Disadari semua
pihak bahwa dengan begitu pesatnya pembangunan yang berorientasi pada daerah
perkotaan, justeru semakin menarik bagi penduduk perdesaan untuk datang dan
mencari nafkah di daerah perkotaan. Tanpa disadari hal akan meningkatkan jumlah
aktivitas yang berakibat semakin meningkat pula jumlah gas karbon (CO2) di
udara perkotaan, di lain sisi ruang terbuka hijau semakin berkurang, berubah
fungsi sebagai area terbangun. Terjadi ketidakseimbangan ekologis antara
produksi gas karbon dengan gas oksigen (O2). Akibatnya suhu udara kerkotaan
semakin panas.
Menyadari akan
kekeliruan yang selama ini terjadi, maka sudah sewajarnya Pemerintah sebagai
pengambil kebijakan berupaya untuk terjadinya keseimbangan antara jumlah gas
CO2 yang terproduksi dengan kebutuhan gas O2 yang diproduksi oleh
tumbuh-tumbuhan dalam bentuk ruang terbuka hijau. Upaya tersebut melalui
penetapan berbagai peraturan perundang-undangan yang diharapkan dapat efektif,
sehingga dikenakan sanksi nagi yang tidak menaatinya.
Pasal 29
Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan tegas menetapkan
bahwa Ruang Terbuka Hijau di daerah perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau
publik (20 % luas wilayah kota) dan ruang terbuka hijau privat (10 % luas
wilayah kota). Dalam pengertiannya, Pasal 1 angka 31 undang-undang tersebut
menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Berbeda dengan Undang-undang Penataan Ruang sebelumnya (UU. No. 24 tahun 1992) yang tidak menyebutkan sama sekali kata-kata ”ruang terbuka hijau”, Undang-undang No. 26 tahun 2007 di dalam batang tubuh maupun penjelasan menyebutkannya 18 (delapan belas) kali. Hal ini menunjukan keseriusannya dalam mengelola lingkungan hidup, khususnya masalah ruang terbuka hijau di daerah perkotaan.
Berbeda dengan Undang-undang Penataan Ruang sebelumnya (UU. No. 24 tahun 1992) yang tidak menyebutkan sama sekali kata-kata ”ruang terbuka hijau”, Undang-undang No. 26 tahun 2007 di dalam batang tubuh maupun penjelasan menyebutkannya 18 (delapan belas) kali. Hal ini menunjukan keseriusannya dalam mengelola lingkungan hidup, khususnya masalah ruang terbuka hijau di daerah perkotaan.
Walau UU. No. 26
tahun 2007 baru disahkan pada tanggal 26 April 2007, namun Menteri Pekerjaan
Umum sebelumnya telah menerbitkan buku yang berjudul “Ruang Terbuka Hijau
Sebagai Unsur Utama Pembentuk Kota Taman” sebagai pedoman teknis pegadaan ruang
terbuka hijau di perkotaan. Peraturan Menteri Kehutanan No. P03/MENHUT-V/2004
tanggal 22 Juli 2004 melalui Lampiran I bagian keenam menetapkan Pedoman
Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan.
Sedang Menteri
Dalam Negeri pada tanggal 6 Oktober 1988 telah menerbitkan Instruksi No. 14
Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan yang
ditujukan kepada seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota untuk: merencanakan,
melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan penataan Ruang Terbuka Hijau di
wilayah perkotaan sebagai bagian dan tindak lanjut pelaksanaan Rencana Umum
Tata Ruang Kota di Ibukota Propinsi/Kotamadya, Ibukota Kabupaten, Kota
Administratif dan kota-kota lain dengan pedoman sebagaimana tersebut dalam
Lampiran Instruksi ini.
Selain itu,
Menteri Dalam Negeri juga mengistruksikan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/ Waikota
untuk: melaksanakan pengelolaan dan pengendalian dalam rangka meningkatkan
fungsi dan peranan Ruang Terbuka Hijau Kota dengan melarang atau membatasi
perubahan penggunaannya untuk kepentingan lain.
Menindaklanjuti
ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, beberapa Pemerintah Kota,
terutama kota-kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan lain-lain) telah
menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ruang Terbuka Hijau di wilayahnya.
Di dalam Perdanya,
Pemerintah Kota Semarang antara lain menetapkan bahwa setiap lingkungan RT, RW
dan kelurahan wajib memiliki taman lingkungan. Wilayah RT wajib mempunyai taman
lingkungan minimal 250 meter persegi, taman lingkungan tingkat RW minimal
seluas 1.500 meter persegi dan setiap kelurahan wajib mempunyai taman minimal
luasnya 10.000 meter persegi.
Kemudian untuk lingkungan rumah, setiap rumah dengan luas di bawah 120 meter persegi harus menyediakan satu pohon lindung, rumah luas 120-500 meter persegi harus menyediakan 3 pohon dan rumah dengan luas di atas 500 meter persegi wajib menyediakan 5 pohon. Sedangkan pemilik bangunan bertingkat wajib membangun taman gantung di atap atau balkon. Selanjutnya bagi pengembang perumahan wajib menyediakan lahan Ruang Terbuka Hijau sebesar 20 % dari luas lahan yang dibangunnya. Dampak dari Perda ini, setiap pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) wajib dilengkapi dokumen perencanaan Ruang Terbuka Hijau, dan dikenai sanksi administrasi atau pidana bagi yang melanggar.
Kemudian untuk lingkungan rumah, setiap rumah dengan luas di bawah 120 meter persegi harus menyediakan satu pohon lindung, rumah luas 120-500 meter persegi harus menyediakan 3 pohon dan rumah dengan luas di atas 500 meter persegi wajib menyediakan 5 pohon. Sedangkan pemilik bangunan bertingkat wajib membangun taman gantung di atap atau balkon. Selanjutnya bagi pengembang perumahan wajib menyediakan lahan Ruang Terbuka Hijau sebesar 20 % dari luas lahan yang dibangunnya. Dampak dari Perda ini, setiap pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) wajib dilengkapi dokumen perencanaan Ruang Terbuka Hijau, dan dikenai sanksi administrasi atau pidana bagi yang melanggar.
Sejalan dengan
berbagai macam ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, Pemerintah
Kabupaten Banyumas sementara ini sedangan mengajukan Perda tentang Pengendalian
(Pengelolaan?) Lingkungan Hidup di Kabupaten Banyumas ke DPRD Kabupaten
Banyumas untu mendapatkan persetujuannya.
Yang sangat
menggembirakan bagi masyarakat Banyumas dengan adanya perda tersebut adalah
bahwa di Kabupaten Banyumas lingkungan hidup akan dikelola dengan penuh
tanggung jawab, berkelanjutan dan bermanfaat guna mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan demi kesejahteraan generasi masa kini
dan generasi yang akan datang. Hal tersebut dilaksanakan dengan mencegah dan
menanggulangi serta memulihkan akibat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, serta memelihara dan melestarikan fungsi sumber daya alam dan
lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan guna kesejahteraan generasi
masa kini dan generasi yang akan datang. Untuk itu setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkungan.
Ruang terbuka
hijau (sebagai bagian dari lingkungan hidup) baik yang merupakan area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok secara fisik berfungsi sebagai paru-paru
kota. Ruang terbuka hijau merupakan tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam sebagai produsen gas oksigen (O2)
yang sangat dibutuhkan manusia sebagai pengganti gas CO2 akibat dari
dilakukannya berbagai macam kegiatan penduduk. Semakin luas ruang terbuka
hijau, semakin banyak tanaman, semakin banyak gas O2 yang diproduksi. “Hijau
kotaku, lega napasku”.
Adapun kegiatan
penghasil gas CO2 terbanyak adalah transportasi dengan kendaraan bermotor.
Karenanya adanya jalur hijau yang rindang merupakan suatu hal yang wajib
hukumnya, di samping diimbangi dengan pembatasan jumlah kendaraan yang lewat
pada jalur jalan tersebut. Menyadari akan hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta
merencanakan menggusur 27 unit SPBU di sepanjang tepian jalur jalan utama sebagai
upaya penambahan luas ruang terbuka hijau, di samping menggusur rumah-rumah
liar di bantaran sungai.
Suatu hal yang
sangat menarik adalah pembangunan ruang terbuka hijau sepanjang bantaran sungai
sebagai taman rekreasi sebagaimana terjadi tepian Bengawan Solo Bengawan Solo
Bengawan Solo di Kota Surakarta dan tepian Kali Code di Yogyakarta dengan
pot-pot tanaman hiasnya.
Suatu hal yang sangat ironis terjadi di kota Ibukota Kabupaten Banyumas. Di satu sisi Pemerintah Kabupaten sedang mengajukan persetujuan Raperda tentang lingkungan hidup yang mewajibkan setiap orang untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan, serta merubah lahan di pusat kota yang mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi dengan anggaran miyaran rupiah menjadi area terbuka hijau, di sisi lain pohon-pohon di tepian jalur jalan yang usianya sudah puluhan tahun ditebang sebelum penggantinya siap. Secara nasional Presiden mencanangkan “Gerakan Penanaman Sejuta Pohon” sebagai gerakan nasional, di Purwokerto disambut dengan “gerakan penebangan puluhan pohon”.
Suatu hal yang sangat ironis terjadi di kota Ibukota Kabupaten Banyumas. Di satu sisi Pemerintah Kabupaten sedang mengajukan persetujuan Raperda tentang lingkungan hidup yang mewajibkan setiap orang untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan, serta merubah lahan di pusat kota yang mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi dengan anggaran miyaran rupiah menjadi area terbuka hijau, di sisi lain pohon-pohon di tepian jalur jalan yang usianya sudah puluhan tahun ditebang sebelum penggantinya siap. Secara nasional Presiden mencanangkan “Gerakan Penanaman Sejuta Pohon” sebagai gerakan nasional, di Purwokerto disambut dengan “gerakan penebangan puluhan pohon”.
Semoga hal ini
merupakan pelajaran yang berharga bagi masyarakat Banyumas, serta Tuhan YME
memaafkan umat-Nya yang telah merusak alam ciptaan-Nya. Amien, amien, amien
Purwokerto, 23 Juni 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar