Minggu, 28 April 2013

JAMAN EDAN …… KAPAN DATANG


Kita menyadari bahwa pada jaman sekarang kemajuan teknologi telekomunikasi sudah begitu canggihnya. Selama dua puluh empat jam penuh kita dapat mengetahui peristiwa yang sedang terjadi di seluruh pelosok dunia. Baik informasi tentang perang, bencana alam, maupun informasi tentang ekonomi, budaya, politik dan sebagainya. Bukan hanya peristiwa yang sedang terjadi tetapi juga ramalan peristiwa atau kondisi, dengan kemajuan teknologi dapat segera diprediksi dan diinformasikan ke seluruh dunia dalam tempo yang sesingkat-singkatnya..
Dalam hal memprediksi atau ramal-meramal suatu kondisi di masa yang akan datang, kiranya kita bangsa Indonesia tidak terlalu kalah dengan bangsa lain di dunia ini. Paranormal kita kiranya juga cukup handal, ngerti sadurunge winarah atau mengetahui sebelum diberitahu orang lain. Suatu kebetulan atau memang kelebihan paranormal. Hanya hati kita yang tahu, dan untuk meyakininya.
Tidak sedikit buku primbon yang diterbitkan dan dijual di toko buku. Pada dasarnya buku primbon mengemukakan adanya hubungan yang sangat erat antara manusia dengan alam (mata hari, bulan, bumi). Dengan mengetahui saat (jam, hari, tanggal, bulan dan tahun) akan dapat diketahui sifat manusia yang bersangkutan. Untuk mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan hidup, dapat diantisipasi dengan lokasi, arah menghadap rumah atau juga saat mulai membangun rumah. Hal yang sangat penting pada saat kondisi Negara yang memprihatinkan sekarang ini adalah ramalan akan datangnya Ratu Adil. Siapa Ratu Adil dan kapan datangnya masyarakat tetap menunggunya.
Selain masalah Ratu Adil, konon kabarnya, dulu pujangga besar Ki Ranggawarsita pernah mengatakan: “Ing tembe buri manungsa bakal menangi jaman edan”, yang artinya  kira-kira bahwa di kemudian hari manusia akan mengalami datangnya “jaman edan”. Kita sudah tahu arti kata edan atau gila. Hampir semua orang takut sama orang gila. Dengan demikian “jaman edan” merupakan jaman yang menakutkan semua orang, kecuali sesama orang gila. Masalahnya kira-kira kapan datangnya jaman yang sangat menakutkan tersebut. Apakah sekarang sudah datang, dan kita tidak menyambutnya? Mudah-mudahan belum, dan kita wajib syukur bila jaman yang sangat menakutkan itu tidak datang ke Indonesia tercinta ini.
Untuk mengetahui apakah jaman edan itu sudah datang atau belum, pujangga Ki Ranggawarsita memberikan petunjuk atau tanda-tanda adanya jaman edan yakni:
1.    Panguwasa den bandhani durjana
Panguwasa yang berarti penguasa, dalam hal ini dimaksudkan para pejabat pemerintah sebagai pemegang kebijakan umum. Den bandhani artinya diberi harta benda/kekayaan. Durjana artinya pencuri. Kita mengetahui bahwa pencuri adalah orang yang profesinya mengambil dengan tanpa ijin atas harta orang lain untuk menjadi miliknya. Bahkan kadang-kadang dengan paksaan dan kekerasan, atau pembunuhan.
Dengan demikian ungkapan tersebut di atas mengandung pengertian bahwa di jaman edan para penguasa (pejabat pemerintah) diberi harta kekayaan oleh pencuri, atau mendapatkan kekayaan dengan metode atau cara-cara yang dipergunakan oleh para durjana. Bila kondisi seperti ini benar-benar terjadi, maka secara moral para pejabat yang demikian kiranya lebih jahat dari pada pencuri. Mudah-mudahan kondisi yang demikian tidak terjadi di negeri kita, atau di daerah kita, atau minimalnya tidak terjadi pada diri kita.
2.    Durjana memba pandhita
Memba artinya menyerupai, bertindak dan berkapasitas menyerupai. Dengan demikian memba lebih tepat diartikan berpura-pura, bukan hal yang sebenarnya. Pandhita adalah orang yang berilmu sangat tinggi, berbudi pekerti yang sangat luhur, dengan mental dan moral yang baik. Karenanya pandhita diibaratkan seorang guru teladan dalam ilmu maupun sebagai panutan (teladan) berbudi pekerti yang luhur dalam kehidupan duniawi untuk mencapai kehidupan di alam akhir yang sempurna.
Sangat disayangkan bahwa kondisi dan sifat sang pandhita yang sangat baik tersebut dimanfaatkan oleh para durjana untuk melaksanakan profesinya. Sebaliknya pada jaman edan para durjana mempunyai kapasitas keilmuan seperti para pandhita. Para durjana menguasai dan menerapkan perkembangan teknologi, dan teori-teori ilmu social kemanusiaan. Karenanya bukan mustahil bila banyak warga masyarakat yang terpikat, pada kemampuan, penampilan dengan tipu muslihat serta bujuk rayu yang meyakinkan.
3.    Pandhita ngupaya upa
Ngupaya upa artinya adal;ah berikhtiar untuk mendapatkan upa (sebutir nasi). Hal ini dimaksudkan bahwa pada jaman edan para pendidik dalam pikiran dan kehidupannya tidak terfokuskan pada tugas utamanya yakni memberikan bekal ilmu dan budi pekerti yang baik kepada anak didiknya, tetapi lebih terarah pada bagaimana mendapatkan sesuap nasi bagi dirinya. Kiranya bukan sekedar mendapatkan sesuap nasi, tetapi dimungkinkan kegiatan pendidikan baik secara legal maupun illegal lebih diarahkan untuk mendapatkan materi demi kebahagiaan duniawi.
Oleh media masa baik cetak maupun elektronik setiap hari kita dijejali dengan berita-berita bahwa tentang kasus-kasus mulai dari dugaan, sampai dengan pengadilan perkara pidana tentang komisi, suap, korupsi sampai dengan penyelewengan anggaran. Sebagian besar kasus tersebut dilakukan oleh para pejabat dari tingkat RT. sampai dengan tingkat Pusat. Berita lain dari media masa bahwa Indonesia merupakan Negara terkorup di dunia. Namun kini telah menurun jadi nomor enam, itupun konon karena menyuap panitia. Sedang berita yang terlewatkan oleh media masa adalah bahwa pejabat kita meraih juara pertama dalam lomba memeras handuk antar benua. Namun para peserta dan penonton lainnya tidak memberikan tepuk tangan karena berita yang tersebar di luar negeri bahwa pejabat kita telah lama latihan dengan memeras uang rakyat.
Berbagai modus operandi diterapkan penjahat untuk menjerat mangsanya. Orang mengatakan bahwa iklan menuju neraka jauh lebih gencar dan lebih menarik dari pada iklan menuju sorga. Karenanya orang sering atau mudah tergiur pada hal-hal yang sifatnya instan. Beberapa saat kemudian baru sadar bahwa mereka tertipu bujuk rayu iklan gomba, dan melapor ke kepolisian. Pihak kepolisian pun sering dibuat kewalahan oleh ulah para penjahat. Teknologi modern dikuasai dan diterapkan oleh para penjahat. Kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi (HP, komputer, internet), teknologi tranportasi, ramuan zat kimia sampai dengan teknik seni peran dipergunakan untuk tujuan kejahatan.
Penguasaan dan penerapan kecanggihan teknologi dan seni berperilaku yang meyakinkan para penjahat jauh lebih tinggi dari pada seorang guru besar perguruan tinggi. Pendapatan para penjahat jauh lebih tinggi dari pada seorang guru besar (apa lagi seorang dosen atau seorang guru). Padahal mereka disebut sebagai pahlawan tetapi pahlawan yang tanpa tanda jasa. Dosen, gajinya satu dos tapi isinya sen melulu. Sebagai pendidik, guru diartikan digugu lan ditiru (dipercaya dan diteladani), namun kondisi tingkat kesejahteraan tidak laik untuk ditiru.
Berangkat dari ketidak-seimbangan tersebut, para pendidik (sebagai manusia biasa) merasa terjepit oleh gebyarnya kehidupan di dunia. Tekanan dan dorongan baik dari dalam maupun dari luar untuk menjaga keseimbangan, para pendidik baik secara probadi maupun kelembagaan berusaha untuk menambah pendapatan. Waktu demi waktu, keseimbangan itu semakin sulit untuk dipertahankan. Karenanya upaya menambah pendapatan di bidang pendidikan semakin diformalkan melalui lembaga pendidikan yang bersangkutan, sehingga muncul bisnis pendidikan atau pendidikan yang dibisniskan. Biaya pendidikan semakin tinggi. Hanya orang-orang yang berduit yang dapat sekolah atau menyekolahkan anaknya.
Dengan memperbandingkan antara tanda-tanda jaman edan dengan berikta-berita di media masa tersebut di atas terlihat ada kesamaannya. Dengan demikian apakah jaman sekarang merupakan jaman edan, yang konon bila ora melu edan ora keduman yang atau bila tidak ikut gila tidak kebagian. Namun pesan Ki Ranggawarsita bahwa sak begja-begjane menungsa isih begja wong kang eling lan waspada, yang artinya bahwa orang yang akan menemukan kebahagiaan adalah orang yang selalu ingat (pada Allah) dan waspada terhadap pengaruh dari luar yang biasanya justru menyesatkan kita. Dan orang yang sangat saya hormati pernah berpesan pada diri saya: “Pilih harta apa nama”. Bila pilih harta namanya akan rusak, atau sebaliknya. Selanjutnya tersertah anda.

Purwokerto,  Agustus 2005


Tidak ada komentar:

Posting Komentar