Jumat, 06 November 2015

Mendoan Makanan khas Banyumas

Klaim Mendoan Jangan Terulang

PURWOKERTO- Masyarakat meminta agar produk-produk khas Banyumas, termasuk mendoan tidak lagi diklaim oleh perorangan. Pemkab Banyumas seharusnya melindungi produk-produk khas tersebut. 
Pemerhati Budaya Banyumas, Sunardi mengemukakan, pemerintah daerah ke depan harus semakin aktif agar produkproduk khas Banyumas yang memiliki unsur budaya tidak dimiliki oleh perorangan. Sebab, produk makanan khas ini milik masyarakat. 
“Nilai-nilai khas Banyumas harus dilindungi. Apalagi secara teori, unsur budaya adalah makanan,” terangnya, kemarin. 
Dia menambahkan, makanan khas mendoan harus masuk perlindungan cagar budaya karena sudah ada sejak zaman penjajahan dan berlangsung secara turun temurun tanpa tahu siapa yang kali pertama memulainya. “Sayangnya cagar budaya yang terdapat dalam peraturan daerah tidak merangkum makanan karena pemikiran cagar budaya masih sempit. Padahal, makanan masuk dalam klasifikasi benda konkrit,” terangnya. 
Selain itu, Sunardi juga menyayangkan hak merek mendoan yang telah dimiliki secara perorangan. “Mendoan sudah menjadi budaya masyarakat Banyumas. Sebelum pengusaha yang mendaftarkan merek dagang mendoan belum lahir saja di Banyumas sudah ada mendoan,” ujarnya. 
Dia mengemukakan, seharusnya tim Kemenhumham melakukan cek dan ricek ke lokasi, sehingga dapat mengetahui secara langsung keberadaan makanan khas ini.
“Seharusnya diselidiki lebih dulu sebelum mengeluarkan hak merek dagang, karena mendoan merupakan makanan khas Banyumas,” ujarnya.
Ketua perajin tempe di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Sumarman mengemukakan kurang sepakat mendoan yang dijadikan sebagai hak merek dagang, karena mendoan dimiliki oleh masyarakat Banyumas. “Kami harap pemerintah daerah harus mekain aktif menjaga produk makanan khas agar tidak dimiliki secara perorangan,” katanya. 
Sentra Tempe Di Banyumas, sentra industri tempe terdapat di Desa Pliken dan Karangnanas. Di Desa Pliken, terdapat 568 perajin tempe dengan volume produksi setiap hari sekitar 20 ton. Adapun bahan baku kedelai yang digunakan 13 ton per hari. Kedelai yang diproduksi menjadi tempe dikemas dengan daun pisang dan plastik. 
Tempe tersebut dipasarkan ke pasar-pasar tradisional yang tersebar di wilayah eks Karesidenan Banyumas, serta toko-toko oleh-oleh makanan khas Banyumas di Purwokerto. 
Perajin tempe Desa Pliken, Tusinah (54) mengemukakan, meskipun mendoan yang telah menjadi hak merek perorangan ini belum memberi dampak negatif terhadap penjualan tempe di pasar tradisional, perajin mengaku khawatif ke depannya dapat merugikan perajin itu sendiri yang telah lama menjadi perajin tempe. 
“Memang saat ini penjualan tempe tidak terpengaruh karena kami telah memiliki pasar, tapi sayang sekali kalau mendoan telah menjadi hak merek perorangan,” terangnya. (H60-45)
(Disalin dari Suara Medeka, edisi Suara Banyumas Jum'at Wage 6 November 2015 hal. 17)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar