Selasa, 30 April 2013

HIJAU KOTAKU, LEGA NAPASKU



Disadari semua pihak bahwa dengan begitu pesatnya pembangunan yang berorientasi pada daerah perkotaan, justeru semakin menarik bagi penduduk perdesaan untuk datang dan mencari nafkah di daerah perkotaan. Tanpa disadari hal akan meningkatkan jumlah aktivitas yang berakibat semakin meningkat pula jumlah gas karbon (CO2) di udara perkotaan, di lain sisi ruang terbuka hijau semakin berkurang, berubah fungsi sebagai area terbangun. Terjadi ketidakseimbangan ekologis antara produksi gas karbon dengan gas oksigen (O2). Akibatnya suhu udara kerkotaan semakin panas.
Menyadari akan kekeliruan yang selama ini terjadi, maka sudah sewajarnya Pemerintah sebagai pengambil kebijakan berupaya untuk terjadinya keseimbangan antara jumlah gas CO2 yang terproduksi dengan kebutuhan gas O2 yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan dalam bentuk ruang terbuka hijau. Upaya tersebut melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan yang diharapkan dapat efektif, sehingga dikenakan sanksi nagi yang tidak menaatinya.
Pasal 29 Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan tegas menetapkan bahwa Ruang Terbuka Hijau di daerah perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau publik (20 % luas wilayah kota) dan ruang terbuka hijau privat (10 % luas wilayah kota). Dalam pengertiannya, Pasal 1 angka 31 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Berbeda dengan Undang-undang Penataan Ruang sebelumnya (UU. No. 24 tahun 1992) yang tidak menyebutkan sama sekali kata-kata ”ruang terbuka hijau”, Undang-undang No. 26 tahun 2007 di dalam batang tubuh maupun penjelasan menyebutkannya 18 (delapan belas) kali. Hal ini menunjukan keseriusannya dalam mengelola lingkungan hidup, khususnya masalah ruang terbuka hijau di daerah perkotaan.
Walau UU. No. 26 tahun 2007 baru disahkan pada tanggal 26 April 2007, namun Menteri Pekerjaan Umum sebelumnya telah menerbitkan buku yang berjudul “Ruang Terbuka Hijau Sebagai Unsur Utama Pembentuk Kota Taman” sebagai pedoman teknis pegadaan ruang terbuka hijau di perkotaan. Peraturan Menteri Kehutanan No. P03/MENHUT-V/2004 tanggal 22 Juli 2004 melalui Lampiran I bagian keenam menetapkan Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Sedang Menteri Dalam Negeri pada tanggal 6 Oktober 1988 telah menerbitkan Instruksi No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan yang ditujukan kepada seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota untuk: merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan penataan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan sebagai bagian dan tindak lanjut pelaksanaan Rencana Umum Tata Ruang Kota di Ibukota Propinsi/Kotamadya, Ibukota Kabupaten, Kota Administratif dan kota-kota lain dengan pedoman sebagaimana tersebut dalam Lampiran Instruksi ini.
Selain itu, Menteri Dalam Negeri juga mengistruksikan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/ Waikota untuk: melaksanakan pengelolaan dan pengendalian dalam rangka meningkatkan fungsi dan peranan Ruang Terbuka Hijau Kota dengan melarang atau membatasi perubahan penggunaannya untuk kepentingan lain.
Menindaklanjuti ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, beberapa Pemerintah Kota, terutama kota-kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan lain-lain) telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ruang Terbuka Hijau di wilayahnya.
Di dalam Perdanya, Pemerintah Kota Semarang antara lain menetapkan bahwa setiap lingkungan RT, RW dan kelurahan wajib memiliki taman lingkungan. Wilayah RT wajib mempunyai taman lingkungan minimal 250 meter persegi, taman lingkungan tingkat RW minimal seluas 1.500 meter persegi dan setiap kelurahan wajib mempunyai taman minimal luasnya 10.000 meter persegi.
Kemudian untuk lingkungan rumah, setiap rumah dengan luas di bawah 120 meter persegi harus menyediakan satu pohon lindung, rumah luas 120-500 meter persegi harus menyediakan 3 pohon dan rumah dengan luas di atas 500 meter persegi wajib menyediakan 5 pohon. Sedangkan pemilik bangunan bertingkat wajib membangun taman gantung di atap atau balkon. Selanjutnya bagi pengembang perumahan wajib menyediakan lahan Ruang Terbuka Hijau sebesar 20 % dari luas lahan yang dibangunnya. Dampak dari Perda ini, setiap pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) wajib dilengkapi dokumen perencanaan Ruang Terbuka Hijau, dan dikenai sanksi administrasi atau pidana bagi yang melanggar.
Sejalan dengan berbagai macam ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, Pemerintah Kabupaten Banyumas sementara ini sedangan mengajukan Perda tentang Pengendalian (Pengelolaan?) Lingkungan Hidup di Kabupaten Banyumas ke DPRD Kabupaten Banyumas untu mendapatkan persetujuannya.
Yang sangat menggembirakan bagi masyarakat Banyumas dengan adanya perda tersebut adalah bahwa di Kabupaten Banyumas lingkungan hidup akan dikelola dengan penuh tanggung jawab, berkelanjutan dan bermanfaat guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan demi kesejahteraan generasi masa kini dan generasi yang akan datang. Hal tersebut dilaksanakan dengan mencegah dan menanggulangi serta memulihkan akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, serta memelihara dan melestarikan fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan guna kesejahteraan generasi masa kini dan generasi yang akan datang. Untuk itu setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan.
Ruang terbuka hijau (sebagai bagian dari lingkungan hidup) baik yang merupakan area memanjang/jalur dan/atau mengelompok secara fisik berfungsi sebagai paru-paru kota. Ruang terbuka hijau merupakan tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam sebagai produsen gas oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan manusia sebagai pengganti gas CO2 akibat dari dilakukannya berbagai macam kegiatan penduduk. Semakin luas ruang terbuka hijau, semakin banyak tanaman, semakin banyak gas O2 yang diproduksi. “Hijau kotaku, lega napasku”.
Adapun kegiatan penghasil gas CO2 terbanyak adalah transportasi dengan kendaraan bermotor. Karenanya adanya jalur hijau yang rindang merupakan suatu hal yang wajib hukumnya, di samping diimbangi dengan pembatasan jumlah kendaraan yang lewat pada jalur jalan tersebut. Menyadari akan hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta merencanakan menggusur 27 unit SPBU di sepanjang tepian jalur jalan utama sebagai upaya penambahan luas ruang terbuka hijau, di samping menggusur rumah-rumah liar di bantaran sungai.
Suatu hal yang sangat menarik adalah pembangunan ruang terbuka hijau sepanjang bantaran sungai sebagai taman rekreasi sebagaimana terjadi tepian Bengawan Solo Bengawan Solo Bengawan Solo di Kota Surakarta dan tepian Kali Code di Yogyakarta dengan pot-pot tanaman hiasnya.
Suatu hal yang sangat ironis terjadi di kota Ibukota Kabupaten Banyumas. Di satu sisi Pemerintah Kabupaten sedang mengajukan persetujuan Raperda tentang lingkungan hidup yang mewajibkan setiap orang untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan, serta merubah lahan di pusat kota yang mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi dengan anggaran miyaran rupiah menjadi area terbuka hijau, di sisi lain pohon-pohon di tepian jalur jalan yang usianya sudah puluhan tahun ditebang sebelum penggantinya siap. Secara nasional Presiden mencanangkan “Gerakan Penanaman Sejuta Pohon” sebagai gerakan nasional, di Purwokerto disambut dengan “gerakan penebangan puluhan pohon”.

Semoga hal ini merupakan pelajaran yang berharga bagi masyarakat Banyumas, serta Tuhan YME memaafkan umat-Nya yang telah merusak alam ciptaan-Nya. Amien, amien, amien
 
Purwokerto, 23 Juni 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar