Sabtu, 14 Februari 2015

Raperda RDTRK Banyak Kejanggalan



PURWOKERTO, SATELITPOST-
Pembahasan Raperda Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) mendapat sorotan tajam koalisi masyarakat pemerhati Purwokerto. Bertempat di kediaman pengamat perkotaan Ir Sunardi MT, Jumat (6/11) malam. Koalisi ini menilai, Raperda RDTRK sudah seharusnya dihentikan pembahasannya oleh Pansus di DPRD.
“Dari dokumen yang saya peroleh banyak kejanggalan yang ditemukan dari Raperda RDTRK. Di antaranya adalah data yang berbeda mengenai luasan tanah yang akan dipakai di dalam naskah tersebut. Masa ada tiga data yang tidak sama,” ujar Sunardi yang sering dipanggil dengan sebutan Eyang Nardi.
Menurut Eyang Nardi, sudah seharusnya Pansus RDTRK juga mempertimbangkan untuk mengundang partisipasi masyarakat memberi masukan seluas-luasnya. Jadi public hearing di gedung DPRD jangan hanya mengundang para pemilik modal, pengembang, dan investor.
“Masyarakat pemerhati sosial perkotaan, akademisi, budayawan, NGO juga perlu dimintai pendapatnya. Di naskah Raperda harus ada data, analisa, kesimpulan terlebih dahulu. Tidak ujug-ujug seperti ini,” katanya.
Jadi apabila didalam proses pembahasan Raperda dan nantinya  menjadi Perda RDTRK ditemukan permasalahan maka pejabat yang mengeluarkan izin bisa dikenakan sanksi baik administratif maupun pidana sesuai undang-undang yang berlaku.
“Dalam dokumen yang ada tentang Raperda RDTRK seharusnya juga menjelaskan bahwa basic tata ruang adalah manusia itu sendiri. Untuk menentukan arah pembangunan 20 tahun kedepan perlu dipertimbangkan kondisi demografi di Purwokerto. Termasuk prediksi jumlah penduduk di kawasan perkotaan dalam 20 tahun ke depan,” ujar Eyang Nardi.
Sementara itu Sosiolog dari FISIP Unsoed, Arizal Mutakhir menilai Raperda RDTRK yang tengah digodok oleh legislatif dan eksekutif saat ini tidak mencerminkan keperpihakan kepada masyarakat luas. Namun cenderung lebih menguntungkan pada pihak-pihak tertentu yang nantinya bisa mengakses manfaat ekonomi atas pengesahan Raperda RDTRK.
“Mau jadi apa manusia Purwokerto dalam 20 tahun ke depan apabila tidak ikut dimasukkan dalam arah pembangunan kawasan perkotaan. Apa mau jadi sampah di kemudian hari karena tidak bisa menikmati dampak dari kebijakan pemerintah melalui pengesahan Raperda RDTRK,” kata kandidat doktor UGM ini.
Politisi dari PDIP, Febrian Nugroho juga menilai Raperda RDTRK ini seakan-akan seperti kejar tayang untuk segera disahkan menjadi Perda. Tentu saja pertanyaannya siapa yang berkepentingan, apakah eksekutif melalui dinas terkait, atau legislatif, atau juga investor dan para pemilik modal yang sudah membeli lahan-lahan di perkotaan.
“RDTRK untuk 20 tahun ke depan kok seperti dipertaruhkan dengan ide membikin Central Business Distric (CBD) karena ada investor yang mau membangun fasilitas ibadah di lahan tersebut,” ujar Wakil Sekretaris DPC PDIP Banyumas.
Budayawan Banyumas Bambang Wadoro, yang ikut urun rembug dalam diskusi juga mengingatkan siapapun di Banyumas ini untuk selalu meresapi kata-kata bijak, “Melik Nggendong Lali.”
Kata-kata bijak itu dalam kamus berarti “Melik: 1) ingin, keinginan 2) memiliki; Nggendong: menggendong; Lali: lupa. “Keinginan (berlebihan, nafsu), membawa (sifat) lupa”. Menunjukkan, bahwa nafsu yang berlebihan (nafsu kaya, berpangkat, punya jabatan), menyebabkan orang lupa diri.
“Sehingga kalau kita tidak mempengaruhi orang lain agar eling misalnya eksekutif dan legislatif untuk jangan melikan, kita juga ikut keliru,” ujar pria lebih dikenal dengan sebutan Kang Bador ini. (yon/pan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar