Rabu, 05 Juni 2013

TROTOAR KOTA PURWOKERTO



Trotoar 

Hampir semua kota di dunia, baik besar maupun kecil, memiliki suatu area khusus di tepi jalan raya yang diperuntukkan bagi para pejalan kaki. Lazimnya, area tersebut agak lebih tinggi dari permukaan jalan. Kemungkinan dimaksudkan demi keamanan para pejalan kaki agar kendaraan yang melintas di jalan tidak mudah menyimpang dari jalurnya menuju area tersebut.
Tak jarang sejumlah pohon atau pot besar berisi tanaman sengaja dibiarkan menghuni sepersekian dari lebar area dengan tujuan untuk memperindah suasana atau memberi sedikit keteduhan di tengah kegersangan hutan beton kota. Tempat-tempat sampah pun diletakkan di beberapa titik lokasi demi menghindari berserakannya sampah dari orang-orang yang melintas, meskipun upaya itu kerapkali hampir bisa dikatakan percuma di kota-kota yang kesadaran masyarakatnya rendah perihal kebersihan.
Area khusus pejalan kaki itu dinamakan sidewalk di negara Amerika Serikat. Kalau di Inggris, orang-orangnya lebih suka menyebutnya sebagai pavement. Di Perancis, istilah yang dipakai adalah trotoir. Mungkin dari kata inilah istilah trotoar dalam bahasa Indonesia muncul untuk menyebut wilayahnya para pejalan kaki di tepi jalan.
Selain itu, di Indonesia ada istilah lain yang dikenakan kepada trotoar, yaitu kaki lima. Istilah ini berasal dari sistem metrik di Amerika Serikat yang menggunakan ukuran foot (feet-plural) yang diterjemahkan sebagai “kaki,” yaitu ukuran sekitar 30,48 cm. Dalam hal ini, jarak lebar trotoar pada umumnya sepanjang lima kaki, walaupun tidak semua trotoar menggunakan itu sebagai standar. Ukuran lima kaki ini entah bagaimana kemudian disebut-sebut sebagai kaki lima hingga kini.
Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 131 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain”. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa dalam pembangunan jalur jalan, pemerintah wajib menyediakan jalur trotoar yang khusus dimanfaatkan oleh para Pejalan Kaki. Adapun yang dimaksud Pejalan Kaki adalah termasuk pengguna kursi roda.
Dalam hal lebar trotoar, dalam Petunjuk Perencanaan Trotoar No. 007/T/BNKT/1990 Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan kota telah menetapkan: Lebar Minimum Trotoar Menurut Penggunaan Lahan Sekitarnya sebagai berikut:

No.
Penggunaan lahan di sekitarnya
Lebar minimum (m)
1.
Perumahan
1,50
2.
Perkantoran
2,00
3.
Industri
2,00
4.
Sekolah
2,00
5.
Terminal/Stop Bus
2,00
6.
Pertokoan/Perbelanjaan
2,00
7.
Jembatan/Terowongan
1,00

Walau sudah ada ketentuan perundang-undangan yang menetapkan demikian, namun dalam kenyataan di lapangan hal itu jarang dapat terlaksana dengan baik. Trotoar telah banyak beralih fungsi dari yang semestinya. Trotoar tidak lagi bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk tempat berjalan. Atau kalau pun masih bisa, tetap saja perlu kewaspadaan ekstra dari orang-orang yang melangkah di atasnya.
Tidak sedikit trotoar yang dipakai secara seenaknya oleh para pedagang sehingga menghasilkan istilah pedagang kaki lima. Mulai dari yang berjualan rokok dengan gerobaknya, sepatu, pakaian, sampai warung tenda yang menjajakan makanan sehingga menelan lebih dari separuh atau bahkan seluruh lebar trotoar yang tersedia. Selain itu, tukang tambal ban juga seringkali menyalahgunakan gratisnya trotoar untuk tempat usaha mereka. Tak ketinggalan pula tukang parkir yang mengantongi uang setiap hari dari hasil parkir kendaraan bermotor di trotoar, sementara para pejalan kaki harus rela menyingkir ke tepi jalan raya seraya merasa cemas kalau-kalau terserempet kendaraan.
Kalaupun trotoarnya tidak disalahgunakan sebagai tempat mencari penghasilan, para pejalan kaki tetap harus waspada tatkala berjalan di trotoar. Karena ketika kemacetan terjadi di jalan raya, para pengendara sepeda motor kerap memanfaatkan trotoar sebagai jalan pintas untuk keluar dari jebakan macet. Apalagi kalau trotoarnya tergolong sempit, makin harus mengalahlah para pejalan kaki yang cuma bermodalkan sepasang kaki ini menghadapi roda-roda yang berputar cepat.

Trotoar di Purwokerto

Secara umum kondisi trotoar di Purwokerto sangat memprihatinkan. Trotoar yang dari fungsinya untuk melayani para pejalan kaki dan pengguna kursi roda sangat tidak manusiawi. Kenyamanan para pejalan kaki dan pengguna kursi roda tidak diperhatikan sama sekali. Trotoar sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem jaringan jalur jalan raya keberadaannya hanya sekedar formalitas. Pemarintah Kabupaten Banyumas lebih mementingkan jalur jalan untuk kendaraan atau dengan kata lain lebih mementingkan para pemilik dan pengguna kendaraan khususnya kendaraan bermotor dari pada para pejalan kaki yang pada umumnya golongan menengah ke bawah.
Seperti halnya di kota lain, fungsi trotoar di kota Purwokerto lebih di dominasi sebagai tempat usaha atau pelayanan tempat usaha dari pada untuk pejalan kaki dan/atau pengguna kursi roda, Kondisi demikian telah berjalan lama dan tidak ada upaya sama sekali dari Pemerintah Kabupaten untuk mengembalikan fungsi trotoar sebagaimana mestinya. Banyak titik-titik tertentu dengan kondisi rusak yang dibiarkan tanpa ada usaha perbaikan secepatnya.
Bahkan pada trotoar yang relative baru pembangunannya, seperti di jalur jalan Jend, Soedirman, jalan Jend, Gatot Soebroto dan jalur jalan dr, Angka trotoar dibangun tanpa memperhatikan ketentuan dalam Petunjuk Perencanaan Trotoar No. 007/T/BNKT/1990 Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Di jalur jalan dr. Angka terdapat trotoar dengan lebar kurang dari 50 cm. Hal ini jelas tidak manusiawi, karena untuk jalan kaki satu orang pun terasa tidak nyaman sama sekali. Dan akan lebih tidak nyaman lagi bagi pengguna kursi roda, karena eklain lebar yang tidak memenuhi syarat (kurang dari 60 cm) di beberapa tempat terdapat kemiringan trotoar yang relatif besar.
Pada trotoar pembangunan baru permasalahan yang ada adalah selain lebar trotoar belum memenuhi standar, juga ujung trotoar yang buntu atau lantai ujung trotoar yang tidak landai. Hal ini jelas tidak dapat dipergunakanoleh pengguna kursi roda. Di banyak titik, perlengkapan jalan seperti tiang jaringan listrik, tiang lampu penrangan jalan, tiang jaringan telpon, pot pohon perindang dengan ukuran yang relatif besar, sering terletak berdekatan sehingga sangat menggagu para pengguna jalur trotoar tersebut.

Purwokerto, awal Juni 2013






2 komentar:

  1. Demikianlah keadaan di kota2... masing2 dinas ataupun instansi baik plat merah ataupun plat hitam memiliki kepentingan yg katanya paling penting, sehingga menganggap tidak penting terhadap pemilik hak utamanya..

    BalasHapus