Banjir lokal yang
beberapa kali terjadi di kawasan Purwokerto saat curah hujan tinggi, dipicu
karena sistem drainase (saluran air) yang buruk. Perubahan peruntukan lahan di Purwokerto,
dari kawasan lahan pertanian menjadi kawasan perumahan membuat air hujan tidak
dapat meresap dan tersalurkan dengan baik. Pasalnya sistem pembuangan air yang
seringkali digunakan oleh pengembang justru menggunakan saluran irigasi yang
difungsikan memasok air ke sawah.
Pengamat tata ruang kota, Sunardi atau yang akrab disapa Eyang Nardi, menyatakan dengan
pembuangan air yang masih bersifat irigasi maka ukuran drainase makin kehilir
justru makin makin mengecil padahal semestinya untuk pemukiman justru
sebaliknya, ukuran makin kehilir justru makin membesar. Akibatnya, saat curah
hujan tinggi usaha pengurangan dan daya serap air mengalami masalah karena
saluran irigasi justru bersifat menambahkan atau mengalirkan air ke lahan
pertanian. Sistem drainase yang buruk inilah, ditambah curah hujan yang tinggi,
menjadi wajar kalau banjir justru terjadi di kawasan perumahan.
"Dari persoalan semacam itu,
wajar kemudian kalau terjadi
banjir," ujar Nardi saat ditemui Banyumas Ekspres di kediamannya, Minggu
(25/1).
Akar persoalan ini, dikatakan
Nardi, karena kurangnya pengawasan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas
terhadap pengembang. Mestinya kontrol sudah dilakukan sejak gambaran
perencanaan perubahan peruntukan lahan sampai pengawasan lapangan secara ketat.
Padahal usaha-usaha mendirikan bangunan secara kolektif dan sistem drainase
idealnya, secara regulasi sudah diatur atau mesti sesuai dengan Rencana Detail
Tata Ruang Kota (RDTRK). Menurut Nardi, semestinya pemkab tidak perlu ragu
bertindak tegas jika ada pengembang yang menyalahi izin dan peruntukan wilayah.
"Dulu sewaktu kecil gak
diatur. Sekarang sudah menjamur ya kerepotan jadinya. Padahal perkembangan kota
bisa diprediksi dengan melihat ciri pertambahan populasi, tren pembangunan,
daya dukung lingkungan. Misalnya begini, kita proyeksikan beberapa tahun ke
depan perkantoran, pusat perbelanjaan semakin menjamur. Kawasan-kawasan baru
itu justru lebih rendah daya serap airnya ketimbang pemukiman. Pandangan dan
prediksi terhadap perubahan kota itu, sejak awal harus disertai dengan
antisipasi pada sistem drainase agar banjir lokal tak semakin menjadi,"
tegas Nardi.
Untuk mengurai benang kusut
persoalan drainase ini, Nardi menyatakan ada beberapa aspek yang perlu
dioptimalkan. Mengingat pengembangan pemukiman akan terus meluas dengan
pertambahan populasi, maka Pemkab Banyumas perlu pro aktif melakukan edukasi
perawatan lingkungan. Pasalnya, pemukiman yang makin juga semakin meningkatkan
limbah rumah tangga. Padahal faktanya, sistem pembuangan air limbah atau sampah
dapur tak ada sehingga sebagian limbah rumah tangga dibuang ke drainase.
Sedang, di segi birokrasi, pemetaan permasalahan kawasan-kawasan yang
berpotensi banjir mesti segera dilakukan dan segera dicarikan solusi.
"Populasi, birokrasi,
lingkungan dan tekhnologi itu tidak dapat dipisahkan. Untuk antisipasi banjir
saja, menyoal perkotaan memang kompleks. Bupati harus bisa menjadi koordinator
yang baik. Ambil saja contoh begini, pengembang pakai saluran irigasi, petugas
SKPD terkait sebenarnya tahu tapi tak melaporkan karena ada main dengan
pengembang. Atasan juga menerima laporan saja, tanpa disetai turun lapangan,
karena yang penting beres. Sedang masyarakat di pemukiman itu lalu membuang
sampah sembarangan. Ya sudah, potensi banjir jadi tinggi. Terus yang
disalahkan, kesadaran masyarakat membuang sampah," urai Nardi.
Menyangkut solusi, ia
menyarankan, perlunya emerintah mendesak para pengembang untuk membuat sumur
resapan secara kolektif untuk menampung air hujan. Pasalnya dengan sumur
resapan, akan mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air.
Hal ini setidaknya memperkecil kemungkinan terjadinya banjir, karena air dapat
memiliki waktu tinggal lebih lama di permukaan tanah sehingga sedikit demi
sedikit aiar dapat meresap ke dalam tanah.
"Ini saya kira solusi
tekhnis," ujar Nardi.
Sedangkan secara strategis,
mumpung saat ini RDTRK Purwokerto sedang dikonsep oleh DPRD Banyumas untuk 20
tahun ke depan, Nardi mengharapkan pemetaan masalah mesti dijadikan dasar untuk mematangkan data, analisa dan rencana. Untuk memetakan maslah ini keterlibatan
masyarakat perlu diikutsertakan baik dari pengusaha, akademisi, juga elelmen
masyarakat yang lain. Pemkab juga mesti lebih tegas pada izizn bangunan yang
dibrikan yaitu harus sesuai RDTRK dan zonasi wilayah.
"Berindak tegas jika ada
bangunan yang menyalahi izin peruntukan wilayah, seperti yang nantinya tertang
dalam RDTRK wajin dilakukan. Karena dari situlah dasar proyeksi Purwokerto ke
depan. Banjir lokal secara tekhnis lebih mudah ditangani, asal sektor drainase
direncanakan matang," tutup Nardi. (ziz)
Banyumas Ekspres, Senin
Kliwon 26 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar