.
Dalam Ramayana dikenal tokoh-tokoh yang amat terkenal antara lain: Prabu Dasamuka atau Rahwana (dari Alengka, yang angkara murka), Kumbakarna dan Sarpa-kenaka (adik-adik Rahwana yang amat setia membela negara dan bangsa), Gunawan Wibisana (adik Rahwana yang membelot ke musuh negara), Prabu Ramawijaya dari Ayodya; Dewi Sinta (istri Prabu Rama, yang cantik dan amat setia), Anoman (sebagai duta, sekaligus senapati setia Prabu Rama) yang banyak berjasa dengan pengorbanannya.
Konon pada suatu hari Prabu Rama berburu bersama istri dan adiknya. Dengan tipu muslihat Rahwana, dalam upaya memenuhi keinginan istrinya (berupa kijang kencana), Rama dan adiknya meninggalkan Sinta sendiri di tengah hutan. Pada saat itulah Rahwana dapat menculik Sinta puteri idaman hatinya. Dalam kepanikannya itu muncul Anoman, yang bersedia Prabu Rama untuk mencari tahu Dewi Sinta berada, dan berjanji untuk membawa Dewi Sinta pulang ke Ayodya. Melalui kesaktian dan kesombongannya, Anoman menyangupi untuk dapat menyelesai-kan tugas sebelum matahari terbenam.
Dengan kecerdasan otaknya, dan keahlian strateginya Anoman berupaya mengatasi berbagai permasalahan (ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan) yang dihadapinya dalam menjalankan tugas sebagai duta Rama itu. Langkah pertama, melalui "pendekatan" kepada penguasa, yang mengatur jalannya matahari (Bhatara Surya yang konon masih famili Anoman) untuk memperlambat atau bila perlu menghentikan (sementara) jalannya waktu peredaran matahari. Melalui rekayasa Batara Surya permintaan Anoman dikabulkan. Dapat dibayangkan penderitaan rakyat sebagai dampak negatip yang ditimbulkan dengan lambatan perputaran matahari itu.
Singkat ceritera, Anoman berhasil menemukan lokasi kerajaan Alengka, yaitu negara di seberang lautan. Anoman juga berhasil bertemu Dewi Sinta di taman kaputren. Cincin Prabu Rama diserahkan sebagai tanda duta terpercaya, dan meminta tusuk  konde Sinta sebagai tanda telah sampai, dan bertemu Sinta. Tanpa memperhatikan penderitaan rakyat Alengka yang tidak berdosa sambil pulang ke Ayodya Anoman memporak-porandakan taman Soka di kaputren Alengka, membumihanguskan kerajaan Alengka.
Keberhasilan pertemuannya dengan Dewi Sinta tersebut dilaporkan kepada Prabu Rama, dengan menyerahkan tusuk konde Dewi Sinta. Dari analisis terhadap laporan Anoman, Prabu Rama memutuskan untuk segera menyerbu Alengka. Agar  dapat mencapai seberang lautan maka diperlu-kan adanya upaya membendung (nambak) laut sebagai jalan untuk lewat para prajurit pasukan Rama. Karenanya episode ini disebut Lakon Rama Tambak.
Melalui kekuasaan Anoman, Prabu Rama mengerahkan beribu-ribu prajurit kera untuk menambak laut, sebagai proyek padat karya. Konon proyek tersebut sukses berkat manunggaling kawula lan gusti (bersatunya antra rakyat dan pimpinan). Namun di balik kesuksesan tersebut, konon banyak pula kera sebagai korban pelaksanaan mega proyek tersebut. Banyak pula binatang air (kepiting, ikan, buaya dan lain-lain) yang terganggu habitatnya, sehingga mensabot proyek itu. Oleh Anoman mereka tidak dipindah tetapi dibinasakan. Kasihan. Setelah bendung siap, maka Prabu Rama mulai menyerang Alengka.
Ajaran Ramayana masih relevan pada masa sekarang
Rama Tambak dalam dunia pewayangan merupakan awal dari perang antar bangsa/ negara dengan pengorbanan sangat besar dari rakyat yang tak berdosa, terutama rakyat Alengka. Dalam perang besar antara Ayodya dengan Alengka inilah terlihat pula perang batin dalam diri pribadi para tokoh, dengan kepentingan masing-masing. Rahwana dengan egonya yang amat besar. Rama haknya yang dirampas. Kumbakarna dan Sarpakenaka adiknya, berperang melawan prajurit Rama bukan karena membantu Rahwana (kakaknya), tetapi demi membela bangsa dan negaranya yang diinjak-injak kemerdekaannya. Jiwa patriot Kumbakarna besar. Banyak prajurit Rama yang mati karena kesaktian Kumbakarna dan Sarpakenaka. Gunawan Wibisana, adik Rahwana yang tidak senang akan peri laku kakaknya itu membelot ke Ramawijaya dan memberitahukan kelemahan-kelemahan rahasia kedua kakaknya. Anoman sebagai seorang senapati yang penuh tanggung jawab kepada atasannya. Beribu-ribu ekor kera sebagai prajurit Prabu Rama dikerahkan, dan terbunuh sebagai tumbal perang besar.
Dari lakon Rama tambak khususnya dan ceritera Ramayana pada umumnya, dapat dipetik pelajaran bahwa:
a) Dalam membangun suatu proyek raksasa (termasuk pembangunan bangsa) diperlukan adanya kesamaan persepsi dan aspirasi antara warga masyarakat dan pemimpinnya atau manunggaling kawula lan gusti, sehingga terjalin kemandirian sebagai bangsa.
b) Nepotisme dan kolusi (seperti terjadi antara Anoman dan Betara Surya) tetap diperboleh-kan, namun hanya sekedar dora sembada atau suatu kebijaksanaan demi kelancaran tujuan pembangunan.
c) Karena ambisi/kepentingan pribadi penguasa, dapat bulkan malapetaka bagi rakyat yang tidak berdosa.
Seperti pada umumnya, pengakhiran ceritera klasik ialah: becik ketitik ala ketara. Salah seleh. Artinya bahwa semua perbuatan benar pasti baik, dan yang salah harus dihilangkan. Hal tersebut tidak berlaku bagi ceritera Ramayana. Episode terakhir serial Ramayana adalah lakon Sinta obong atau ceritera Api suci. Setelah perang selesai Prbu Ramawijaya memboyong istrinya kembali ke Ayodya. Namun karena lamanya berpisah, Rama meragukan kesucian dan kesetiaan Dewi Sinta. Karenanya Dewi Sinta membakar diri, sebagai bukti bahwa dirinya masih suci dan tetap setia kepada suaminya.
Mempelajari akhir ceritera Ramayana justru timbul pertanyaan mengapa oleh pujangga Jawa masih menghidupkan Anoman dan Rahwana. Rama dan Dewi Sinta hanya menitis ke tokoh ceritera Mahabarata. Rama menitis ke Arjuina, dan Sinta menitis ke Sembadra, sedang Anoman terus hidup sebagai pandita, musuh bebuyutan Rahwana. Dari hal-hal tersebut dapat diasumsikan bahwa menurut pemikiran pujangga Jawa:
a) Seorang pemimpin, yang mementingkan kepentingan dirinya dan keluarga/istri (dilam-bangkan dengan berburu bersama adik dan istrinya) bukanlah tipe pemimpin yang ideal. Demikian pula Dewi Sinta yang minta ditangkapkan kijang kencana, melambangkan seorang istri pejabat yang suka mementingkan kebutuhan (kijang/kendaraan dan emas lambang kekayaan/perhiasan) bagi dirinya bukanlah tipe ideal seorang istri pejabat. Namun perlu diingatkan bahwa sifat-sifat semacam itu akan dapat menurun/menitis kepada siapa saja dan kapan saja.
Sementara ini anggapan masyarakat Rama-Sinta merupakan pasangan yang serasi (secara fisik/lahiriah). Secara batiniah hubungan antara Rama-Sinta belum pernah bahagia/sejahtera (pengantin baru terus berpisah untuk selama-lamanya). Hal tersebut adalah suatu yang telah terbiasa di masyarakat. Yang terlihat atau diperhatikan terlebih dahulu adalah ujud lahiriah.
b) Masih tetap hidupnya Rahwana, memberikan pelajaran bahwa sampai kapanpun, masih tetap akan ada sebagian penguasa yang bersifat angkara murka, adigang adigung adiguna seperti sifat Rahwana. Dengan mengandalkan kekuatan, kekuasaan, kesaktian, kekayaan dan sebagainya, berupaya untuk mengabaikan hak orang lain. Egois. Serakah. Aji mumpung, kata orang Jawa. Penyakit itu akan datang secara bersamaan dengan datangnya: kekuasaan, kekuatan, kesaktian, maupun kekayaan itu sendiri. Untuk itu perlu eling (sadar), dan waspada.
c) Anoman memperlambangkan tiga unsur yang menyatu dalam satu kesatuan yang utuh dan bulat. Ketiga unsur tesebut yaitu: pemuda (anom berarti muda), prajurit/senapati pandita sebagai lambang dunia cendekiawan/ilmiah. Hanya dengan penyatuan ketiga unsur tersebut secara terpadu, maka sifat angkara murka pejabat/penguasa dapat dikalahkan. Karena itulah ketiga unsur tersebut dituntut untuk peka terhadap keadaan yang terjadi di masyarakat, sehingga mengetahui aspirasi masyarakat.
d) Gunawan Wibisana melambangkan pemuda pembelot atas kebijaksanaan penguasa yang dinilainya menyalah-gunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Reformasi di Indonesia digulirkan dan diperjuangkan oleh generasi muda, khususnya para mahasiswa menuntut hukum ditegakkan, menghapus KKN yang hanya mementingkan penguasa.
Ajaran-ajaran dalam ceritera Ramayana atau keadaaan seperti tersebut di atas kiranya masih ada dan tetap berlaku atau dijalankan pada masa sekarang dan masa-masa yang akan datang.

Purwokerto,  Mei 2001
Penulis adalah pencinta wayang,
Radar Banyumas, Sabtu 19 Mei dan Senin 21 Mei 2001
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar