Wawancara Khusus: Ir. Sunardi, M.T.
Oleh: Triana Widawati
|
|
Ir. Sunardi, MT.
Purwokerto di tengah tumbuh subur pembangunannya ternyata
menyisakan beragam persoalan. Kota kecil yang dikelilingi oleh sawah-sawah ini
akan digantikan gedung-gedung menjulang menghiasi pusat kotanya. Yang terbaru
dari pembangunan kota ini, sedang dilakukan mega proyek supermall yang berada
tepat di depan alun-alun kota Purwokerto. Bangunan ini akan menjadi landmark
baru Purwokerto mengalahkan pendopo yang berada persis dihadapannya.
Kebudayaan yang
telah lama dipercaya bahwa tidak dibolehkannya bangunan yang ketinggiannya
melebihi pendopo pun telah diabaikan. Selain Rita Supermall, kedepannya
Purwokerto akan dihiasi oleh bangunan-bangunan megah simbol kota perekonomian
modern. Pemerintah lewat wacana pemekaran kota Purwokerto, nampaknya telah
memberi lampu hijau untuk para investor menanamkan modalnya di kota satria ini.
Banyak yang
mengomentari perilahal wacana pemekaran ini. Ketakutan akan kenyaman dan nilai
budaya yang hilang akibat perubahan sosial yang terjadi di masa depan. Serta
soal kemacetan, kebersihan, penduduk, dan pedagang kecil, menjadi PR besar
pemerintah yang harus dituntas secara adil dan tepat sasaran. Sunardi atau yang
lebih akrab dipanggil Eyang Nardi, ikut berkomentar pembangunan di Purwokerto.
Menurutnya, rencana pembangunan di Purwokerto masih belum matang. Eyang Nardi
yang memiliki pengetahuan di bidang rancangan pembangunan kota, dalam wawancara
khusus kali ini ia banyak mengomentari pembangunan di Purwokerto dan
prediksinya tentang nasib Purwokerto beberapa tahun kedepan.
Bagaimana Tanggapan
Eyang Melihat Pembangunan di Purwokerto Saat Ini?
Eyang Nardi: Sebetulnya kalo orang membangun kota itu tidak seperti
kita masang lukisan atau menata perabotan di rumah, kalo sudah bosen kita geser
pindah. Bangun kota kan mestinya monumental, kalo bisa jadi cagar budaya. Tapi
yang kaya gitu tidak terpikirkan dari pihak pejabatnya. Apalagi kebijakan
bupati satu dengan bupati lain kan kadang beda. Jadi sebagai contohnya, yang
namanya supermall rita di alun-alun itu kan ada perda tahun 2001 yang mengatur
tentang ketinggian bangunan. Tapi waktu kepemimpinannya Mardjoko dibuatkan
perbup untuk memperbolehkan bangunan yang lebih tinggi lagi. Akhirnya di situ
pada prinsipnya belum memenuhi syarat karena perdanya belum diganti, tapi
justru ada peraturan bupati yang menganulir perdanya itu sehingga pembangunan
diijinkan.
Lalu yang namanya
tata ruang kota mestinya itu setiap 5 tahun dievaluasi, ada penyimpangan apa
tidak. Kalo penyimpangan masih kecil itu boleh dilakukan. Tapi kalo
penyimpangan agak besar misalnya 30% itu yang diperbaiki. Tapi kalo
penyimpangan sudah mencapai 50% secara total direvisi perdanya. Sayangnya perda
ini dari dulu tidak pernah direvisi, padahal kita tahu bahwa banyak
penyimpangan.
Apakah Perda RDTRK
Purwokerto yang ini pernah di evaluasi?
Eyang Nardi: Perda RDTRK kota Purwokerto itu mulai tahun 2002
mestinya 5 tahun dievaluasi, tapi tidak pernah ada evaluasi. Terakhir 2008
memang ada keinginan untuk merevisi, tapi nggak jadi. Dan aturan
terakhir kemarin mau ada revisi, sesungguhnya aturannya itu kacau. Direvisi,
tapi sayang direvisinya untuk kepentingan.
Kepentingan
Seperti Apa?
Eyang Nardi: Kepentingan ya misalnya yaitu Rita Supermall yang tidak
memenuhi syarat, terus dibuat peraturan bupati untuk mengatur ketinggiannya.
Tapi kan itu nggak bener. Untuk kasus yang terkahir ini, mestinya kalo
kita mengusulkan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah itu
harus dilalui dengan naskah akademik, sebagai pertanggungjawaban pola
pemikiran. Tapi karena ketidaktahuan dari pihak legislatif, begitu diajukan,
yang dibahas langsung perdanya, nggak membahas naskah akademik. Kalo
kita lihat naskah akademiknya terus terang saja kacau. Naskah itu belum bisa
menjawab semua yang berkaitan dengan Purwokerto.
Berarti Tata Ruang
Purwokerto Bisa Dikatakan Kacau?
Eyang Nardi: Ya pada prinsipnya sebenarnya kacau. Soale gini loh, kadang-kadang konsultan
berpegang pada teori barat. Yang terus terang aja saya kurang sependapat.
Karena sifat budayanya berbeda. Dan kita kotanya itu bukan kota bangun dari
nol. Kalo di Amerika, bangun kota itu dari nol. Kita kan kotanya kota
campuran. Kota nasi rames. Jadi kita tuh harus hati-hati. Yang namanya Penzoningan,
saya tuh ngga pernah pake Penzoningan (red: pemisahan berbagai kawasan
seperti kawasan perdagangan, pendidikan, dan pemukiman. Sesuai dengan fungsi
dan karakteristiknya), kecuali rumah sakit dan industry yang memang berbahaya
untuk penduduk. Itu kan pola membangun kota yang dari nol. Kalo kita kan ngga
bisa seperti itu. Karena kota kita kan kota tumbuh, sejak awal disini memang
sudah ada pemukiman perkotaan.
Apa Dampaknnya
Jika Pembangunannya Salah?
Eyang Nardi: Ya nanti akan muncul permasalahan yang lebih parah.
Baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Dan permasalahan-permasalahan itu
nanti semakin berkembang. Daerah kemacetan akan semakin banyak, dan akan
semakin banyak kecelakaan. Termasuk banjir juga akan semakin sering melanda
wilayah Purwokerto. Perdagangan juga kaya gitu. Kalau lingkungan dalam kota
cukup dengan pasar. Kalau Moro itu untuk orang luar kota. Itu harusnya dipisah.
Sekarang campur aduk nggak karuan.
Sampe yang kemarin
toko modern itu kan bukan pelayanan lokal. Yang kaya gitu mbok ya jangan
ditempatkan di pusat kota. Jadinya orang luar kota tidak masuk ke dalam kota.
Kalo banyak orang luar yang ke pusat kota akan memungkinkan terjadinya
kemacetan, kemacetan akan memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Untuk pelayanan
yang sifatnya regional, mbok ya dipasang di pinggiran kota lah. Itu bisa
diatasi melalui perda RDTRK. Jalur ini jalur regional untuk pelayanan regional.
Mulai dari perkantoran, rumah sakit, pendidikan, dan lain-lain. Jadinya di
dalam kota itu tenang. Tidak terlalu bising, tidak terlalu padet lalu
lintasnya. Tapi ya mereka nggak mau. Maunya di pusat kota.
Akibatnya
masyarakat kita tersisihkan tidak bisa menikmati pembangunan. Yang di pusat
kota itu untuk pelayanan orang kaya. Hotel lah, supermarket lah. Yang wong-wong
cilik itu butuhnya warung mesti mlayu ming ndi Wong PKL yang ada di
sekitar Moro aja nggak boleh.
Berkaitan dengan
Dampak Sosial. Bagaimana Perubahan Sosial Masyarakat Akibat Dari Pembangunan
Ini?
Eyang: Kita membahas bagaimana seharusnya perilaku masyarakat.
Jadi kan gini di dalam kita berbicara masalah penduduk, kita tidak hanya
merumuskan secara kuantitas, berapa jumlah penduduk sekarang. Tapi juga
komposisi menurut umur sampai detailnya, kita juga harus tahu. Ada kegiatan
olahraga, dan semacamnya itu memang harus dibahas juga. Sebenernya unsur kota
itu ada wisma, karya, marga, suka, penyempurna.
- Wisma itu daerah pemukiman. Pemukiman itu kan terdiri dari bermacam-macam kelas, karena tergantung tingkatan ekonomi masyarakat. Cuma mau ditempatkan dimana, kan bisa dihitung dari jumlah penduduk.
- Karya itu profesi. Kaitannya profesi menampung bermacam-macam pekerjaan. Baik yang sifatnya penduduk lokal maupun penduduk pendatang. Penduduk kota itu ada 2 macam: malam dan siang, lokal dan pendatang. Yang sering dihitung pasti penduduk malam. Penduduk siang itu nggak dihitung. Padahal pada siang hari itu orang-orang bekerja juga membutuhkan air. Tapi pemerintah nggak menghitung sampe situ. Akibatnya air ledeng tidak memenuhi kebutuhan. Demikian juga untuk lalu lintasnya. Kalo malam tah iya sepi, tapi kalo siang? Padatnya bukan main, itu karena penduduk tidak terhitung.
- Marga itu transportasi/ jalan, ini bagaikan urat nadi. Jalan ini yang mengalirkan segala kebutuhan hidup. Kalo tidak ada jalan, kegiatan masyarakat terhenti. Makanya di jalan itu yang rawan kemacetan, rawan kecelakaan harus ditiadakan. Ada kendaraannya macem-macem, harus detail semua untuk kota Purwokerto. Jumlah mobil berapa, jumlah sepeda berapa, jumlah motor berapa, nah itu semua untuk mengukur kebutuhan jalan. Kalo tidak dihitung antisipasi pertambahan kendaraan dengan jaringan jalan, ya akan terjadi kemacetan.
- Suka itu adalah kegiatan sosial. Bukan untuk mencari makan bukan. Tapi tempat olahraga, hiburan, nonton musik, nonton sepak bola, kumpul-kumpul, itu kan kegiatan sosial. Dibuatkan taman-taman yang nyaman tapi jangan sampe diarahkan untuk berbuat ke arah mesum. Nanti kan ada aturannya, misalnya di atas jam 7 malem nggak boleh masih ada di taman, lampu taman juga harus terang. Kegiatan-kegiatan seperti itu harus kita perhitungkan. Sehingga muncul ada taman, ada lapangan, ada gedung pertemuan. Termasuk juga pemakaman, itu juga kebutuhan sosial, kita juga harus mempersiapkan. Kalo ngga dipersiapkan mau gimana coba? Mau dibuang di kali?
- Penyempurna. Penyempurna itu fasilitas layanan sosial dan pelayanan umum. Ada air bersih, ada drainase, listrik, ada Ruang Terbuka Hijau (RTH), telpon. Lah sekarang sulit sekali menghitung telpon, kalo dulu gampang.
Yang namanya kota itu harus bisa mengakomodir itu semua.
Apakah Purwokerto
Membutuhkan Tempat-Tempat Semacam Mall atau Toko Modern, Hotel Mewah dan
Sejenisnya?
Eyang: Ya, sebetulnya butuh. Karena mall, hotel bukan untuk
melayani masyarakat kota Purwokerto saja, tapi membawahi Kebumen, Cilacap,
Bumiayu, Purbalingga, Banjarnegara. Jadi memang lebih untuk melayani mereka.
Masalahnya itu
tempatnya. Karena bikin tempat untuk kegiatan nasional masa di tempatkan di
alun-alun. Seharusnya jangan ditempatkan di tempat cagar budaya. Masyarakat
sekitar pada prinsipnya tidak setuju dengan adanya bangunan itu. Karena ada
getaran-getaran, ngrusak gendeng apa gelem ndandani rita? Mestinya
kebutuhannya itu bisa dihitung. Saya takutnya kan kemacetan lalu lintas di
sekitar alun-alun itu.
Apa Solusinya
Untuk Mengatasi Persoalan Pembangunan Ini?
Eyang: Untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi atau yang
akan terjadi, harusnya dikasih 3 program. Yaitu Program jangka Pendek 5 tahun
pertama, Jangka menengah, dan Jangka panjang.
Sebagai contohlah, kemacetan di Jalan Jenderal Soedirman, kan ada jalan
yang belok ke sawangan , mestinya itu dicantumkan dulu di dalam RDTRK. Mungkin
nggak untuk mengatasi kemacetan di daerah palma dengan menambah jalur itu tadi.
Saya kira kan ngga.
Lalu, bicara
tentang banjir Purwokerto. Banjir Purwokerto itu kan banjir lokal. Ini masalah
sistem drainase yg nggak bener. Bagaimana sistem drainase di depan.
Mestinya ada datanya. Kan ada program jangka pendek-jangka panjang. Mestinya
drainase itu kan yang dibenerin dari bagian atasnya dulu baru turun kebawah.
Sekarang tidak, dibenerinnya loncat di tiap-tiap lokal. Ya, sama aja bohong.
Misalnya di daerah
pabuaran didandani, tapi buangan dari pabuaran kemana dibiarkan, aliran air mau
dibuang kemana ngga mereka pikirkan. Ya akhire di bawah di perumahan itu
banjir. Mestinya dalam menata ruang itu harus dipikirkan bener-bener. Jangan
asal-asalan lah. Harus bener-bener ada analisis yang mendalam. Asal-asalan ya
iya cuma asal aja tapi tidak dipertanggungjawabkan. Karena perda itu menyebutkan bahwa perda
itu harus ada naskah akademiknya. Tapi yaudah ngga menjawab pertanyaan. Jadinya
itu cuma asal-asalan, asal ada.
Perencanaan Kota
Yang Baik itu Seperti Apa?
Eyang: Saya katakan kota kita itu kota two
in one. Ada formal dan informal. Misalnya kalau ada kantor-kantor (formal) maka di depannya ada PKL atau warung (informal), ada toko-toko besar di
pinggirannya ada PKL, di kampus yang formal di dalamnya ada kantin, misalnya
tempat olahraga GOR Satria itu kan sektor formal terus orang-orang parkir pake
jasa tukang parkir, ini informal. PKL itu jangan dianaktirikan lah. Sejak dulu
PKL itu tidak pernah dipikirkan. Tapi mumpung masih bisa, dipersiapkan saja. Dipersiapkan penempatannya bagaimana.
Apalagi pusat
sudah menetapkan Purwokerto ini sebagai pusat kegiatan nasional. Kita kan ada
unsoed. Mahasiswa unsoed datangnya dari mana? Bukan hanya dari Banyumas aja
kan, yang di tempat saya itu banyakan orang Jawa Barat orang Jakarta.
Kalo saya
senengnya membedakan fungsi kota itu ada dua yaitu,
fungsi sekunder: untuk daerah sekitarnya
dan luar. Fungsi primer: untuk melayani masyarakat kota itu.
Ini mestinya
dipisah. Sekarang misalnya untuk kebutuhan pendidikan. Untuk kota itu
kebutuhannya mulai dari paud, sampe SMA/K. Tapi perguruan tinggi itu bukan
kebutuhan kota. Itu kebutuhan kota dan kebutuhan nasional kan. Nah jadi unsoed
itu pelayanan primer, paud sampe SMA/K itu sekunder.
Kira-Kira ke Depannya Kota Ini Bakal Seperti Apa dan Harapan Eyang Untuk Purwokerto ini Apa?
Eyang
Nardi: kalo RTDRK seperti itu saya punya keyakinan Purwokerto
akan semakin parah. Tidak mengidentifikasi masalah dan tidak merencanakan
bagaimana solusinya. Kan ada ahlinya sendiri-sendiri. Kalau mau bangun kota itu ya tidak bisa borongan. Purwokerto
termasuk perkembangannya pesat. Harapannya simple,
jangan asal-asalan lah.
Di-copy dari cahunsoed.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar