(Dicuplik dari buku
Cukilan Sejarah Pertempuran Prompong)
Masyarakat kelurahan Sumampir khususnya
dan Purwokerto Utara pada umumnya telah mengenal benar bahwa jalan dari Pasar
Cerme Purwosari ke arah timur sampai dengan simpang tiga jalan HR, Bunyamin
adalah jalan Riyanto. Namun siapa sebenarnya Riyanto yang dijadikan nama jalan
tersebut tidak banyak yang mengenalnya.
Riyanto adalah seorang pemuda asal
Kelurahan Pabuwaran Purwokerto Utara, yang sekarang tepatnya di wilayah RT. 02
RW. 03. Pada waktu mudanya (umur 14 – 15 tahun atau usia kelas 2 – 3 SMP)
bersama teman-temannya, yang antara lain Suparto dan Moh. Besar bergabung
dengan kelompok Tentara Pelajar IMAM. Semula (September 1945) IMAM adalah
kependekan dari Indonesia Merdeka Atau Mati, namun kemudian (Desember 1945)
dengan penuh semangat mereka merubahnya menjadi Indonesia Merdeka Atau Merdeka.
Riyanto merupakan salah seorang putra
dari 4 (empat) orang putra dan seorang putri dari bapak Sujonoparto, yang pada
jaman pemerintah kolonial Belanda adalah seorang guru yang sering dicari-cari
oleh Belanda karena dengan tulisannya di beberapa majalah membakar semangat
para pemuda untuk melawan Belanda.
Sebagai pelajar yang bergabung menjadi
anggota Tentara Pelajar, sudah barang tentu sering memolos sekolah untuk ikut
bertempur. Beberapa palagan perang yang pernah diikuti oleh Tentara Pelajar
IMAM antara lain: Ambarawa, Semarang Barat, Jakarta Tenggara, Bandung Timur,
Cirebon dan di daerah Banyumas sendiri. Palagan terakhir yang diikuti Riyanto
adalah Palagan Prompong pada hari Jum’at Paing tanggal 8 Agustus 1947
bertepatan dengan tanggal 21 Ramadhan
1366 H.
Dalam pertempuran Prompong (diperingati
dengan pembangunan monumen tugu batu di desa Kutasari Kec. Baturaden) telah
gugur antara lain Suparto dan Muhammad Besar, yang sekarang diabadikan namanya
sebagai nama jalan masing-masing Suparto di desa Purwosari dan Muhammad Besar
di desa Kutasari. Sedangkan anggota Tentara Pelajar IMAM yang lain termasuk
pemuda Riyanto, kembali ke rumah masing-masing.
Pada hari Sabtu Pon, tanggal 9 Agustus
1947, dari rumahnya yang berjarak kira-kira 100 meter dari jalan raya
Purwokerto – Baturaden, Riyanto dapat mengetahui bahwa banyak kendaraan militer
Belanda yang patroli hilir mudik di jalan itu. Mengetahui akan hal tersebut,
Riyanto berinisiatif untuk memasang ranjau-ranjau darat di jalan itu,
Malam harinya Riyanto dengan bantuan
penduduk setempat memasang ranjau, tepatnya di dekat simpang tiga di grumbul
Sokawera desa Rempoah. Pada esok harinya Riyanto bersama beberapa anggota
tentara menunggu di bawah rumpun bambu. Sekitar jam 11.00 Minggu, 10 Agustus
1947 datang iring-iringan kendaraan militer Belanda dari arah Baturaden menuju
ke selatan. Kendaraan pertama selamat, namun kendaraan di belakangnya ya penuh
tentara Belanda melanggar ranjau, hancur dan masuk sungai Galur di sebelah
barat jalan.
Mengetahui hal ini Riyanto bersama
teman-temannya segera mendekat untuk mengambili senjata. Tanpa diketahuinya
datang bantuan tentara Belanda yang langsung membabi-buta menembaki mereka.
Riyanto tidak sempat melarikan diri dan terkena tembak peluru Belanda. Riyanto
gugur. Jenasahnya dimakamkan di pemakaman umum Pabuwaran. Sedangkan namanya di
abadikan sebagai nama jalan di wilayah kelurahan Sumampir.
Makam Riyanto di TPU Pabuwaran Purwokerto Utara (dok. Eyang Nardi)
Memperhatikan hal-hal sebagaimana tersebut
di atas, maka pemberian nama jalan Riyanto untuk jalaur jalan yang sekarang,
kiranya kurang tepat. Nama Riyanto akan lebih tepat kalau dipergunakan untuk
menamai jalur jalan antara Pabuwaran sampai Rempoah. Berawal dari desa
kelahirannya sampai desa tempat kematiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar