PURWOKERTO,
SATELITPOST-
Pembahasan
Raperda Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) mendapat sorotan tajam koalisi
masyarakat pemerhati Purwokerto. Bertempat di kediaman pengamat perkotaan Ir
Sunardi MT, Jumat (6/11) malam. Koalisi ini menilai, Raperda RDTRK sudah
seharusnya dihentikan pembahasannya oleh Pansus di DPRD.
“Dari dokumen
yang saya peroleh banyak kejanggalan yang ditemukan dari Raperda RDTRK. Di
antaranya adalah data yang berbeda mengenai luasan tanah yang akan dipakai di
dalam naskah tersebut. Masa ada tiga data yang tidak sama,” ujar Sunardi yang
sering dipanggil dengan sebutan Eyang Nardi.
Menurut Eyang
Nardi, sudah seharusnya Pansus RDTRK juga mempertimbangkan untuk mengundang partisipasi
masyarakat memberi masukan seluas-luasnya. Jadi public hearing di
gedung DPRD jangan hanya mengundang para pemilik modal, pengembang, dan
investor.
“Masyarakat
pemerhati sosial perkotaan, akademisi, budayawan, NGO juga perlu dimintai
pendapatnya. Di naskah Raperda harus ada data, analisa, kesimpulan terlebih
dahulu. Tidak ujug-ujug seperti ini,” katanya.
Jadi apabila
didalam proses pembahasan Raperda dan nantinya menjadi Perda RDTRK
ditemukan permasalahan maka pejabat yang mengeluarkan izin bisa dikenakan
sanksi baik administratif maupun pidana sesuai undang-undang yang berlaku.
“Dalam dokumen
yang ada tentang Raperda RDTRK seharusnya juga menjelaskan bahwa basic
tata ruang adalah manusia itu sendiri. Untuk menentukan arah pembangunan 20
tahun kedepan perlu dipertimbangkan kondisi demografi di Purwokerto. Termasuk
prediksi jumlah penduduk di kawasan perkotaan dalam 20 tahun ke depan,” ujar
Eyang Nardi.
Sementara itu
Sosiolog dari FISIP Unsoed, Arizal Mutakhir menilai Raperda RDTRK yang tengah
digodok oleh legislatif dan eksekutif saat ini tidak mencerminkan keperpihakan
kepada masyarakat luas. Namun cenderung lebih menguntungkan pada pihak-pihak
tertentu yang nantinya bisa mengakses manfaat ekonomi atas pengesahan Raperda
RDTRK.
“Mau jadi apa
manusia Purwokerto dalam 20 tahun ke depan apabila tidak ikut dimasukkan dalam
arah pembangunan kawasan perkotaan. Apa mau jadi sampah di kemudian hari karena
tidak bisa menikmati dampak dari kebijakan pemerintah melalui pengesahan
Raperda RDTRK,” kata kandidat doktor UGM ini.
Politisi dari
PDIP, Febrian Nugroho juga menilai Raperda RDTRK ini seakan-akan seperti kejar
tayang untuk segera disahkan menjadi Perda. Tentu saja pertanyaannya siapa yang
berkepentingan, apakah eksekutif melalui dinas terkait, atau legislatif, atau
juga investor dan para pemilik modal yang sudah membeli lahan-lahan di
perkotaan.
“RDTRK untuk 20
tahun ke depan kok seperti dipertaruhkan dengan ide membikin Central
Business Distric (CBD) karena ada investor yang mau membangun fasilitas
ibadah di lahan tersebut,” ujar Wakil Sekretaris DPC PDIP Banyumas.
Budayawan
Banyumas Bambang Wadoro, yang ikut urun rembug dalam diskusi juga mengingatkan
siapapun di Banyumas ini untuk selalu meresapi kata-kata bijak, “Melik
Nggendong Lali.”
Kata-kata bijak
itu dalam kamus berarti “Melik: 1) ingin, keinginan 2) memiliki; Nggendong:
menggendong; Lali: lupa. “Keinginan (berlebihan, nafsu), membawa
(sifat) lupa”. Menunjukkan, bahwa nafsu yang berlebihan (nafsu kaya,
berpangkat, punya jabatan), menyebabkan orang lupa diri.
“Sehingga kalau
kita tidak mempengaruhi orang lain agar eling misalnya eksekutif dan legislatif
untuk jangan melikan, kita juga ikut keliru,” ujar pria lebih dikenal
dengan sebutan Kang Bador ini. (yon/pan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar