CATATAN ANWAR HAJA (3)
C. Problem Konversi
Butir 3 kesimpulan sarasehan Stupa Mas, sebenarnya merupakan problem konversi merubah dari tanggal 27 Ramadhan 978 H ke dalam kalender nasional atau kalender Masehi. Ternyata,walau pun komponen input tanggal konversi sama,yakni tanggal 27 Ramadhan 978 M, ternyata out put hasil konversi menghasilkan dua versi yakni:
a. Versi pertama tgl. 27 Ramadhan 978
H, bertepatan dengan tanggal 22 Februari 1571 M, hari Kamis Wage.
b. Versi kedua tgl 27 Ramadhan 978 H, bertepatan
dengan tanggal 4 Maret 1571 M, hari Kamis Wage.
Kenapa bisa terjadi dua versi out
put konversi ?.
Ada bebera hal yang menjadi penyebab
terjadinya perbedaan out put hasil konversi dari tanggal yang dinyatakan dalam
sistem kalender Hijriyah ke tanggal yang dinyatakan dalam sitem kalender
Nasional atau Masehi, antara lain hal sbb :
1. Metode Konversi secara manual dengan menggunakan tabel.
Di masyarakat sebenarnya banyak
beredar buku-buku yang memuat tabel konversi.Pada tahun 1960,di toko-toko buku
banyak beredar kitab-kitab primbon yang memuat tabel konversi untuk mencari
weton atau hari pasaran. Tetapi ternyata tabel-tabel itu tidak ada yang
standar.Karena diolah secara manual, kemungkinan terjadinya error cukup
besar.Ditambah lagi tampaknya Sang Penyusun Tabel,memiliki metode-metode
sendiri dalam mencari weton atau hari pasaran dari suatu tanggal yang dinyatakan
dalam kelender Masehi.Dapat dimengerti bila kemudian akan terjadi hasil
konversi yang berbeda.Contohnya Perda No.2 Kabupaten Banyumas menyatakan
tanggal 6 April 1582 M, jatuh pada hari Jum'at Kliwon.Ternyata setelah dihitung
dengan komputer,seharusnya jatuh pada hari Selasa Kliwon(Slide no.13).Namun
demikian ada pula tabel konversi yang cukup akurat.
2. Metode Konversi Dengan Komputer
Dengan adanya komputer, perhitungan
mundur untuk mencari hari dan tanggal beberapa abad kebelakang, dengan mudah dan
cepat dapat dilakukan.Namun, sekalipun sama-sama menggunakan komputer, masih
ada kemungkinan terjadi perbedaan. Contohnya perbedaan tanggal 27 Ramadhan 978
H pada slide paparan no. 8 dengan slide paparan no. 10. Slide no. 8 hasilnya
tanggal 27 Ramadhan 978 H bertepatan dengan tanggal 22 Februari 1571 hari Kamis
Wage. Tetapi pada slide no. 10. tanggal 27 Ramadhan 978 H bertepatan dengan
tanggal 4 Maret 1571 hari Kamis Wage.
Penyebab perbedaan di atas, walaupun
sama-sama menggunakan komputer, adalah karena perbedaan konsep dan metode
konversi yang dimasukkan ke dalam program komputer. Tetapi dari hasil tampilan
slide no.8 dan slide no.10, jelas sekali bahwa slide no. 10, 11, 12 dan 13,
adalah tampilan yang lebih dapat dipertanggung jawabkan karena lebih sesuai dengan konsep
kalender Hijriah dan kalender Jawa-Islam.
Kalender Hijriyah dengan Kalender
Jawa-Islam, sebenarnya tidak ada perbedaan dalam konsep. Kedua-duanya merupakan
kalender lunar yang berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi yang lamanya hari
dalam satu bulan sekitar 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1
bulan). Kalender Hijriyah dan Kalender Jawa Islam juga sama dalam menentukan
pergantian hari, yaitu pada saat sunset
atau matahari terbenam, kira-kira menjelang waktu maghrib.
Keduanya juga sama dalam menentukan
pergantian bulan. Awal bulan atau newmoon,
diawali pada saat terjadinya hilal
atau bulan sabit pada awal bulan. Hanya saja tahun Hijriyah berbeda 512 tahun
dengan tahun Jawa Islam. Ini karena kecerdikan Sultan Agung Mataram (1613-1645
M) yang telah mengintegrasikan kalender Jawa-Saka Hindu dengan Kalender
Hijriyah pada tahun 1633 M. Nama-nama hari dan nama bulan dalam kalender Jawa
Saka Hindu diganti dengan nama-nama hari dan bulan kalender Hijriyah yang
dibahasa Jawakan (Ahad, Senin, Selasa dstnya....... Suro, Sapar, Mulud, Bakda
Mulud dstnya). Hari-hari pasaran (Pon, Wage, Kliwon, Legi, Paing) yang khas
milik orang Jawa, tetap dipertahankan.
Demikian pula tahun kalender Jawa
Saka Hindu yang pada tahun 1633 M (1043 H), bertepatan dengan tahun 1555 Saka,
juga tetap dipertahankan, sehingga menjadi tahun 1555 Jawa Islam = tahun
1555 Jawa Saka Hindu. Karena itu beda antara tahun dalam kalender Hijriah
dengan tahun dalam kalender Jawa Islam adalah 512 tahun (1555-1043).
Dengan tetap dipertahankannya tahun
Jawa-Saka Hindu sebagai Tahun Jawa Islam, maka tampak seolah-olah tahun dalam
kalender Jawa Islam lebih tua dari kalender Hijriyah. Padahal tidak demikian. Kalender
Jawa Islam sebenarnya lebih muda dari kalender Hijriyah, karena kalender Jawa
Islam baru diberlakukan pada tahun 1633 M. Hal ini nampak jelas bila kita
susun secara kronologis berdasarkan waktu mulai berlakunya kalender Saka, Hijriyah
dan Jawa Islam. Kalender Saka mulai berlaku pada tahun 78 M, kalender Hijriyah
berlaku pada tahun 622 M dan kalender Jawa Islam berlaku pada tahun 1633 M.
Berbeda dengan kalender Hijriyah dan
kalender Jawa Islam yang merupakan kalender lunar, kalender Saka adalah
kalender lunar-solar, yakni kalender yang berdasarkan peredaran bulan, tetapi
secara periodik disesuaikan kembali menjadi kalender solar. Karena itu
pergantian hari pada kalender Saka,sama dengan pergantian hari pada kalender
Hijriyah dan kalender Jawa Islam, yaitu pada saat sunset atau matahari
terbenam, kira-kira menjelang waktu Maghrib.Tetapi pergantian bulan agak
berbeda. Pada kalender Hijriyah dan kalender Jawa, awal bulan baru atau newmoon akan terbentuk apabila hilal
atau bulan sabit pertama awal bulan sudah kelihatan. Sedangkan pada kalender
Saka, bulan baru atau newmoon sudah
terbentuk pada saat terjadi konjungsi,yakni bulan-bumi-matahari berada pada
satu garis lurus.Karena itu, kalender saka selalu akan lebih cepat satu hari
dari pada kalender Hijriyah dan kalender Jawa Islam.
Dari konsep diatas, sudah jelas
tidak mungkin ada perbedaan antara kalender Hijriyah dengan kalender Jawa. Dengan
sendirinya, tidak akan ada perbedaan awal Ramadhan dan 1 Syawal pada kalender
Hijriyah dan 1 Sawal pada kalender Jawa Islam. Kalau antara kalender Jawa Saka
Hindu dengan kalender Hijriyah dan kalender Jawa Islam memang ada perbedaan
tanggal, akibat dari perbedaan konsep dalam penentuan awal bulan baru atau newmoon.
Kalau kita perhatikan slide no.8
paparan, nampak bawah kalender Hijriyah ditulis dengan huruf Arab di atas angka
kalender Masehi, sedangkan kalender Jawa Islam ditulis dengan angka Arab yang
sudah dimodifikasi (1, 2, 3 dstnya) di bawah angka kalender Masehi. Ternyata
angka kalender Hijriah lebih cepat satu hari dari angka kalender Jawa Islam
yang ada dibawah angka tanggal Kalender Masehi. Akibatnya akan terjadi
perbedaan Hari Raya.
Pada kalender Hijriyah 1 Syawal akan
jatuh pada Hari Minggu, 25 Februari 1571 M. Sedangkan pada kalender Jawa, 1
Sawal akan jatuh pada hari Senin, 26 Februari 1571 M. Padahal tidak mungkin
pada jaman itu ada perbedaan Hari Raya 1 Syawal/1 Sawal, karena saat itu Ilmu
Hisab belum dikenal.Dengan demikian dapat disimpulkan peragaan slide no.8 telah
keliru konsep, karena itu hasil konversinya kurang dapat dipertanggung
jawabkan. Untuk jangka panjang memang kesalahannya akan terakumulasi, dan ini
berakibat tanggal 27 Ramadhan 978 H, setelah di konversi ke tanggal Masehi,akan
jatuh pada tanggal 22 Februari, lebih cepat dari yang seharusnya.
Pada slide paparan no.10-11-12-13,
tidak ada perbedaan antara angka tanggal kalender Hijriyah dengan angka tanggal
kalender Jawa Islam. Angka di sebelah kiri angka tanggal kelender Masehi, sama
dengan angka tanggal di sebelah kanannya. Dengan demikian 1 Syawal 1571 M akan
jatuh bersamaan dengan 1 Sawal 1571 M, yakni jatuh pada Hari Senin Pon, 8 Maret
1571 M. Dengan demikian paparan slide no.10 dapat dipertanggungjawabkan.
Tanggal 27 Ramadhan 1571 M, bertepatan dengan Hari Kamis Wage, tanggal 4
Maret 1571 M, memang sudah mendekati kebenaran.
Walaupun demikian, pengecekan ulang
dan silang memang tetap harus dilakukan dan diperlukan. Sebab kesalahan masih
mungkin terjadi yang berasal dari kurang dipahaminya konsep kurup dalam
kalender Jawa yang sama sekali tidak dikenal dalam kalender Hijriyah. Kurup
ialah periode waktu yang lamanya 15 windu atau 120 tahun. Sekalipun kalender
Jawa Islam pada awalnya berbasis kalender hijriyah seperti sudah dijelaskan di
depan, namun tetap ada perbedaanya dengan kalender Hijriyah. Perbedaan yang
paling pokok yang menyebabkan kalender Jawa Islam bersifat khas adalah hal-hal
berikut ini:
a. Kalender Jawa Islam mengenal hari
pasaran, wuku dan mangsa. Kalender Hijriyah tidak.
b. Kalender Jawa Islam mengenal windu
yang merupakan siklus delapan tahun dan tiap tahun dalam satu windu diberi nama
menurut numerologi huruf Arab yaitu: Alif (huruf ke-1), Ha (huruf ke-5), Jim
Awwal (ke-3), Zai (ke-7), Dal (ke-4), Ba (ke-2), Waw (ke-6), dan Jimakhir (ke-3).
Nama-nama tahun dari tahun ke-1 sampai ke-8 itu, diucapkan dalam lidah orang
Jawa menjadi sebagai berikut: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan
Jimakir. Itulah nama-nama tahun dalam satu windu. Kemudian tiap windu juga
diberinama yaitu: Windu Adi, Windu Kuntoro, Windu Sangara dan Windu Sancaya.
Periode 4 windu disebut tumbuk alit. Periode 8 windu disebut tumbuk ageng. Dan
akhirnya periode 15 windu disebut kurup. Kalender Hijrah tak mengenal windu dan
kurup.
c. Kabisat kalender Hijriyah ada 11
tahun dari siklus 30 tahun,yaitu tahun ke: 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24,
26 dan 29. Pada tahun kabisat Hijriyah ini, bulan Zulhijah dijadikan 30 hari.
Sedangkan kabisat kalender Jawa hanya ada 3 tahun dari siklus 8 tahun, yaitu
tahun Ehe, Je dan Jimakir. Karena itu kabisat Hijriyah 11/30 (sebelas tahun
dari siklus 30 tahun), sedangkan kabisat Jawa Islam 3/8 (tiga dari delapan
tahun) atau 45/120 (empat puluh lima dari 120 tahun = satu kurup). Karena
kabisat Jawa adalah 3 dari 8 tahun sedangkan kabisat Hijriyah adalah 11 dari 30
tahun, akibatnya kalender Jawa dalam rentang waktu 120 tahun atau satu kurup
akan ketinggalan satu hari dengan kalender hijriyah. Untuk mengejar
ketinggalannya, setiap 120 tahun, kalender Jawa harus ada satu hari tanggal
yang harus dihilangkan. Contoh, Akhir kurup ke 1 yakni tanggal 30 Besar jatuh
pada hari Kamis Kliwon, sehingga seharusnya awal kurup ke dua, yaitu tanggal 1
Suro jatuh pada hari Jum'at Legi. Tetapi tgl 30 dihilangkan, sehingga Bulan
Besar hanya 29 hari, dan akhir kurup ke 1 akan jatuh pada hari Rebo Wage,29
Besar. Dan awal kurup ke-2, tanggal 1 Suro akan jatuh pada hari Kamis Kliwon.
Karena itu dalam melakukan
perhitungan mundur, konsep kurup harus diperhatikan. Kalender Jawa yang dimulai
pada tanggal 8 Juli 1633 M, hari Jum'at Legi = 1 Suro 1555 J = 1 Muharram 1043
H, sampai kini sudah melewati tiga kurup. Berarti telah ada tiga tanggal yang
dihilangkan. Karena itu, kalau hal ini tidak diperhatikan pada saat memasukkan
program ke komputer untuk menghitung mundur sampai 27 Ramadhan 978 H, pasti
hasilnya akan kurang tepat. Karena itu untuk menghindari risiko terkena konsep
kurup, perhitungan mundur sebaiknya di mulai dari tanggal 1 Suro 1555 J = 1
Muharram 1043 H = 8 Juli 1633 H, ke tanggal 27 Ramadhan 978 H atau 27 Ramadhan
1571. Sebab, jarak antara tahun 1633 - 1571 Masehi, hanya 62 tahun, kurang dari
1 kurup atau 120 tahun.
Cara terbaik untuk menemukan tanggal
konversi, bila tanggal 27 Ramadhan 1571 M, telah benar-benar disepakati dan
cukup meyakinkan, sesuai dengan fakta sejarah, ialah dengan meminta bantuan
LAPAN. Di sana ada seorang ahli astronomi dan kalender Islam, yaitu Prof. Dr. Thomas
Djamaluddin. Dia punya banyak software
komputer untuk keperluan konversi. Beliau kebetulan pria kelahiran Purwokerto. Kayaknya
ibunya orang Banyumas, walaupun katanya Bapaknya orang Gorontalo. Saya yakin
beliau akan dengan senang hati memberikan bantuannya,apa bila diminta secara
formal.
Rabu Sore atau Kamis Sore?
Masih ada satu lagi problem konversi
tanggal 27 Ramadhan 1571 M, baik pada slide no.8 maupun nomor 10, yang terasa
amat mengganggu dan bisa mengurangi nilai Babad Kalibening sebagai sumber
sejarah. Butir 3 Slide no.6 menyebutkan bahwa, "Naskah Babad Banyumas
Kalibening, naskah dan teks tertua,menyatakan bahwa tanggal 27 bulan
Puasa(Ramadhan),hari Rabu sore, ada peristiwa penyerahan upeti kepada Sultan
Pajang. Sedangkan butir 4 menyatakan tanggal 27 Ramadhan 1571 M, sama dengan 27
Ramadhan 978 H atau 22 Februari 1571 M, yang bertepatan dengan Kamis Wage.
Kata-kata Rabu sore, amat
mengganggu. Memang Rabu sore bisa ditafsirkan Rabu Malam (sebelum pukul 00.00),
yang berarti dalam kelender Jawa maupun hijriyah, sudah masuk tgl. 27
Ramadhan 978 Kamis Wage. Tetapi kalender Masehi, masih masuk tanggal 21
Februari 1571 M pada slide no.8 dan masih masuk tanggal 3 Maret 1571 M, pada
slide no. 10. Dalam Posisi demikian, tentu tgl 27 Ramadhan 978 H, Hari Kamis
Wage, menjadi tidak lajim jika ditulis dengan cara: Kamis Wage, 21
Februari 1571 M (Silde 8) atau Kamis Wage, 3 Maret 1571 M. Sebab tanggal
21 Februari 1571 adalah hari Rabu, demikian pula tanggal 3 Maret 1571.
Sebaliknya kalau ditulis Kamis Wage,22 Februari 1571 M atau Kamis Wage,4
Maret 1571 M, orang pasti akan berpendapat bahwa pertemuan antara R,Joko
Kahiman dengan Sultan Pajang,terjadi pada hari Kamis,bukan pada hari Rabu sore.
Lagi pula amat sulit membayangkan (baca:merekontruksi)
pertemuan antara R. Jaka Kahiman dan Sultan Pajang terjadi setelah waktu
maghrib. Sebab pada waktu itu belum ada listrik dan belum ada lampu penerangan
seperti jaman kita sekarang ini. Pertemuan-pertemuan formal pasti akan
dilakukan pada siang atau sore hari, sebelum jam 16.00. Sebab pada jaman itu
pukul 16.00 kadang-kadang sudah gelap juga. Dengan demikian yang dimaksud
dengan Rabu sore, memang benar-benar hari Rabu sebelum sunset atau matahari terbenam, yang berarti bukan 27 Ramadhan, tetapi
26 Ramadhan. Menurut hemat kami, penulis Babad Kalibening kurang cermat dalam
membuat laporan saat terjadinya pertemuan antara R. Jaka Kahiman dan Sultan
Pajang. Tentu saja hal ini akan mengurangi nilai Babad Kalibening sebagai salah
satu sumber sejarah,karena ketidakakuratannya dalam mencantumkan data. Memang
lajimnya penulis Babad, bisa hafal menyebutkan hari pasaran, ketimbang tanggal.
Tetapi penulis Babad Kalibening, hafal tanggal bulan Ramadhan, yaitu tanggal
27, hafal hari, yaiut Rabu sore, tetapi tidak hafal pasaran. Sesuatu yang agak
tidak lajim bagi seorang penulis Babad, siapapun dia orangnya.
Setuju sama Eyang Nardi
BalasHapus_________________________
Harga Smartphone | HP Terbaru
kan th 1582 masehi bulan oktober dipangkas 10 hari biar musim seminya tepat tgl 22Maret oleh Paus Gregoria karna dahulu bulan jan-feb ada diakhir maka julia caesar memerintahkan untuk (Gregorian Date masehi) jd itungannya belum cukup tepat kalau Tanggalan Gregorian belum dimasukan
BalasHapus