Klaim Mendoan Jangan Terulang
PURWOKERTO-
Masyarakat meminta agar produk-produk khas Banyumas, termasuk mendoan
tidak lagi diklaim oleh perorangan. Pemkab Banyumas seharusnya
melindungi produk-produk khas tersebut.
Pemerhati
Budaya Banyumas, Sunardi mengemukakan, pemerintah daerah ke depan harus
semakin aktif agar produkproduk khas Banyumas yang memiliki unsur
budaya tidak dimiliki oleh perorangan. Sebab, produk makanan khas ini
milik masyarakat.
“Nilai-nilai khas Banyumas harus dilindungi. Apalagi secara teori, unsur budaya adalah makanan,” terangnya, kemarin.
Dia
menambahkan, makanan khas mendoan harus masuk perlindungan cagar budaya
karena sudah ada sejak zaman penjajahan dan berlangsung secara turun
temurun tanpa tahu siapa yang kali pertama memulainya. “Sayangnya cagar
budaya yang terdapat dalam peraturan daerah tidak merangkum makanan
karena pemikiran cagar budaya masih sempit. Padahal, makanan masuk dalam
klasifikasi benda konkrit,” terangnya.
Selain
itu, Sunardi juga menyayangkan hak merek mendoan yang telah dimiliki
secara perorangan. “Mendoan sudah menjadi budaya masyarakat Banyumas.
Sebelum pengusaha yang mendaftarkan merek dagang mendoan belum lahir
saja di Banyumas sudah ada mendoan,” ujarnya.
Dia
mengemukakan, seharusnya tim Kemenhumham melakukan cek dan ricek ke
lokasi, sehingga dapat mengetahui secara langsung keberadaan makanan
khas ini.
“Seharusnya diselidiki lebih dulu
sebelum mengeluarkan hak merek dagang, karena mendoan merupakan makanan
khas Banyumas,” ujarnya.
Ketua perajin tempe di
Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Sumarman mengemukakan kurang sepakat
mendoan yang dijadikan sebagai hak merek dagang, karena mendoan dimiliki
oleh masyarakat Banyumas. “Kami harap pemerintah daerah harus mekain
aktif menjaga produk makanan khas agar tidak dimiliki secara
perorangan,” katanya.
Sentra Tempe Di
Banyumas, sentra industri tempe terdapat di Desa Pliken dan Karangnanas.
Di Desa Pliken, terdapat 568 perajin tempe dengan volume produksi
setiap hari sekitar 20 ton. Adapun bahan baku kedelai yang digunakan 13
ton per hari. Kedelai yang diproduksi menjadi tempe dikemas dengan daun
pisang dan plastik.
Tempe tersebut dipasarkan
ke pasar-pasar tradisional yang tersebar di wilayah eks Karesidenan
Banyumas, serta toko-toko oleh-oleh makanan khas Banyumas di
Purwokerto.
Perajin tempe Desa Pliken, Tusinah
(54) mengemukakan, meskipun mendoan yang telah menjadi hak merek
perorangan ini belum memberi dampak negatif terhadap penjualan tempe di
pasar tradisional, perajin mengaku khawatif ke depannya dapat merugikan
perajin itu sendiri yang telah lama menjadi perajin tempe.
“Memang
saat ini penjualan tempe tidak terpengaruh karena kami telah memiliki
pasar, tapi sayang sekali kalau mendoan telah menjadi hak merek
perorangan,” terangnya. (H60-45)
(Disalin dari Suara Medeka, edisi Suara Banyumas Jum'at Wage 6 November 2015 hal. 17)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar