CATATAN ANWAR HAJA (1)
A. Tanggal 6 April 1582 M. sebagai Hari
Jadi Kabupaten Banyumas
Setiap tanggal 6 April, Pemda
Kabupaten Banyumas menyelenggarakan berbagai acara untuk memperingati
hari jadinya yang bersejarah. Bahkan pada tanggal 6 April 2013 yang lalu,
peringatan hari jadi Kabupaten Banyumas dirayakakan secara besar-besaran dengan
menggelar karnaval dan pawai akbar yang diberi nama keren, Banyumas
Extravagansa 2013.
Namun peringatan hari jadi yang
didasarkan atas Perda Kab. Banyumas No.2 tahun 1990 itu,masih menyisakan
sejumlah permasalahan.Sebagian kalangan menilai,bahwa penetapan tanggal 6
April sebagai hari jadi Kabupaten Banyumas tidak tepat dan bertentangan
dengan fakta sejarah.Maka hujan kritik pun muncul dan terdengar di
sana-sini.Benarkah Perda No.2 tahun 1990 itu tidak sesuai dengan fakta
sejarah?.
Memang seorang ilmuwan ahli sejarah
dari UMP,DR.Sugeng Priyadi,M.Hum,dalam tesis penelitiannya atas sejumlah versi
Babad Banyumas ,berhasil mengungkapkan sejumlah hal yang menarik.Konon
terungkap bahwa Bupati Mrapat R.Jaka Kahiman,telah memerintah Kabupaten
Banyumas antara tahun 1571 -1582 M.Terungkap pula bahwa pada hari Rabu
sore,tanggal 27 Ramadhan 1571 H, diketahui R.Jaka Kahiman diterima menghadap
Sultan Pajang,Hadiwijoyo (1546- 1586 M). Hasil temuan ini, tentu saja membantah
ketetapan yang tercantum dalam Perda no. 2 tahun 1990 Kabupaten Banyumas yang
dijadikan dasar untuk menyelenggarakan acara-acara hari jadi Kabupaten Banyumas
setiap tanggal 6 April tiba.
Belum diketahui dengan pasti
bagaimana tanggapan resmi dan respon Pemda Kabupaten Banyumas terhadap
hasil temuan Dr.Sugeng Priyadi, M.Hum itu. Bisa jadi belum adanya tanggapan
resmi dari Pemda Kabupaten Banyumas, adalah karena ternyata hasil penelitian
itu belum mengungkapkan secara pasti dan tegas, kapan sebenarnya hari jadi
Kabupaten Banyumas yang benar-benar sesuai dengan fakta sejarah.
Dalam sarasehan yang diselenggarakan
oleh grup kebudayaan Stupa Mas, Jum'at malam, 12 April 2013 M di Pendopo
Duplikat Si Panji Kabupaten Banyumas, dihasilkan tiga butir kesimpulan yang
menarik sbb:
1. Hari jadi Kabupaten Banyumas, 6
April 1582, perlu ditinjau kembali karena tidak sesuai dengan fakta sejarah.
2. Tanggal 27 bulan Puasa (Ramadhan)
tahun 1571 Masehi, hari Rabu sore adalah saat peristiwa Raden Jaka Kahiman
menghadap Sultan Pajang.
3.
Terdapat dua(dua) versi konversi
tanggal 27 Ramadhan 1571 ke tanggal kalender Masehi, yakni :
a. tanggal 22 Februari 1571 yang
bertepatan dengan hari Kamis Wage.
b. tanggal 4 Maret 1571 yang bertepatan
dengan hari Kamis Wage.
Tulisan di bawah ini dimaksudkan
untuk memberikan tanggapan atas tiga butir kesimpulan hasil sarasehan Stupa Mas
tersebut di atas, dengan harapan bisa menjadi tambahan masukan dalam upaya
menemukan hari jadi Kabupaten Banyumas yang lebih mendekati fakta sejarah yang
sebenarnya, sekaligus juga sumbang saran dan urun rembug menyelesaikan dan
mengakhiri kontroversi tanggal Hari Jadi Kabupaten Banyumas yang selama ini
terjadi.
Dalam buku Banyumas, Wisata dan
Budaya karya M. Koderi yang telah disunting Ahmad Tohari, dijelaskan bahwa
pembentukan Kabupaten Banyumas, tidak dapat dipisahkan dari peristiwa wafatnya
penguasa Kadipaten Wirasaba, yakni Adipati Wirasaba IV. Namanya sebelum
diwisuda adalah R. Bagus Suwarga. Setelah diangkat sebagai Adipati Wirasaba,
mengambil gelar Adipati Wargahutama I. Adipati Wirasaba IV ini, memiliki 4
orang anak, yaitu dua putri dan dua putra. Putrinya yang sulung diperistri oleh
R.Jaka Kahiman, anak angkat Ki Mranggi seorang Demang dari daerah Kejawar
Banyumas.
Tidak berapa lama setelah Adipati
Wirasaba IV itu wafat, Sultan Pajang menetapkan R. Jaka Kahiman sebagai
Adipati Wirasaba menggantikan mertuanya dengan gelar Adipati Wargahutama II. Tak
lama kemudian Kadipaten Wirasaba dibagi menjadi empat. Saudara yang paling tua
mendapatkan bagian di Wirasaba, yang kedua di Merden, dan yang paling muda di
Banjar Patambakan. R. Jaka Kahiman yang kemudian dikenal sebagai Bupati Mrapat,
memilih pulang ke Kejawar dan di sana membangun Kabupaten Banyumas.
Selanjutnya buku terbitan CV. Metrojaya,
1991, cetakan pertama itu, mengungkapkan kisah wafatnya Adipati Wirasaba IV
yang dikenal dengan legenda Sabtu Pahing. Legenda ini berkisah tentang wafatnya
Adipati Wirasaba IV di desa Bener, Lowano, Purworejo. Wafatnya Adipati
Wirasaba IV itu, dalah akibat dari tusukan keris yang dilakukan oleh
utusan atau gandek Sultan Pajang yang bertindak atas perintah Sultan
Pajang. Padahal Sang Adipati itu baru saja mempersembahkan salah seorang
putrinya untuk dijadikakan istri selir Sultan Pajang.
Saat itu Sultan Pajang konon meminta
para adipatinya mengirimkan salah seorang putrinya atau putri kerabatnya untuk
dijadikan abdi pelara-lara yakni gadis pelayan raja yang kelak akan dipilih
sebagai salah satu dari selir raja. Tetapi telah terjadi kesalahpahaman.
Adipati Wirasaba itu, dianggap telah menipu Sultan Pajang. Semula Sultan Pajang
menduga gadis yang diserahkan Adipati Wirasaba itu sudah tidak perawan lagi,
karena gadis itu sempat menjadi menantu Demang Toyareka. Sultan Pajang segera
menyadari kesalahannya dan mencoba membatalkan hukuman yang telah dijatuhkan
pada Adipati Wirasaba. Tapi malang tak dapat ditolak. Akibat kesalahpahaman,
berakibat fatal. Pembunuhan pun tak dapat dicegah. Adipati Wirasaba yang setia
pada Sultan Pajang itu harus tewas di ujung keris yang ditusukkan oleh gandek
utusan Sultan Pajang. Peristiwa naas itu, konon terjadi bertepatan dengan hari
Sabtu Pahing.
Dapatkah kisah dari peristiwa yang
dramatis dan tragis bagi Adipati Wirasaba IV itu, dipercaya sebagai suatu
fakta sejarah ataukan sekedar mitos yang dikembangkan untuk mendramatisir kisah
wafatnya Sang Adipati?. Mengingat kuatnya kisah legenda Sabtu Pahing di
kalangan rakyat daerah Banyumas pada masa lalu, bahkan konon sempat bertahan
sampai saat Perang Pangeran Diponegoro meletus, bisa jadi peristiwa tragis yang
menimpa Adipati Wirasaba IV itu memang benar adanya. Sayangnya memang masih
harus ditemukan bukti yang dapat mendukungnya agar kisah itu, tidak hanya
berhenti sebabagi mitos, tetapi benar-benar dapat menjadi fakta sejarah.
Seorang penulis anonim dalam
Wikipedia Indonesia yang membicarakan Babad Banyumas, mengisahkan lebih lanjut
bahwa Sultan Pajang yang menyesal karena gagal mencegah perintah
hukumanan mati atas Adipati Wirasaba IV, segera mengirim utusan untuk memanggil
salah seorang putra Adipati. Konon dari keempat anak-anak Adipati Wirasaba IV
itu, tidak ada satu pun yang berani menghadap Sultan Pajang, karena takut
dibunuh. Akhirnya R. Jaka Kahiman yang hanya bersatus menantu menyanggupi untuk
menghadap Sultan Pajang.
Pada saat pertemuan itu, Sultan
Pajang menetapkan R. Jaka Kahiman sebagai pengganti Adipati Wirasaba IV dan
bergelar Adipati Wargahutama II. Seperti telah dikisahkan di atas, R. Jaka
Kahiman kemudian membagi Kadipaten menjadi empat. Adipati yang kemudian populer
sebagai Adipati Mrapat itu, mendapat wilayah Kejawar, yang kemudian dibangunnya
menjadi Kadipaten Banyumas.
Dari serpihan-serpihan kisah legenda
Sabtu Pahing diatas,sebenarnya kita dapat menggali informasi penting untuk
melakukan rekonstruksi sekitar pengangkatan R. Jaka Kahiman sebagai Bupati
Banyumas. Salah satu informasi penting dari kisah legenda Sabtu Pahing adalah
hal-hal berikut ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar