Minggu, 01 Maret 2015

ITU CUMA ASAL-ASALAN



Wawancara Khusus: Ir. Sunardi, M.T.
Oleh: Triana Widawati
  

Ir. Sunardi, MT.
Purwokerto di tengah tumbuh subur pembangunannya ternyata menyisakan beragam persoalan. Kota kecil yang dikelilingi oleh sawah-sawah ini akan digantikan gedung-gedung menjulang menghiasi pusat kotanya. Yang terbaru dari pembangunan kota ini, sedang dilakukan mega proyek supermall yang berada tepat di depan alun-alun kota Purwokerto. Bangunan ini akan menjadi landmark baru Purwokerto mengalahkan pendopo yang berada persis dihadapannya.
Kebudayaan yang telah lama dipercaya bahwa tidak dibolehkannya bangunan yang ketinggiannya melebihi pendopo pun telah diabaikan. Selain Rita Supermall, kedepannya Purwokerto akan dihiasi oleh bangunan-bangunan megah simbol kota perekonomian modern. Pemerintah lewat wacana pemekaran kota Purwokerto, nampaknya telah memberi lampu hijau untuk para investor menanamkan modalnya di kota satria ini.

Banyak yang mengomentari perilahal wacana pemekaran ini. Ketakutan akan kenyaman dan nilai budaya yang hilang akibat perubahan sosial yang terjadi di masa depan. Serta soal kemacetan, kebersihan, penduduk, dan pedagang kecil, menjadi PR besar pemerintah yang harus dituntas secara adil dan tepat sasaran. Sunardi atau yang lebih akrab dipanggil Eyang Nardi, ikut berkomentar pembangunan di Purwokerto. Menurutnya, rencana pembangunan di Purwokerto masih belum matang. Eyang Nardi yang memiliki pengetahuan di bidang rancangan pembangunan kota, dalam wawancara khusus kali ini ia banyak mengomentari pembangunan di Purwokerto dan prediksinya tentang nasib Purwokerto beberapa tahun kedepan.

Bagaimana Tanggapan Eyang Melihat Pembangunan di Purwokerto Saat Ini?
Eyang Nardi: Sebetulnya kalo orang membangun kota itu tidak seperti kita masang lukisan atau menata perabotan di rumah, kalo sudah bosen kita geser pindah. Bangun kota kan mestinya monumental, kalo bisa jadi cagar budaya. Tapi yang kaya gitu tidak terpikirkan dari pihak pejabatnya. Apalagi kebijakan bupati satu dengan bupati lain kan kadang beda. Jadi sebagai contohnya, yang namanya supermall rita di alun-alun itu kan ada perda tahun 2001 yang mengatur tentang ketinggian bangunan. Tapi waktu kepemimpinannya Mardjoko dibuatkan perbup untuk memperbolehkan bangunan yang lebih tinggi lagi. Akhirnya di situ pada prinsipnya belum memenuhi syarat karena perdanya belum diganti, tapi justru ada peraturan bupati yang menganulir perdanya itu sehingga pembangunan diijinkan.
Lalu yang namanya tata ruang kota mestinya itu setiap 5 tahun dievaluasi, ada penyimpangan apa tidak. Kalo penyimpangan masih kecil itu boleh dilakukan. Tapi kalo penyimpangan agak besar misalnya 30% itu yang diperbaiki. Tapi kalo penyimpangan sudah mencapai 50% secara total direvisi perdanya. Sayangnya perda ini dari dulu tidak pernah direvisi, padahal kita tahu bahwa banyak penyimpangan.

Apakah Perda RDTRK Purwokerto yang ini pernah di evaluasi?
Eyang Nardi: Perda RDTRK kota Purwokerto itu mulai tahun 2002 mestinya 5 tahun dievaluasi, tapi tidak pernah ada evaluasi. Terakhir 2008 memang ada keinginan untuk merevisi, tapi nggak jadi. Dan aturan terakhir kemarin mau ada revisi, sesungguhnya aturannya itu kacau. Direvisi, tapi sayang direvisinya untuk kepentingan.

Kepentingan Seperti Apa?
Eyang Nardi: Kepentingan ya misalnya yaitu Rita Supermall yang tidak memenuhi syarat, terus dibuat peraturan bupati untuk mengatur ketinggiannya. Tapi kan itu nggak bener. Untuk kasus yang terkahir ini, mestinya kalo kita mengusulkan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah itu harus dilalui dengan naskah akademik, sebagai pertanggungjawaban pola pemikiran. Tapi karena ketidaktahuan dari pihak legislatif, begitu diajukan, yang dibahas langsung perdanya, nggak membahas naskah akademik. Kalo kita lihat naskah akademiknya terus terang saja kacau. Naskah itu belum bisa menjawab semua yang berkaitan dengan Purwokerto. 

Berarti Tata Ruang Purwokerto Bisa Dikatakan Kacau?
Eyang Nardi: Ya pada prinsipnya sebenarnya kacau. Soale gini loh, kadang-kadang konsultan berpegang pada teori barat. Yang terus terang aja saya kurang sependapat. Karena sifat budayanya berbeda. Dan kita kotanya itu bukan kota bangun dari nol.  Kalo di Amerika, bangun kota itu dari nol. Kita kan kotanya kota campuran. Kota nasi rames. Jadi kita tuh harus hati-hati. Yang namanya Penzoningan, saya tuh ngga pernah pake Penzoningan (red: pemisahan berbagai kawasan seperti kawasan perdagangan, pendidikan, dan pemukiman. Sesuai dengan fungsi dan karakteristiknya), kecuali rumah sakit dan industry yang memang berbahaya untuk penduduk. Itu kan pola membangun kota yang dari nol. Kalo kita kan ngga bisa seperti itu. Karena kota kita kan kota tumbuh, sejak awal disini memang sudah ada pemukiman perkotaan.

Apa Dampaknnya Jika Pembangunannya Salah?
Eyang Nardi: Ya nanti akan muncul permasalahan yang lebih parah. Baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Dan permasalahan-permasalahan itu nanti semakin berkembang. Daerah kemacetan akan semakin banyak, dan akan semakin banyak kecelakaan. Termasuk banjir juga akan semakin sering melanda wilayah Purwokerto. Perdagangan juga kaya gitu. Kalau lingkungan dalam kota cukup dengan pasar. Kalau Moro itu untuk orang luar kota. Itu harusnya dipisah. Sekarang campur aduk nggak karuan.
Sampe yang kemarin toko modern itu kan bukan pelayanan lokal. Yang kaya gitu mbok ya jangan ditempatkan di pusat kota. Jadinya orang luar kota tidak masuk ke dalam kota. Kalo banyak orang luar yang ke pusat kota akan memungkinkan terjadinya kemacetan, kemacetan akan memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Untuk pelayanan yang sifatnya regional, mbok ya dipasang di pinggiran kota lah. Itu bisa diatasi melalui perda RDTRK. Jalur ini jalur regional untuk pelayanan regional. Mulai dari perkantoran, rumah sakit, pendidikan, dan lain-lain. Jadinya di dalam kota itu tenang. Tidak terlalu bising, tidak terlalu padet lalu lintasnya. Tapi ya mereka nggak mau. Maunya di pusat kota.
Akibatnya masyarakat kita tersisihkan tidak bisa menikmati pembangunan. Yang di pusat kota itu untuk pelayanan orang kaya. Hotel lah, supermarket lah. Yang wong-wong cilik itu butuhnya warung mesti mlayu ming ndi Wong PKL yang ada di sekitar Moro aja nggak boleh.

Berkaitan dengan Dampak Sosial. Bagaimana Perubahan Sosial Masyarakat Akibat Dari Pembangunan Ini?
Eyang: Kita membahas bagaimana seharusnya perilaku masyarakat. Jadi kan gini di dalam kita berbicara masalah penduduk, kita tidak hanya merumuskan secara kuantitas, berapa jumlah penduduk sekarang. Tapi juga komposisi menurut umur sampai detailnya, kita juga harus tahu. Ada kegiatan olahraga, dan semacamnya itu memang harus dibahas juga. Sebenernya unsur kota itu ada wisma, karya, marga, suka, penyempurna.
  1. Wisma itu daerah pemukiman. Pemukiman itu kan terdiri dari bermacam-macam kelas, karena tergantung tingkatan ekonomi masyarakat. Cuma mau ditempatkan dimana, kan bisa dihitung dari jumlah penduduk.
  2. Karya itu profesi. Kaitannya profesi menampung bermacam-macam pekerjaan. Baik yang sifatnya penduduk lokal maupun penduduk pendatang. Penduduk kota itu ada 2 macam: malam dan siang, lokal dan pendatang. Yang sering dihitung pasti penduduk malam. Penduduk siang itu nggak dihitung. Padahal pada siang hari itu orang-orang bekerja juga membutuhkan air. Tapi pemerintah nggak menghitung sampe situ. Akibatnya air ledeng tidak memenuhi kebutuhan. Demikian juga untuk lalu lintasnya. Kalo malam tah iya sepi, tapi kalo siang? Padatnya bukan main, itu karena penduduk tidak terhitung.
  3. Marga itu transportasi/ jalan, ini bagaikan urat nadi. Jalan ini yang mengalirkan segala kebutuhan hidup. Kalo tidak ada jalan, kegiatan masyarakat terhenti. Makanya di jalan itu yang rawan kemacetan, rawan kecelakaan harus ditiadakan. Ada kendaraannya macem-macem, harus detail semua untuk kota Purwokerto. Jumlah mobil berapa, jumlah sepeda berapa, jumlah motor berapa, nah itu semua untuk mengukur kebutuhan jalan. Kalo tidak dihitung antisipasi pertambahan kendaraan dengan jaringan jalan, ya akan terjadi kemacetan.
  4. Suka itu adalah kegiatan sosial. Bukan untuk mencari makan bukan. Tapi tempat olahraga, hiburan, nonton musik, nonton sepak bola, kumpul-kumpul, itu kan kegiatan sosial. Dibuatkan taman-taman yang nyaman tapi jangan sampe diarahkan untuk berbuat ke arah mesum. Nanti kan ada aturannya, misalnya di atas jam 7 malem nggak boleh masih ada di taman, lampu taman juga harus terang. Kegiatan-kegiatan seperti itu harus kita perhitungkan. Sehingga muncul ada taman, ada lapangan, ada gedung pertemuan. Termasuk juga pemakaman, itu juga kebutuhan sosial, kita juga harus mempersiapkan. Kalo ngga dipersiapkan mau gimana coba? Mau dibuang di kali?
  5. Penyempurna. Penyempurna itu fasilitas layanan sosial dan pelayanan umum. Ada air bersih, ada drainase, listrik, ada Ruang Terbuka Hijau (RTH), telpon. Lah sekarang sulit sekali menghitung telpon, kalo dulu gampang.
Yang namanya kota itu harus bisa mengakomodir itu semua.

Apakah Purwokerto Membutuhkan Tempat-Tempat Semacam Mall atau Toko Modern, Hotel Mewah dan Sejenisnya?
Eyang: Ya, sebetulnya butuh. Karena mall, hotel bukan untuk melayani masyarakat kota Purwokerto saja, tapi membawahi Kebumen, Cilacap, Bumiayu, Purbalingga, Banjarnegara. Jadi memang lebih untuk melayani mereka.
Masalahnya itu tempatnya. Karena bikin tempat untuk kegiatan nasional masa di tempatkan di alun-alun. Seharusnya jangan ditempatkan di tempat cagar budaya. Masyarakat sekitar pada prinsipnya tidak setuju dengan adanya bangunan itu. Karena ada getaran-getaran, ngrusak gendeng apa gelem ndandani rita? Mestinya kebutuhannya itu bisa dihitung. Saya takutnya kan kemacetan lalu lintas di sekitar alun-alun itu.

Apa Solusinya Untuk Mengatasi Persoalan Pembangunan Ini?
Eyang: Untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi atau yang akan terjadi, harusnya dikasih 3 program. Yaitu Program jangka Pendek 5 tahun pertama, Jangka menengah, dan Jangka panjang.
Sebagai contohlah, kemacetan di Jalan Jenderal Soedirman, kan ada jalan yang belok ke sawangan , mestinya itu dicantumkan dulu di dalam RDTRK. Mungkin nggak untuk mengatasi kemacetan di daerah palma dengan menambah jalur itu tadi. Saya kira kan ngga. 
Lalu, bicara tentang banjir Purwokerto. Banjir Purwokerto itu kan banjir lokal. Ini masalah sistem drainase yg nggak bener. Bagaimana sistem drainase di depan. Mestinya ada datanya. Kan ada program jangka pendek-jangka panjang. Mestinya drainase itu kan yang dibenerin dari bagian atasnya dulu baru turun kebawah. Sekarang tidak, dibenerinnya loncat di tiap-tiap lokal. Ya, sama aja bohong.
Misalnya di daerah pabuaran didandani, tapi buangan dari pabuaran kemana dibiarkan, aliran air mau dibuang kemana ngga mereka pikirkan. Ya akhire di bawah di perumahan itu banjir. Mestinya dalam menata ruang itu harus dipikirkan bener-bener. Jangan asal-asalan lah. Harus bener-bener ada analisis yang mendalam. Asal-asalan ya iya cuma asal aja tapi tidak dipertanggungjawabkan. Karena perda itu menyebutkan bahwa perda itu harus ada naskah akademiknya. Tapi yaudah ngga menjawab pertanyaan. Jadinya itu cuma asal-asalan, asal ada.

Perencanaan Kota Yang Baik itu Seperti Apa?
Eyang: Saya katakan kota kita itu kota two in one. Ada formal dan informal. Misalnya kalau ada kantor-kantor (formal) maka di depannya ada PKL atau warung (informal), ada toko-toko besar di pinggirannya ada PKL, di kampus yang formal di dalamnya ada kantin, misalnya tempat olahraga GOR Satria itu kan sektor formal terus orang-orang parkir pake jasa tukang parkir, ini informal. PKL itu jangan dianaktirikan lah. Sejak dulu PKL itu tidak pernah dipikirkan. Tapi mumpung masih bisa, dipersiapkan saja. Dipersiapkan penempatannya bagaimana.
Apalagi pusat sudah menetapkan Purwokerto ini sebagai pusat kegiatan nasional. Kita kan ada unsoed. Mahasiswa unsoed datangnya dari mana? Bukan hanya dari Banyumas aja kan, yang di tempat saya itu banyakan orang Jawa Barat orang Jakarta.
Kalo saya senengnya membedakan fungsi kota itu ada dua yaitu, fungsi sekunder: untuk daerah sekitarnya dan luar. Fungsi primer: untuk melayani masyarakat kota itu.
Ini mestinya dipisah. Sekarang misalnya untuk kebutuhan pendidikan. Untuk kota itu kebutuhannya mulai dari paud, sampe SMA/K. Tapi perguruan tinggi itu bukan kebutuhan kota. Itu kebutuhan kota dan kebutuhan nasional kan. Nah jadi unsoed itu pelayanan primer, paud sampe SMA/K itu sekunder.

Kira-Kira ke Depannya Kota Ini Bakal Seperti Apa dan Harapan Eyang Untuk Purwokerto ini Apa?
Eyang Nardi: kalo RTDRK seperti itu saya punya keyakinan Purwokerto akan semakin parah. Tidak mengidentifikasi masalah dan tidak merencanakan bagaimana solusinya. Kan ada ahlinya sendiri-sendiri. Kalau mau bangun kota itu ya tidak bisa borongan. Purwokerto termasuk perkembangannya pesat. Harapannya simple, jangan asal-asalan lah.

Di-copy dari cahunsoed.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar