Kita menyadari
bahwa pada jaman sekarang kemajuan teknologi telekomunikasi sudah begitu
canggihnya. Selama dua puluh empat jam penuh kita dapat mengetahui peristiwa
yang sedang terjadi di seluruh pelosok dunia. Baik informasi tentang perang,
bencana alam, maupun informasi tentang ekonomi, budaya, politik dan sebagainya.
Bukan hanya peristiwa yang sedang terjadi tetapi juga ramalan peristiwa atau
kondisi, dengan kemajuan teknologi dapat segera diprediksi dan diinformasikan
ke seluruh dunia dalam tempo yang sesingkat-singkatnya..
Dalam hal
memprediksi atau ramal-meramal suatu kondisi di masa yang akan datang, kiranya
kita bangsa Indonesia tidak terlalu kalah dengan bangsa lain di dunia ini. Paranormal
kita kiranya juga cukup handal, ngerti
sadurunge winarah atau mengetahui sebelum diberitahu orang lain. Suatu
kebetulan atau memang kelebihan paranormal. Hanya hati kita yang tahu, dan
untuk meyakininya.
Tidak sedikit buku
primbon yang diterbitkan dan dijual
di toko buku. Pada dasarnya buku primbon
mengemukakan adanya hubungan yang sangat erat antara manusia dengan alam (mata
hari, bulan, bumi). Dengan mengetahui saat (jam, hari, tanggal, bulan dan
tahun) akan dapat diketahui sifat manusia yang bersangkutan. Untuk mendapatkan
keselamatan dan kesejahteraan hidup, dapat diantisipasi dengan lokasi, arah
menghadap rumah atau juga saat mulai membangun rumah. Hal yang sangat penting
pada saat kondisi Negara yang memprihatinkan sekarang ini adalah ramalan akan datangnya
Ratu Adil. Siapa Ratu Adil dan kapan
datangnya masyarakat tetap menunggunya.
Selain masalah
Ratu Adil, konon kabarnya, dulu pujangga besar Ki Ranggawarsita pernah
mengatakan: “Ing tembe buri manungsa
bakal menangi jaman edan”, yang artinya kira-kira bahwa di kemudian hari manusia
akan mengalami datangnya “jaman edan”.
Kita sudah tahu arti kata edan atau
gila. Hampir semua orang takut sama orang gila. Dengan demikian “jaman edan” merupakan jaman yang
menakutkan semua orang, kecuali sesama orang gila. Masalahnya kira-kira kapan
datangnya jaman yang sangat menakutkan tersebut. Apakah sekarang sudah datang,
dan kita tidak menyambutnya? Mudah-mudahan belum, dan kita wajib syukur bila
jaman yang sangat menakutkan itu tidak datang ke Indonesia tercinta ini.
Untuk mengetahui
apakah jaman edan itu sudah datang
atau belum, pujangga Ki Ranggawarsita memberikan petunjuk atau tanda-tanda
adanya jaman edan yakni:
1. Panguwasa
den bandhani durjana
Panguwasa yang berarti
penguasa, dalam hal ini dimaksudkan para pejabat pemerintah sebagai pemegang
kebijakan umum. Den bandhani artinya
diberi harta benda/kekayaan. Durjana
artinya pencuri. Kita mengetahui bahwa pencuri adalah orang yang profesinya
mengambil dengan tanpa ijin atas harta orang lain untuk menjadi miliknya.
Bahkan kadang-kadang dengan paksaan dan kekerasan, atau pembunuhan.
Dengan demikian ungkapan tersebut di atas mengandung pengertian bahwa di jaman edan para penguasa (pejabat
pemerintah) diberi harta kekayaan oleh pencuri, atau mendapatkan kekayaan
dengan metode atau cara-cara yang dipergunakan oleh para durjana. Bila kondisi seperti ini benar-benar terjadi, maka secara
moral para pejabat yang demikian kiranya lebih jahat dari pada pencuri.
Mudah-mudahan kondisi yang demikian tidak terjadi di negeri kita, atau di
daerah kita, atau minimalnya tidak terjadi pada diri kita.
2. Durjana
memba pandhita
Memba artinya menyerupai,
bertindak dan berkapasitas menyerupai. Dengan demikian memba lebih tepat diartikan berpura-pura, bukan hal yang
sebenarnya. Pandhita adalah orang
yang berilmu sangat tinggi, berbudi pekerti yang sangat luhur, dengan mental
dan moral yang baik. Karenanya pandhita
diibaratkan seorang guru teladan dalam ilmu maupun sebagai panutan (teladan) berbudi pekerti yang luhur dalam kehidupan
duniawi untuk mencapai kehidupan di alam akhir yang sempurna.
Sangat disayangkan bahwa kondisi dan sifat sang pandhita yang sangat baik tersebut dimanfaatkan oleh para durjana untuk melaksanakan profesinya. Sebaliknya
pada jaman edan para durjana
mempunyai kapasitas keilmuan seperti para pandhita.
Para durjana
menguasai dan menerapkan perkembangan teknologi, dan teori-teori ilmu social
kemanusiaan. Karenanya bukan mustahil
bila banyak warga masyarakat yang terpikat, pada kemampuan, penampilan dengan
tipu muslihat serta bujuk rayu yang meyakinkan.
3. Pandhita
ngupaya upa
Ngupaya upa artinya adal;ah
berikhtiar untuk mendapatkan upa (sebutir
nasi). Hal ini dimaksudkan bahwa pada jaman
edan para pendidik dalam pikiran dan kehidupannya tidak terfokuskan pada
tugas utamanya yakni memberikan bekal ilmu dan budi pekerti yang baik kepada
anak didiknya, tetapi lebih terarah pada bagaimana mendapatkan sesuap nasi bagi
dirinya. Kiranya bukan sekedar mendapatkan sesuap nasi, tetapi dimungkinkan
kegiatan pendidikan baik secara legal
maupun illegal lebih diarahkan untuk
mendapatkan materi demi kebahagiaan duniawi.
Oleh media masa
baik cetak maupun elektronik setiap hari kita dijejali dengan berita-berita
bahwa tentang kasus-kasus mulai dari dugaan, sampai dengan pengadilan perkara
pidana tentang komisi, suap, korupsi sampai dengan penyelewengan anggaran. Sebagian
besar kasus tersebut dilakukan oleh para pejabat dari tingkat RT. sampai dengan
tingkat Pusat. Berita lain dari media masa bahwa Indonesia merupakan Negara terkorup
di dunia. Namun kini telah menurun jadi nomor enam, itupun konon karena menyuap
panitia. Sedang berita yang terlewatkan oleh media masa adalah bahwa pejabat
kita meraih juara pertama dalam lomba memeras handuk antar benua. Namun para
peserta dan penonton lainnya tidak memberikan tepuk tangan karena berita yang
tersebar di luar negeri bahwa pejabat kita telah lama latihan dengan memeras uang
rakyat.
Berbagai modus
operandi diterapkan penjahat untuk menjerat mangsanya. Orang mengatakan bahwa iklan menuju neraka jauh lebih gencar dan
lebih menarik dari pada iklan menuju sorga. Karenanya
orang sering atau mudah tergiur pada hal-hal yang sifatnya instan. Beberapa
saat kemudian baru sadar bahwa mereka tertipu bujuk rayu iklan gomba, dan melapor ke kepolisian. Pihak
kepolisian pun sering dibuat kewalahan oleh ulah para penjahat. Teknologi
modern dikuasai dan diterapkan oleh para penjahat. Kecanggihan teknologi
komunikasi dan informasi (HP, komputer, internet), teknologi tranportasi,
ramuan zat kimia sampai dengan teknik seni peran dipergunakan untuk tujuan
kejahatan.
Penguasaan dan
penerapan kecanggihan teknologi dan seni berperilaku yang meyakinkan para
penjahat jauh lebih tinggi dari pada seorang guru besar perguruan tinggi. Pendapatan
para penjahat jauh lebih tinggi dari pada seorang guru besar (apa lagi seorang
dosen atau seorang guru). Padahal mereka disebut sebagai pahlawan tetapi
pahlawan yang tanpa tanda jasa. Dosen, gajinya satu dos tapi isinya sen melulu.
Sebagai pendidik, guru diartikan digugu
lan ditiru (dipercaya dan diteladani), namun kondisi tingkat kesejahteraan
tidak laik untuk ditiru.
Berangkat dari
ketidak-seimbangan tersebut, para pendidik (sebagai manusia biasa) merasa
terjepit oleh gebyarnya kehidupan di dunia. Tekanan dan dorongan baik dari
dalam maupun dari luar untuk menjaga keseimbangan, para pendidik baik secara
probadi maupun kelembagaan berusaha untuk menambah pendapatan. Waktu demi
waktu, keseimbangan itu semakin sulit untuk dipertahankan. Karenanya upaya
menambah pendapatan di bidang pendidikan semakin diformalkan melalui lembaga
pendidikan yang bersangkutan, sehingga muncul bisnis pendidikan atau pendidikan
yang dibisniskan. Biaya pendidikan semakin tinggi. Hanya orang-orang yang
berduit yang dapat sekolah atau menyekolahkan anaknya.
Dengan
memperbandingkan antara tanda-tanda jaman
edan dengan berikta-berita di media masa tersebut di atas terlihat ada
kesamaannya. Dengan demikian apakah jaman sekarang merupakan jaman edan, yang konon bila ora melu edan ora keduman yang atau bila
tidak ikut gila tidak kebagian. Namun pesan Ki Ranggawarsita bahwa sak begja-begjane menungsa isih begja wong
kang eling lan waspada, yang artinya bahwa orang yang akan menemukan
kebahagiaan adalah orang yang selalu ingat (pada Allah) dan waspada terhadap
pengaruh dari luar yang biasanya justru menyesatkan kita. Dan orang yang sangat
saya hormati pernah berpesan pada diri saya: “Pilih harta apa nama”. Bila pilih
harta namanya akan rusak, atau sebaliknya. Selanjutnya tersertah anda.
Purwokerto, Agustus 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar