Bagi masyarakat
Banyumas, khususnya masyarakat Baturaden sudah tidak asing lagi dan sangat
mengetahui apa dan di mana Gang Sadar itu. Masyarakat juga
sudah sadar sesadar-sadarnya, apa dampak negatif yang ditimbulkan dari
aktivitas yang dilakukan di sana. Lebih banyak sisi negatif dari pada sisi
positifnya. Karenanya sebagian masyarakat menghendaki agar Gang Sadar ditutup,
yang maksudnya bukan menutup gang Sadar sehingga orang tidak bisa lewat, tetapi
meniadakan kegiatan (prostitusi) di daerah itu .
Dari aspek ekonomi, yang kegiatan prostitusi didasarkan
hubungan supply and demand. Tekanan
ekonomi sebagai akibat ditinggal suami merupakan alasan klasik untuk timbulnya
prostitusi, yang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan keadaan
(kuantitas dan kualitas kehidupan) manusia khususnya di daerah-daerah
perkotaan.
Disadari bahwa prostitusi
ditinjau dari sudut manapun merupakan suatu kegiatan yang berdampak tidak baik
(negatif). Dampak negatif tersebut antara lain: (a) secara sosiologis
prostitusi merupakan perbuatan amoral yang bertentangan dengan norma dan etika
yang ada di dalam masyarakat; (b) dari aspek pendidikan, prostitusi merupakan
kegiatan yang demoralisasi; (c) dari aspek kewanitaan, prostitusi merupakan
kegiatan yang merendahkan martabat wanita; (d) dari aspek ekonomi, prostitusi
dalam prakteknya sering terjadi pemerasan tenaga kerja; (e) dari aspek
kesehatan, praktek prostitusi merupakan media yang sangat efektif untuk
menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya; (f) dari aspek
kamtibmas, praktek prostitusi dapat menimbulkan kegiatan-kegiatan kriminal; dan
(g) dari aspek penataan kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas dan estetika
lingkungan perkotaan.
Namun tanpa memperhatikan
dampak negatif yang ditimbulkan, serta haram dan halalnya uang yang mereka
peroleh, suatu kenyataan bahwa dari praktek prostitusi mereka dapat menghidupi
dirinya dan keluarganya, dan bahkan dapat menyekolahkan anak atau dirinya,
serta membangun rumahnya.
Sudah banyak upaya menghapuskan
praktek prostitusi dari lingkungan pergaulan masyarakat. Namun kenyataannya
prostitusi masih tetap ada. Beberapa usaha dan tindakan pemerintah dalam menangani
permasalahan dan dampak negatif prostitusi adalah:
1. Secara represif, yang antara lain: (a) merealisasi
ketentuan hukum pidana terhadap pelanggarnya, (b) tidakan pengawasan,
pengaturan dan pencegahan penyakit yang ditimbulkan karena praktek prostitusi;
2. Secara preventif, yang antara lain:
(a) penyelenggaraan pendidikan seks di sekolah, (b) penyuluhan bahaya penyakit
yang diakibatkan oleh praktek prostitusi, (c) pertolongan psikhologis-psikhiatris
terhadap para gadis yang menunjukkan gejala kedewasaan kehidupan seksual dan
bantuan perawatan anak-anak di sekolah.
Namun
kiranya kegiatan-kegiatan tersebut belum menampakkan hasilnya, sehingga perlu
ditingkatkan baik secara intensif maupun ekstensif.
Selain
hal-hal tersebut di atas, kewajiban lain dari pemerintah adalah menentukan
lokasi lokalisasi prostitusi, yaitu tempat yang terpencil, yang akan
dikembangkan. Dengan lokasi yang terpencil tersebut diharapkan akan dapat
mengurangi/ memperkecil kunjungan tujuan laki-laki hidung belang untuk praktek
prostitusi.
Diyakini
bahwa dengan adanya lokalisasi di daerah terpencil tersebut, di sekitar area
lokalisasi akan tumbuh berbagai fasilitas pelayanan, dan terus akan berkembang,
seperti kata pepatah: ada gula ada semut. Setelah hidup berkembang sebagai
layaknya suatu daerah hunian, lokalisasi dipindahkan ke tempat baru yang
terpencil juga, dan akan berkembang lagi. Demikian seterusnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa prostitusi merupakan pionir pengembangan daerah/kawasan.
Suatu dilemma,
bahwa telah disadari dari aspek apapun prostitusi merupakan suatu hal yang
negatif, namun sangat sulit atau bahkan mungkin tidak dapat dihilangkan dari
kehidupan masyarakat atau merupakan penyakit mayarakat. Karenanya permasalahan
prostitusi bukan hanya merupakan permasalahan pemerintah khususnya
dinas/instansi terkait, tetapi juga permasalahan mayarakat secara umum. Agar
dampak negatif prostitusi tidak menyebar atau menular ke lingkungan sekitar,
maka diperlukan berbagai pembatasan dalam prakteknya, yang antara lain melalui
lokalisasi prostitusi.
Sejak tahun 1989 sewaktu membahas raperda tentang Rencana
Umum Tata Ruang Kawasan Wisata Baturaden yaitu Peraturan Daerah Kabupaten
Bayumas No. 9 tahun 1989 juga telah
dibahas masalah tersebut. Andaikan mau diadakan lokalisasi prostitus,
disarankan di daerah terpencil seperti di Monggangsari. Kesimpulan akhir bahwa
secara hukum tidak disebutkan adanya lokalisasi prostitusi, tapi ada pembinan
terhadap penghuni gang Sadar.
Menutup Gang Sadar bukan mengatasi masalah, tetapi
memindahkan masalah, yang justru akan lebih sulit mengatasi atau memperkecil
dampak negatif yang ditimbulkan. Menutup Gang Sadar (lokalisasi prostitusi)
ibarat menutup TPA (Tempat Pembuangan Akhir sampah), atau menutup saluran riool
kota, yang akibatnya sampah dan bau kotoran akan berserakan ke seluruh kawasan.
Sudah siapkah kita mengatasi bau busuk dari sampah dan kotoan yang berserakkan
di lingkungan kita? Itulah masalah kita bersama.
Lokalisasi
sebagai tempat penampungan dan praktek prostitusi merupakan tempat pembinaan
dan pengentasan prostitusi, yang keberhasilannya sangat tergantung pada
peranserta berbagai pihak terkait (lembaga dan instansi dan masyarakat).
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan di lokalisasi prostitusi antara lain:
1. Pendidikan budi pekerti/moral dan
agama, dengan harapan agar peserta dapat memahami dan menyadari akan etika, dan
norma-norma yang ada di dalam mayarakat.
2. Pendidikan ilmu pengetahuan dasar dan
keterampilan kerja, dengan tujuan agar peserta dapat menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi tepat guna sebagai modal dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3. Pengetahuan kesehatan, dengan tujuan
agar peserta mengetahui dan menjaga diri dari terjangkitnya penyakit sebagai
akibat hubungan seks bebas.
4. Permodalan dengan tujuan agar peserta
(germo dan penjaja seks) dapat mengetahui cara/ prosedur memperoleh kredit
modal kerja.
5. Sosial/kemasyarakatan, dengan tujuan
agar peserta mengetahui hak dan kewajiban warga mayarakat dalam hidup
bermasyarakat secara rukun damai, dan dapat menerima mantan germo dan penjaja
seks.
Kegiatan-kegiatan
tersebut oleh berbagai pihak yang terkait secara terpadu dilaksanakan dan
dievaluasi/dimonitor secara berkesinambungan keberhasilannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar